Demikian isi siaran pers Kementerian Luar Negeri yang diterima VIVAnews pada Jumat, 16 Mei 2014. Marty turut menyarankan agar kedua pihak berkomunikasi demi menstabilkan situasi. Salah satunya bisa melalui penggunaan jalur komunikasi hotline yang telah disepakati sebelumnya.
"Hanya ada satu pilihan di depan kita: yaitu penyelesaian sengketa secara damai," ujar Marty.
Penggunaan kekerasan, pelanggaran hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut PBB dan DOC, lanjut Marty, tidak memiliki tempat di kawasan Asia Tenggara saat ini.
"Indonesia secara aktif berkomunikasi dengan semua pihak dan mendesak adanya komunikasi. Selain itu, kami juga meminta kedua pihak untuk menahan diri," kata Marty.
RI khawatir peningkatan ketegangan dan miskalkulasi ini akan menambah jumlah korban. Sejauh ini akibat manuver-manuver yang membahayakan, menyebabkan tidak hanya korban jiwa, tetapi juga adanya kerusakan materi.
Itu semua dipicu dari aksi pengeboran minyak oleh Tiongkok di laut yang tengah disengketakan dengan Vietnam. Kapal dari kedua negara lalu muncul di area itu.
Keduanya mengklaim saling ditabrak. Sementara itu, kapal Tiongkok terlihat menembakkan meriam air ke kapal Vietnam.
Tidak terima, warga Vietnam lalu berunjuk rasa dan membakar beberapa pabrik di area Bin Duongh. Sebanyak lima warga Vietnam dan satu pekerja Tiongkok tewas dalam aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh tersebut. (VivaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar