Demikian diungkap IHS Jane dalam laporan terbarunya, seperti diberitakan CNBC, Senin (13/6).
Ditengarai, lonjakan penjualan tersebut disulut sejumlah faktor. Diantaranya, peningkatan ketegangan di sejumlah wilayah, termasuk Laut China Selatan, permintaan yang konsisten dari Timur Tengah, dan kebangkitan industri pertahanan Prancis.
Importir alutsista tertinggi tetap dipegang Timur Tengah. Total pembelian negara-negara di wilayah tersebut mencapai USD 21,6 miliar pada 2015.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, keduanya mengimpor alutsista senilai USD 11,4 miliar atau sekitar 17,5 persen dari total pembelian global. Itu lebih dari penggabungan angka pembelian seluruh negara Eropa Barat. Dan, meningkat ketimbang pembelian tahun sebelumnya sebesar USD 8,6 miliar.
Ini jelas menguntungkan Amerika Serikat sebagai eksportir utama untuk Timur Tengah. Sebab, Paman Sam tetap menggenggam status sebagai eksportir alutsista terbesar di dunia dengan penjualan sebesar USD 22,9 miliar meningkat ketimbang 2009 yang sebesar USD 12,9 miliar.
Analis IHS Ben Moores mengatakan kejutan datang dari industri pertahanan Prancis. Negara multietnis itu berhasil mencetak penjualan sebesar USD 18 miliar, naik ketimbang tahun sebelumnya sebesar USD 8 miliar.
"Prancis sangat mengesankan. Hampir tak pernah terdengar ada negara eksportir yang berhasil meningkatan penjualannya lebih dari dua kali lipat dalam 24 bulan.
Lagi-lagi ini berkat permintaan dari Timur Tengah. Prancis dinilai memiliki keunggulan dalam hal pengiriman barang yang lebih cepat ketimbang Amerika Serikat.
Jika konsisten, Prancis diramalkan bakal menyalip Rusia sebagai eksporter kedua terbesar di dunia pada 2018.
Di sisi lain, sejumlah negara di Asia Pasific telah mengakselerasi belanja pertahanannya. Ini dalam rangka mengatisipasi ancaman dari China terkait konflik Laut China Selatan.
Impor alutsista ke kawasan tersebut meningkat 71 persen ketimbang 2009. Dimana Korea Selatan melakukan pembelian sebesar USD 2,18 miliar. Menjadikan Negara Ginseng itu sebagai importir terbesar kelima di dunia.
Sementara, Australia mengimpor sebesar USD 2,3 miliar, terbesar ketiga.
Pasar senjata masih berpotensi membesar. Ini lantaran negara-negara baltik atau pecahan Uni Soviet tengah meningkatkan keamanannya seiring konflik dengan Rusia.
"Estonia and Latvia membuka kontrak murni lantaran di dorong oleh persoalan dengan Rusia dan keterlibatan Moskow di Ukraina," kata Moores. (SindoNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar