Dapatkah tur sang perdana menteri tersebut di Asia meyakinkan para kaum skeptis bahwa rencana Rusia untuk melakukan 'pivot to Asia' memiliki substansi, bukan sekadar gaya? Upaya terbaru diplomasi menunjukkan bahwa meski langkah Rusia tertatih, tim Putin masih berharap dapat mencapai hasil gemilang, namun kini lebih selektif dalam melakukan pendekatannya.
Segera setelah menghadiri pertemuan KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Manila, Medvedev terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia, untuk menghadiri Konferensi Asia Timur ke-10 yang dihadiri 18 negara. Konferensi tersebut merupakan wadah untuk menyatukan para anggota ASEAN dengan mitra 'luar', menunjukkan bahwa mereka setidaknya punya makna simbolis.
Medvedev juga membicarakan hubungan bilateral dengan Malaysia, lalu mengunjungi Kamboja, yang melalui evolusi dramatis menjadi lebih terbuka dengan dunia luar.
Namun, pakar Rusia yang diwawancarai oleh Troika Report memperingatkan terhadap meremehkan situasi ini, dengan alasan bahwa strategi 'pivot to Asia' Moksow, di luar pertimbangan pragmatis, telah mengubah penekanannya dari APEC menjadi fokus pada Konferensi Asia Timur. Dmitry Mosyakov, Direktur Pusat Asia Tenggara, Australia, dan Oseania di Institut Studi Oriental Russian Academy of Sciences, menyampaikan pada Troika Report:
“Bukan rahasia lagi bahwa APEC, yang tadinya menjadi titik fokus kebijakan Rusia di wilayah tersebut, dilihat oleh banyak negara anggotanya sebagai organisasi yang penuh birokrasi yang kerap mengejar agenda politik global, seperti memerangi terorisme internasional, namun tak terlalu mewaspadai perdagangan bebas di area tersebut. Sebaliknya, Konferensi Asia Timur (Rusia bergabung dengan Konferensi Asia TImur pada 2008) didedikasikan untuk menetapkan tarif perdagangan, menentukan peraturan perdagangan, serta memfasilitasi aliran barang dan modal. Selain itu, Moskow juga enggan melihat dominasi AS di APEC.”
“Di sisi lain, negosiasi bilateral di sela pertemuan Asia Timur juga tak kalah penting. Kunjungan Perdana Menteri Medvedev menunjukkan dukungan pada PM Malaysia Najib Razak, yang tengah melalui tekanan serius, karena pihak oposisi hendak menggulingkan beliau, dan secara bersamaan mengarahkan kembali kebijakan luar negeri dan mengubahnya menjadi pro-Barat secara unilateral.”
Hal ini memunculkan pertanyaan, mengapa Rusia memilih untuk mempromosikan hubungan di berbagai segi (terutama politik) dengan Asia Tenggara, yang sebelumnya tak terlalu gencar dilakukan. Mosyakov menyebutkan bahwa peningkatan status dialog dengan Konferensi Asia Timur menunjukkan Moskow tengah berjudi dalam wadah kerja sama ini.
Pandangan tersebut juga digaungkan oleh Yekaterina Koldunova, Wakil Dekan School of Political Affairs, profesor rekanan di Departemen Studi Asia dan Afrika, sekaligus pakar senior di Pusat ASEAN Center di Moscow State Institute of International Relations. Ia menuturkan pandangannya terkait 'pivot Rusia' ke Asia Tenggara.
“Rusia meningkatkan perdagangannya dengan negara-negara ASEAN. Nilai perdagangan mendekati hampir satu persen dari keseluruhan perdagangan ASEAN. Ini bukan angka yang besar, tapi dalam sepuluh tahun terakhir angka tersebut telah meningkat lima kali lipat. Sebenarnya, terdapat tren yang pasti: pertama Rusia perlahan meningkatkan hubungannya dengan negara ASEAN, dan kedua elit politik mengeksplor kesempatan untuk pengembangan lebih lanjut di jalur ini.”
— Apakah saat ini Rusia masih berada di tahap mengekspolasi kesempatan?
"Banyak negara ASEAN yang beranggapan Rusia tak terlalu terepresentasikan dalam pertemuan organisasi ini. Menteri Luar Negeri Rusia kerap mengunjungi pertemuan, tapi Presiden Rusia tak pernah menghadiri konferensi tersebut, kecuali dalam pertemuan pertama, ketika ia menjadi tamu pribadi Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Selama dua tahun terakhir, level tersebut telah meningkat, dan PM Rusia yang mengepalai delegasi kerap menghadiri berbagai forum di Asia Tenggara.”
Setelah penyelenggaraan pertemuan APEC Vladivostok, upaya diam-diam untuk mengubah fokus ke Asia Tenggara menjadi siraman dingin bagi juara pertarungan ambisius ini.
Namun apa yang bisa ditawarkan Rusia pada Asia Tenggara? Ekspor potensi ekonomi Rusia, yang terbatas pada hidrokarbon, teknologi nuklir, serta perangkat militer, tak bisa menjadi landasan kuat bagi kemitraan yang kokoh.
Selain itu, sulit dibayangkan Moskow siap terjun dalam persaingan dan konflik internal di wilayah tersebut. Sepertinya strategi Putin akan membatasi upaya untuk memperdalam integrasi dengan kelompok terpilih tertentu seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Vietnam. Namun, jika interaksi saat ini dengan Asia Tenggara telah terbayar, ASEAN mungkin menjadi pintu gerbang Rusia untuk menjamah seluruh wilayah Asia Pasifik. (RBTH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar