Milisi Ukraina pro-Rusia |
Sebanyak hampir 75 persen pemilih menggunakan hak suaranya di Kota Donetsk, salah satu wilayah di Ukraina Timur. Referendum ini tetap dilangsungkan di tengah kecaman Pemerintah Pusat Ukraina dan negara-negara barat.
Dalam referendum tersebut tidak ada pengamat independen yang melakukan pengawasan dalam pemungutan suara. Hal ini mengkhawatirkan sejumlah pihak jika nantinya hasil dari pemungutan suara tersebut dapat bermasalah.
Suasana pemilihan pada dua kota di Ukraina Timur, Donetsk dan Luhanks berlangsung cukup kondusif. Pemilih melakukan pemungutan suara dengan tenang dan tertib. Namun, keadaan menjadi tidak kondusif akibat adanya orang-orang bersenjata yang menembaki kerumunan di luar balai kota di Krasnoarmeisk.
Penembakan tersebut diduga dilakukan oleh anggota pengawal nasional Ukraina. Hal ini mengakibatkan ketegangan di wilayah tersebut selama berjam-jam. Anggota pengawal nasional Ukraina diduga melakukan hal itu karena ingin menghalangi pemungutan suara yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.
Ukraina telah menuduh Rusia mengobarkan kerusuhan pada masyarakat di wilayah bagian timur negara mereka. Kementerian Luar Negeri Ukraina menyatakan jika referendum yang masyarakat di wilayah timur negaranya lakukan adalah sebuah lelucon kriminal.
AS dan negara-negara barat lainnya juga mengatakan jika referendum tersebut melanggar hukum internasional dan dianggap tidak sah untuk dilakukan. Mereka tidak akan mengakui apapun hasil dalam referendum tersebut.
Hasil akhir dari referendum di wilayah Ukraina Timur tersebut akan dibahas sebagai penentuan status baru di wilayah tersebut. Status baru tersebut adalah apakah wilayah tersebut akan berpisah dengan Ukraina dan bergabung dengan Rusia.
"Kami hanya ingin menunjukan pada dunia jika kami ingin perubahan dan kami ingin didengar," ujar Roman Lyagin, kepala komisi pemilihan di Kota Donetsk pada Ahad (11/5). Hasil referendum tersebut diperkirakan akan keluar pada Senin sore. (ROL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar