Minggu, 13 Desember 2015

Radar Pertahanan Udara RI Tak Mampu Beroperasi 24 Jam


Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) membutuhkan banyak radar baru untuk memperketat pengawasan udara Indonesia. Selama ini waktu operasional radar-radar terbatas hanya sampai 18 jam.


Panglima Komando Sektor I Kohanudnas Marsekal Pertama Novyan Samyoga mengatakan, radar memang tidak dapat dioperasikan selama 24 jam. Radar-radar yang digunakan angkatan bersenjata negara-negara maju seperti Amerika Serikat pun memiliki tipikal yang sama.

"Seperti mobil, radar tidak mungkin dihidupkan terus. Ada waktu perawatan. Kalau hidup terus, pasti rusak," kata Samyoga di Markas Kosek I Kohanudnas, Jakarta, Selasa (8/12).

Samyoga menuturkan, tidak berfungsinya radar Kohanudnas selama 24 berpotensi melemahkan pengawasan terhadap masuknya pesawat gelap, baik sipil maupun militer, ke wilayah udara Indonesia.

Mencegah hal itu terjadi, Kohanudnas membuat sebuah backing system bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada Kementerian Perhubungan. Melalui sistem itu, radar militer dan sipil terintegrasi.
"Jadi ada suatu area di mana beberapa radar yang saling kover," tutur Samyoga.
Tahun 2016, rencananya Kohanudnas akan menempatkan radar baru di beberapa titik, antara lain di Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat; Tambolaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur dan Merauke, Papua.

Samyoga berkata, Kohanudnas menargetkan sistem radar nasional dapat beroperasi selama 24 jam pada tahun 2017.

"Radar sipil yang belum masuk sistem akan dimasukan ke sistem, misalnya yang di Pontianak dan Ranai. Ketika semua on, itulah pengawasan 24 jam. Kalaupun ada yg off, tidak akan mengganggu pengawasan," katanya.

Mantan Panglima Kohanudnas yang kini menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja, pernah mengatakan meskipun terbantu radar sipil, Kohanudnas tidak dapat sepenuhnya bergantung pada Kemenhub.

Hadiyan berkata, radar sipil yang bersifat secondary tidak dapat melacak pesawat militer negara asing yang mematikan transponder.

"Jadi cara itu pun belum optimal mendeteksi pelanggaran ruang udara karena pesawat militer yang masuk tidak mungkin menyalakan transponder," ujarnya kepada CNN Indonesia, Oktober silam.  

Sumber : CNN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar