Jakarta (MI) : Indonesia akan memiliki bandar
antariksa beserta roket peluncur satelit sejauh 700 kilometer dalam 25
tahun ke depan. Tak ketinggalan satelit penginderaan jauh dan satelit
komunikasi.
Saat ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) tengah
menyiapkan rencana induk 25 tahun (2015-2040) yang di dalamnya berisi
rencana pembangunan program-program tersebut. Rencana induk ini juga
untuk mendukung UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan.
Untuk roket peluncur satelit, Lapan kini fokus merancang dan mengembangkan roket muatan atau sonda. Namun pengembangan roket ini mengalami hambatan.
"Cita-cita itu ada, jadi roket untuk peluncur satelit itu menjadi cita-cita pengembangan roket di Lapan," kata Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin kepada Liputan6.com saat bertandang ke kantornya di Jakarta baru-baru ini.
Namun tak mudah untuk bisa merealisasikan mimpi membangun roket peluncur itu. Sebab, kata Djamaluddin, tak ada institusi di negara mana pun yang bersedia membagi ilmu pembangunan roket begitu saja. "Teknologinya itu tidak bisa dipelajari sendiri."
Untuk roket peluncur satelit, Lapan kini fokus merancang dan mengembangkan roket muatan atau sonda. Namun pengembangan roket ini mengalami hambatan.
"Cita-cita itu ada, jadi roket untuk peluncur satelit itu menjadi cita-cita pengembangan roket di Lapan," kata Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin kepada Liputan6.com saat bertandang ke kantornya di Jakarta baru-baru ini.
Namun tak mudah untuk bisa merealisasikan mimpi membangun roket peluncur itu. Sebab, kata Djamaluddin, tak ada institusi di negara mana pun yang bersedia membagi ilmu pembangunan roket begitu saja. "Teknologinya itu tidak bisa dipelajari sendiri."
"Tidak ada sekolah yang memberikan ilmu pengembangan roket, karena
ini sangat sensitif. Roket bisa dimanfaatkan untuk keperluan militer,
sehingga negara-negara tidak mungkin memberikan begitu saja teknologi
roket itu. Sehingga kita harus mengembangkan sendiri atau mungkin
bermitra dengan negara mitra kita," tandas Djamaluddin.
Belum lagi, kata Djamaluddin, kebijakan Missile Technology Control Regime (MTCR) yang juga harus dipertimbangkan. MTCR itu adalah semacam perjanjian internasional terkait pembatasan teknologi misil, roket yang dimuati persenjataan. Saat ini Lapan tengah mempelajari kebijakan MTCR itu.
"Kita belajar bagaimana Brazil misalkan, ketika membuat bandar antariksa termasuk juga eksperimen peluncuran roket itu. Pada tahap awal memang bersikukuh tidak mau ikut dalam MTCR. Tapi dalam perkembangannya, itu tidak bisa bertahan seperti itu. Kemudian ikut dalam perjanjian internasional tersebut, tetapi dengan aturan-aturan yang ketat," papar Djamaluddin.
Belum lagi, kata Djamaluddin, kebijakan Missile Technology Control Regime (MTCR) yang juga harus dipertimbangkan. MTCR itu adalah semacam perjanjian internasional terkait pembatasan teknologi misil, roket yang dimuati persenjataan. Saat ini Lapan tengah mempelajari kebijakan MTCR itu.
"Kita belajar bagaimana Brazil misalkan, ketika membuat bandar antariksa termasuk juga eksperimen peluncuran roket itu. Pada tahap awal memang bersikukuh tidak mau ikut dalam MTCR. Tapi dalam perkembangannya, itu tidak bisa bertahan seperti itu. Kemudian ikut dalam perjanjian internasional tersebut, tetapi dengan aturan-aturan yang ketat," papar Djamaluddin.
"Kita belum terpikir masalah yang terkait dengan MTCR seperti itu,
apakah kita masuk atau tidak? Masih banyak faktor yang dipertimbangkan
di sana" imbuh ahli astronomi ini.
Meluncur 2040
Sementara Kepala Pusat Teknologi Roket (Kapustekroket) Rika Andiarti
mengatakan, rencana induk ini masih dalam pembahasan. Namun, dia
optimistis Indonesia akan mengejar ketertinggalan teknologi peroketan
pada 2040 mendatang.
Untuk meluncurkan satelit sendiri sebenarnya sudah diproyeksikan pada
2021, tapi peluncurannya di bawah 700 kilometer sekitar orbit 300-400
kilometer. Sedangkan terget orbit di radius 700 kilometer pada 2040.
"Kami memang sekarang sedang mempersiapkan rencana induk
keantariksaan untuk 25 tahun mendatang. Inginnya di tahun 2040 kami
sudah mampu meluncurkan satelit remote sensing seberat 1 ton ke orbit 700 kilometer," harap wanita berkerudung ini.
Menurut Rika, saat ini Lapan telah mengembangkan roket besar RX-550 dan RX-420 dengan jangkauan di atas 200 kilometer. Untuk menyempurnakan roket ini, Lapan menggandeng beberapa negara lain, salah satunya Ukraina.
Menurut Rika, saat ini Lapan telah mengembangkan roket besar RX-550 dan RX-420 dengan jangkauan di atas 200 kilometer. Untuk menyempurnakan roket ini, Lapan menggandeng beberapa negara lain, salah satunya Ukraina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar