Tidak ada rotan, akar pun berguna. Sebagai sesama bangsa Melayu, mungkin peribahasa inilah yang dipakai Malaysia saat menyatakan niatnya untuk membangun menara suar di perairan Tanjung Datuk, kecamatan Paloh, Kalimantan Barat. Pertumbuhan ekonomi yang kian seret, telah mendorong Malaysia untuk bersikap lebih kreatif, dan tentu saja harus lebih selektif dalam membuat berbagai perencanaan pembangunan yang akan diselenggarakannya. Segala kebutuhan harus terlebih dahulu melalui perhitungan yang matang dan mematuhi rambu-rambu skala prioritas.
Zaman serba mudah, sepertinya sudah mulai menjauh dari atmosfer pembangunan Malaysia..!
Pemikiran ini pulalah yang mendasari dibangunnya project menara suar Tanjung Datuk, yang kemudian kita ketahui bahwa project tersebut berhasil dihentikan oleh TNI AL. Pertanyaannya, benarkah apa yang sedang di bangun oleh Malaysia itu adalah sebuah menara suar?
Berikut kesimpulan dari sebuah obrolan siang tadi dengan seorang sahabat berkebangsaan Philipine. Sebut saja dia, Ben..!
Lelaki kekar asal Mindanao ini, sudah lama malang melintang dalam dunia engeneering. Pengalamannya yang luas telah membawanya melanglang buana ke berbagai pelosok dunia. Tak terhitung berapa perusahaan perminyakan lepas pantai yang ia singgahi sebagai tempat bergantung hidup. Sudah puluhan, atau bahkan mungkin ratusan platform rig yang ia bangun di seluruh perairan dunia. Dia juga terlibat pembangunan sebuah platform jacket terbesar di dunia yang dirancang dan dibangun oleh sebuah perusahaan engeneering USA, yang berkedudukan di Batu Ampar, Batam.
Produk yang dihasilkan perusahaannya itu, kemudian dikirim ke perairan Australia. Ada satu hal yang unik di sini. Selama puluhan tahun berpengalaman membangun rig, dia tidak pernah tahu untuk perusahaan mana pekerjaan itu dibuat. Dia hanya berpikir bahwa project yang dikerjakannya adalah untuk perusahaan yang menggajinya. Ciri seorang profesional sejati..! Tidak heran, karena itu pulalah, jika sedang ada project, dalam sebulan dia bisa mengantongi pendapatan bersih hingga puluhan ribu dollar..! Luar biasa bukan..?
Seperti pagi itu, beberapa bulan yang lalu. Dia baru saja kembali dari Philipine, setelah sekian lama tinggal di sana untuk menjenguk saudara-saudaranya yang tertimpa bencana badai topan haiyan. Uang dalam rekeningnya sudah ludes, untuk membiayai pembangunan kembali rumah-rumah saudaranya. Praktis dia hanya bergantung hidup pada penghasilan adiknya yang bekerja sebagai seorang chef pada sebuah restaurant Italia di kawasan wisata dan perbelanjaan terkemuka, Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Bosan dengan hidup sebagai pengangguran, akhirnya dia pun menerima tawaran untuk bekerja di sebuah perusahaan shipyard yang ada di Lumut, negara bagian Perak.
Hal yang membuatnya terkejut adalah ternyata project yang akan dia hadapi bukanlah pengerjaan sebuah konstruksi kapal. Ini adalah sebuah bangunan untuk pengeboran minyak lepas pantai. Namun ketika dia melihat detail arsitekturnya, keningnya mengernyit, karena ada bagian-bagian vital yang tidak tergambar di situ. Dia heran dan bingung, tidak mengerti dari mana minyak akan diambil, dan dimana minyak akan diolah dan disimpan, di sebelah mana kapal pengangkut akan mengambil minyak, dan lain-lain. Bangunan itu tidak seperti bangunan rig sebagaimana biasanya dia buat, tapi lebih mirip dengan sepotong kapal yang terpancang di tengah lautan. Naluri liarnya mulai ngelayap. Dia pun iseng bertanya. Apakah ini pesanan Petronas? Jawaban yang dia dapatkan adalah, ya milik Petronas, untuk MinDef..!
Mendengar jawaban itu, sontak dia terkejut bukan kepalang. Sejak kapan MinDef punya bisnis perminyakan lepas pantai? Namun dia kembali fokus mengamati detail gambar tersebut. Akhirnya dia pun mengerti mengapa bangunan ini dibuat. Hahaha..! Seketika kami tertawa..!
Ada kegundahan yang amat dalam dirasakan oleh para petinggi militer Malaysia, manakala Indonesia, Philipine dan negara ASEAN lainnya tengah sibuk memperkuat armada lautnya. Apalagi China semakin berani dan terang-terangan menyulut api amarah di ruang Laut China Selatan. Keinginan untuk mengakuisi armada tempur matra laut sebanyak-banyaknya, belakangan terasa begitu berat mengingat beban ekonomi yang semakin menghantui. Akhirnya, karena kapal tidak terbeli, apalagi mau beli kapal induk, masih jauuuuh..! Atau mungkin bisa dibilang, mimpi kali ye..? Para petinggi di lingkungan TLDM mengajukan sebuah rancangan pertahanan yang didasarkan pada konsep platform rig jacket seperti mana digunakan dalam industri minyak dan gas lepas pantai. Jangan main-main, ini project serius.
TLDM telah memesan beberapa kapal pendukung untuk setiap rig pertahanan yang dibangun. Selain itu, dalam perhelatan DSA2014 yang baru lalu, pemerintah Malaysia juga memesan beberapa system rudal dari Rusia dan system radar dari Perancis. Lagi-lagi ternyata semua pesanan itu akan di-install pada setiap rig pertahanan yang mereka bangun. Kelas rig pertahanan pun akan dibuat dengan level yang berjenjang. Ada yang sekelas corvet, fregate, atau bahkan ada yang sekelas destroyer. Untuk kelas yang terakhir, bahkan akan dilengkapi dengan pelabuhan submarines terapung dan fasilitas perbaikan kapal. Luar biasa..! Darimanakah semua biaya pendanaan project tersebut..?
Selalu saja ada ranting yang jatuh bilamana ada angin yang berhembus kencang. Seperti angin di siang tadi, ranting yang dijatuhkannya membawa sebuah kabar yang tertinggal oleh merpati yang mungkin tadi hinggap. Indonesia telah menerima bantuan militer yang jumlahnya super besar dari Russia dan China untuk tetap kukuh dengan posisinya sebagai negara yang netral.
Hahaha..! Mungkin ini juga sebuah jawaban atas pernyataan sahabat saya dari Korea yang menyebut Indonesia sebagai otak dagang, dan take it all and run..! Melihat gelagat ini, Malaysia memainkan kartu trufnya. Obama diundang, perjanjian Hishamudin dengan Pentagon direalisasikan, dan bantuan pun cair. Inilah hasilnya, dan tidak lama lagi konon akan menyusul beberapa helicopter tempur untuk menambah kekuatan ketiga matra dalam tubuh ATM, penawaran pespur baru dan atau up grade hornet TUDM. Wallahualam..! Merpati itu tak terlihat lagi, bahkan sangat sulit dibedakan mana kotoran merpati dan mana kotoran gagak. Soalnya di Kuala Lumpur, populasi gagaknya jauh lebih besar daripada merpatinya. Salam hangat bung..! Selamat merenung..! (by: yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 25 May 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar