“Tidak boleh ada keraguan atau kesalahan, harus merayap rata tanah, lurus dan jangan berhenti. Kalau berhenti, pelatih akan makin rajin menembaki di sekitarnya. Kalau sampai panik, malah bisa kena tembak. Sudah banyak korban dari latihan ini,” tutur Kapten Inf Ony Mulyanto, perwira Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD saat Pameran Teknologi di Solo, Kamis (12/8).
Ony memaparkan, karena sifat latihan yang sangat berisiko, para peneliti senjata di TNI AD berupaya menciptakan senjata khusus untuk latihan dopper. “Sampai saat ini belum ada negara yang menciptakan senjata khusus itu, ya karena tidak semua negara punya tradisi dopper,” terangnya.
Hasilnya, sebuah senapan serbu yang lebih berat dari senjata biasa. Jika senapan serbu biasanya berbobot sekitar 3,5 kg, maka senapan khusus itu bobotnya mencapai 4,6 kg. Wujudnya mirip senapan serbu SS 2 buatan PT Pindad, namun dengan laras yang tampak lebih panjang dan besar.
Ony memaparkan, senapan yang masih dalam tahap eksperimen itu menggunakan peluru kaliber 7.62 mm dengan proyektil berlapis metal namun berujung tumpul mirip dengan peluru yang digunakan polisi.
(Kapten Inf Ony Mulyanto dengan senapan khusus dopper | Ari Kristyono) |
“Bobotnya lebih besar, tidak masalah karena toh ini tidak akan dibawa lari-lari, penembak pasti menggunakan sandaran. Tapi ada empat karakter yang wajib dimiliki, yakni suaranya harus keras untuk mengusik moril, akurasi tembakan, endurance harus tahan digunakan berjam-jam, serta peluru dibikin tumpul supaya kalau kena lumpur muncratnya tinggi tapi aman tidak mudah memantul,” jelasnya.
Senapan khusus itu, kata Ony sudah selesai menjalani seluruh tahap uji. Namun apakah akan diproduksi, dirinya mengaku tidak tahu.
“Kalau jadi diproduksi, pasti nanti PT Pindad yang bikin. Tentu saya berharap ini diproduksi, karena TNI membutuhkan ini untuk menghasilkan prajurit komando yang semakin berkualitas,” tandasnya. (Timlo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar