Mengintai Jendela Tetangga:
LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM
Sejatinya, hari ini adalah hari libur. Kesempatan emas saya untuk mencurahkan kebahagiaan, kehangatan dan kecintaan bersama keluarga. Tapi tidak untuk saat ini..! Kemarin pagi, sebuah amplop berwarna cokelat tergeletak di atas meja kerja. Boss besar saya telah menyampaikan pesan pentingnya melalui email. Kami tidak sempat bertemu sebelum beliau bertolak ke Jedah, sementara saya masih berada di Brunei.
Hanya pesan biasa, tidak ada hal yang istimewa. Rincian menu Perancis untuk makan siang dan wine yang special. Hal yang sedikit mengerutkan kening adalah karena disitu ada bagian yang diwarnai sebagai tanda penekanan: “Keep it as a VIP order.” sambil merujuk pada nilai transaksi yang dalam bentuk dollar dan terbilang besar. Melihat pihak mana yang bertransaksi, saya hanya bisa mengangguk tanda maklum.
Namun tadi pagi sehabis joging, saya membaca artikel bung Narayana yang mengulas tentang rencana TNI AU yang akan mengakuisisi pesawat tempur Rafale F2 sebanyak 20 unit. Spontan lidah saya yang biasanya hanya bertutur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tadi pagi tiba-tiba saya terdorong untuk untuk bertutur dalam bahasa Perancis. Isteri saya yang melihat gelagat itu menjadi heran dan bertanya-tanya. Untunglah, isteri saya adalah wanita muslim Iran yang lahir dan besar di Bordeaux, Perancis. Jadi soal bahasa Perancis, mungkin dia jagonya. Hahaha..!
Sepanjang perjalanan ke kantor, pikiran saya terus menerawang. Meraba-raba siapa saja sosok yang akan saya temui nanti. Termasuk, pertanyaan apa yang mungkin bisa saya sampaikan dalam kesempatan tersebut.
Tidak terasa, kesibukan di dapur akhirnya sudah memasuki tahap finishing. Appetizer, soup, salad, cheese, maincourse, pasta, dessert, fruits, cake and pudding, coffee and tea, wine, cigar, hingga ke garnishing dan flowers, semua sudah stand by di atas serving table. Beberapa chef terbaik yang kami miliki, semua sudah siap membantu saya untuk membuat dan menyajikan hidangan terbaik dan menarik dari kami.
Tibalah saatnya, satu per satu tamu VIP yang kami nantikan mulai memasuki area dining room, yang sudah diset sedemikan rupa, sehingga terasa lebih indah dan elegan. Kami pun beraksi, menu demi menu kami keluarkan, hingga tinggallah mereka tersandar di atas kursi dengan perut yang kekenyangan, sembari mengobrol menikmati cerutu, minuman hangat dan cemilan kecil. Pada saat itulah, saya keluar untuk menyapa dan berbasa-basi. Satu per satu saya hampiri, bertanya kabar dan lain-lain.
Beberapa di antara mereka, ada yang sudah saya kenal, bahkan ada juga yang sudah sangat akrab. Di artikel saya yang sebelumnya mungkin saya pernah membahas salah satu sosok yang kebetulan pada kesempatan hari ini turut hadir juga bersama para petinggi militer Malaysia, yang apabila sedang berseragam akan terlihat deretan bintang di pundaknya. Saat yang paling mendebarkan adalah ketika saya harus menyapa salah satu pria bule jangkung dan ramah yang diapit oleh para pesohor di Malaysia. Dia adalah Daniel Fremont, CEO Dassault Aviation Malaysia. Ini adalah pertemuan kami yang kedua, setelah sebelumnya saya juga sempat bertemu dalam perhelatan DSA 2014 di PWTC. Senang sekali bisa bertemu lagi dengannya. Apalagi pada kesempatan ini, bisa dibilang dialah sosok sentralnya. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan salam dari Boss besar saya yang tidak bisa hadir. Saya juga tidak lupa mengucapkan selamat atas keberhasilannya menyelenggarakan event “UAV Siswa Challenge 2013-2014″ yang diikuti berbagai perguruan tinggi di Malaysia. Beberapa pertanyaan ringan pun sempat saya lontarkan.
Pada satu kesempatan, dia keceplosan berbahasa Perancis, sehingga langsung saya kejar juga dengan bahasa Perancis. Praktis, selama beberapa menit kami berkomunikasi dalam bahasa dia. Pertanyaan-pertanyan penting yang sedari rumah sudah disiapkan, berhasil disampaikan dengan baik dan mendapatkan jawaban yang cukup atau bahkan mungkin sangat menggembirakan. Berikut adalah kesimpulan yang saya peroleh:
A. Sebagaimana Indonesia, Malaysia juga akan mengakuisisi pesawat tempur Rafale, dan menyertakan industri lokalnya dalam program offset yang menyertainya.
B. Malaysia akan mengakuisi 18 unit/1 skuadron Rafale, dengan skema leasing yang telah ditawarkan oleh salah satu bank internasional yang bekerja sama dengan bank lokal.
C. Indonesia TERPAKSA/DITUNTUT untuk mengakuisi minimal 20 unit Rafale pada TAHAP AWAL, sebagai prasyarat untuk mendapatkan TOT pada salah satu teknologi penting tertentu, yang akan dikerjakan oleh PT DI.
D. Indonesia tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk TOT, tetapi seluruh nilai offset akan dialihkan untuk mendapatkan teknologi penting tertentu yang telah disepakati.
E. Mengingat 20 unit Rafale yang dipesan ini adalah pesanan tahap awal, berarti akan ada kontrak wajib untuk pesanan lain pada tahap-tahap berikutnya.
F. Yang justru menjadi pertanyaan terpenting dan terbesarnya adalah, berapa unitkah jumlah total Rafale yang dipesan oleh TNI AU pada Dassault Aviation?
(Untuk membantu agar lebih mudah mendapatkan jawabannya, bagaimana kalau kita rame-rame karungin Bung Narayana?) Hehehe..! Maaf cuma gurau Bung..!
Tidak terbayang bagaimana gemuruhnya angkasa raya Indonesia, manakala pespur-pespur itu berkejaran membelah langit dan merajut setiap jengkal kedaulatan yang terbentang luas di atas bumi khatulistiwa. Kali ini kita akan lebih gagah, meskipun sang tetangga turut memilikinya, bahkan rumah baru untuk mereka pun telah tuntas dibina.
Untuk pengetahuan semuanya, Malaysia baru saja meresmikan terbentuknya Markas Pemerintahan Wilayah Timur, atau kalau dibahasa Indonesiakan, mungkin artinya kurang lebih sama dengan Markas Komando Gabungan Wilayah Pertahanan di bagian Malaysia Timur, yang berkedudukan di Muara Tuang, kota Samarahan, Sarawak, Malaysia. Pada awal pendiriannya, konon tempat ini diperuntukan sebagai reaksi sekaligus juga langkah antisipasi terhadap kemungkinan semakin maraknya pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Sulu. Namun sahabat saya di Brunei mempertanyakannya, jika tujuannya untuk menghadapi pemberontak di Sabah, mengapa mereka mendirikannya di Sarawak, yang justru lebih dekat dengan Brunei dan Indonesia. Mau nangkis serangan dari Philipine, atau dari Brunei dan Indonesia?.
Yang jelas, menurut kabar burung yang nyangkut di pohon, Markas Pemerintahan Wilayah Timur, adalah sebuah soft reaction atas rencana strategis Indonesia yang akan segera membentuk beberapa Kogabwilhan, selain juga didorong oleh adanya aktifitas modernisasi fasilitas militer milik Brunei. Selamat bakar jagung, bung..! Hehehe..! (by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014).
LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM
Sejatinya, hari ini adalah hari libur. Kesempatan emas saya untuk mencurahkan kebahagiaan, kehangatan dan kecintaan bersama keluarga. Tapi tidak untuk saat ini..! Kemarin pagi, sebuah amplop berwarna cokelat tergeletak di atas meja kerja. Boss besar saya telah menyampaikan pesan pentingnya melalui email. Kami tidak sempat bertemu sebelum beliau bertolak ke Jedah, sementara saya masih berada di Brunei.
Hanya pesan biasa, tidak ada hal yang istimewa. Rincian menu Perancis untuk makan siang dan wine yang special. Hal yang sedikit mengerutkan kening adalah karena disitu ada bagian yang diwarnai sebagai tanda penekanan: “Keep it as a VIP order.” sambil merujuk pada nilai transaksi yang dalam bentuk dollar dan terbilang besar. Melihat pihak mana yang bertransaksi, saya hanya bisa mengangguk tanda maklum.
Namun tadi pagi sehabis joging, saya membaca artikel bung Narayana yang mengulas tentang rencana TNI AU yang akan mengakuisisi pesawat tempur Rafale F2 sebanyak 20 unit. Spontan lidah saya yang biasanya hanya bertutur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tadi pagi tiba-tiba saya terdorong untuk untuk bertutur dalam bahasa Perancis. Isteri saya yang melihat gelagat itu menjadi heran dan bertanya-tanya. Untunglah, isteri saya adalah wanita muslim Iran yang lahir dan besar di Bordeaux, Perancis. Jadi soal bahasa Perancis, mungkin dia jagonya. Hahaha..!
Sepanjang perjalanan ke kantor, pikiran saya terus menerawang. Meraba-raba siapa saja sosok yang akan saya temui nanti. Termasuk, pertanyaan apa yang mungkin bisa saya sampaikan dalam kesempatan tersebut.
Tidak terasa, kesibukan di dapur akhirnya sudah memasuki tahap finishing. Appetizer, soup, salad, cheese, maincourse, pasta, dessert, fruits, cake and pudding, coffee and tea, wine, cigar, hingga ke garnishing dan flowers, semua sudah stand by di atas serving table. Beberapa chef terbaik yang kami miliki, semua sudah siap membantu saya untuk membuat dan menyajikan hidangan terbaik dan menarik dari kami.
Tibalah saatnya, satu per satu tamu VIP yang kami nantikan mulai memasuki area dining room, yang sudah diset sedemikan rupa, sehingga terasa lebih indah dan elegan. Kami pun beraksi, menu demi menu kami keluarkan, hingga tinggallah mereka tersandar di atas kursi dengan perut yang kekenyangan, sembari mengobrol menikmati cerutu, minuman hangat dan cemilan kecil. Pada saat itulah, saya keluar untuk menyapa dan berbasa-basi. Satu per satu saya hampiri, bertanya kabar dan lain-lain.
Beberapa di antara mereka, ada yang sudah saya kenal, bahkan ada juga yang sudah sangat akrab. Di artikel saya yang sebelumnya mungkin saya pernah membahas salah satu sosok yang kebetulan pada kesempatan hari ini turut hadir juga bersama para petinggi militer Malaysia, yang apabila sedang berseragam akan terlihat deretan bintang di pundaknya. Saat yang paling mendebarkan adalah ketika saya harus menyapa salah satu pria bule jangkung dan ramah yang diapit oleh para pesohor di Malaysia. Dia adalah Daniel Fremont, CEO Dassault Aviation Malaysia. Ini adalah pertemuan kami yang kedua, setelah sebelumnya saya juga sempat bertemu dalam perhelatan DSA 2014 di PWTC. Senang sekali bisa bertemu lagi dengannya. Apalagi pada kesempatan ini, bisa dibilang dialah sosok sentralnya. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan salam dari Boss besar saya yang tidak bisa hadir. Saya juga tidak lupa mengucapkan selamat atas keberhasilannya menyelenggarakan event “UAV Siswa Challenge 2013-2014″ yang diikuti berbagai perguruan tinggi di Malaysia. Beberapa pertanyaan ringan pun sempat saya lontarkan.
Pada satu kesempatan, dia keceplosan berbahasa Perancis, sehingga langsung saya kejar juga dengan bahasa Perancis. Praktis, selama beberapa menit kami berkomunikasi dalam bahasa dia. Pertanyaan-pertanyan penting yang sedari rumah sudah disiapkan, berhasil disampaikan dengan baik dan mendapatkan jawaban yang cukup atau bahkan mungkin sangat menggembirakan. Berikut adalah kesimpulan yang saya peroleh:
A. Sebagaimana Indonesia, Malaysia juga akan mengakuisisi pesawat tempur Rafale, dan menyertakan industri lokalnya dalam program offset yang menyertainya.
B. Malaysia akan mengakuisi 18 unit/1 skuadron Rafale, dengan skema leasing yang telah ditawarkan oleh salah satu bank internasional yang bekerja sama dengan bank lokal.
C. Indonesia TERPAKSA/DITUNTUT untuk mengakuisi minimal 20 unit Rafale pada TAHAP AWAL, sebagai prasyarat untuk mendapatkan TOT pada salah satu teknologi penting tertentu, yang akan dikerjakan oleh PT DI.
D. Indonesia tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk TOT, tetapi seluruh nilai offset akan dialihkan untuk mendapatkan teknologi penting tertentu yang telah disepakati.
E. Mengingat 20 unit Rafale yang dipesan ini adalah pesanan tahap awal, berarti akan ada kontrak wajib untuk pesanan lain pada tahap-tahap berikutnya.
F. Yang justru menjadi pertanyaan terpenting dan terbesarnya adalah, berapa unitkah jumlah total Rafale yang dipesan oleh TNI AU pada Dassault Aviation?
(Untuk membantu agar lebih mudah mendapatkan jawabannya, bagaimana kalau kita rame-rame karungin Bung Narayana?) Hehehe..! Maaf cuma gurau Bung..!
Tidak terbayang bagaimana gemuruhnya angkasa raya Indonesia, manakala pespur-pespur itu berkejaran membelah langit dan merajut setiap jengkal kedaulatan yang terbentang luas di atas bumi khatulistiwa. Kali ini kita akan lebih gagah, meskipun sang tetangga turut memilikinya, bahkan rumah baru untuk mereka pun telah tuntas dibina.
Untuk pengetahuan semuanya, Malaysia baru saja meresmikan terbentuknya Markas Pemerintahan Wilayah Timur, atau kalau dibahasa Indonesiakan, mungkin artinya kurang lebih sama dengan Markas Komando Gabungan Wilayah Pertahanan di bagian Malaysia Timur, yang berkedudukan di Muara Tuang, kota Samarahan, Sarawak, Malaysia. Pada awal pendiriannya, konon tempat ini diperuntukan sebagai reaksi sekaligus juga langkah antisipasi terhadap kemungkinan semakin maraknya pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Sulu. Namun sahabat saya di Brunei mempertanyakannya, jika tujuannya untuk menghadapi pemberontak di Sabah, mengapa mereka mendirikannya di Sarawak, yang justru lebih dekat dengan Brunei dan Indonesia. Mau nangkis serangan dari Philipine, atau dari Brunei dan Indonesia?.
Yang jelas, menurut kabar burung yang nyangkut di pohon, Markas Pemerintahan Wilayah Timur, adalah sebuah soft reaction atas rencana strategis Indonesia yang akan segera membentuk beberapa Kogabwilhan, selain juga didorong oleh adanya aktifitas modernisasi fasilitas militer milik Brunei. Selamat bakar jagung, bung..! Hehehe..! (by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar