ANALISIS-(IDB): Sebuah
laporan rahasia tak sengaja ter-posting ke internet oleh staf
inteligen laut Amerika Serikat yang menyatakan Angkatan Laut China (PLA
Navy) telah membuat perkembangan cepat terhadap berbagai platform
persenjataan modern. Strategi Angkatan laut China sedang difokuskan
untuk menjelajahi daerah yang disebut first island chain, yang meliputi
Laut China Selatan hingga Selat Malaka, Laut Philipina hingga Laut
Jepang.
Adapun strategi second island chain
lebih mengerikan lagi, yakni penyatuan/reunifikasi dengan Taiwan serta
membuat garis pertahanan di jalur perdagangan laut. Menurut laporan
intelijen yang bocor, Angkatan Laut China sedang memperkuat kemampuan
mereka apabila pada masa depan harus berkonflik dengan Amerika Serikat
atas Kasus Taiwan. Angkatan laut China melakukan program anti-access and
anti-surface warfare dan secara simultan menyusun struktur “the
command, control, communications, computers, intelligence, surveillance,
and reconnaissance (C4ISR)” untuk keperluan joint operation.
Laporan intelijen AS beberapa tahun lalu mulai terbukti.
Secara
tersamar, anti-acces mulai diterapkan China dengan membentuk Zona
Identifikasi Pertahanan Udara (Air Defense Identification Zone / ADIZ)
di Wilayah Laut China Timur. Setiap pesawat yang lewat di wilayah itu,
harus melapor kepada China dan yang mengabaikan terancam tindakan
militer. Pesan yang ditangkap sangat jelas. Zona yang dilakukan secara
sepihak ini menunjukkan China mulai memperkuat pengaruh dan
cengkeramannya di wilayah itu.
Meski mendapatkan penentangan dari AS, Jepang dan Korea Selatan,
China tetap memberlakukannya. Anehnya,Presiden Obama akhirnya meminta
maskapai penerbangan sipil AS mematuhi aturan China tersebut. Secara
perlahan tapi pasti, situasi ini bisa dimanfaatkan China, sebagai klaim
de facto atas wilayah tersebut.
Dalam waktu hampir bersamaan, China juga memperkuat eksistensinya di
wilayah Laut China Selatan (LCS) yang mereka klaim, dengan mengirim
Kapal Induk Liaoning berlayar menuju Selat Taiwan. Liaoning meninggalkan
pangkalannya di Pelabuhan Qingdao, Provinsi Shandong, China Utara,
dikawal dua destroyer Shenyang dan Shijiazhuang, serta dua frigat Yantai
dan Weifang. Menurut China, keberangkatan pelayaran kapal induk Lioning
merupakan bagian dari latihan militer.
Tentulah gerakan Angkatan Laut China ini dipantau oleh Jepang dan
Amerika Serikat. China yang cerdik tidak berlayar ke Laut China Timur
tempat pulau sengketa China-Jepang, Senkaku/ Diaoyu, melainkan langsung ke Laut China Selatan.
China bermain halus terhadap Jepang dan AS, karena di saat bersamaan,
Kelompok Tempur yang dipimpin kapal induk USS George Washington juga
terlibat latihan bersama Maritime Self-Defense Force Jepang dari
Okinawa. AS juga mengirim kapal selamnya dari Guam, untuk memantau
pergerakan kapal induk Liaoning.
Untuk sementara Jepang aman, tapi bagaimana dengan negara-negara
Asean yang sejumlah anggotannya bersengketa dengan China di wilayah di
Laut China Selatan ?
Tindakan China ini dianggap sebagai ambisi mereka untuk menciptakan
blue navy dan telah menjadi fokus kampanye di dalam negeri untuk
membangkitkan patriotisme. Angkatan Laut China mengatakan misi ini akan
rutin dilakukan dan apa yang dilakukan kapal induk Liaoning masih dalam
tahap uji coba.
Pengamat militer menilai apa yang dilakukan pemerintah China
berindikasi bahwa mereka akan menempatkan kapal induk di Laut China
Selatan secara permanen, menyusul semakin tingginya ketegangan dengan
Filiphina dan Vietnam, serta negara lain yang mencoba meng-klaim Laut
China Selatan.
Di saat yang bersamaan, di Front Laut China Timur, People’s
Liberation Army Navy Air Force melakukan latihan peperangan, pasca
melintasnya bomber AS B-52 di air defense identification zone China.
Lusinan pesawat tempur J-10 yang terbagi ke dalam tim biru dan merah,
saling beradu keahlian bertempur. Skadron dari kedua tim ini juga
mendapatkan bantuan dari Kapal Perang Permukaan dari PLA Navy.
Menurut CCTV pilot-pilot J-10 tidak hanya melakukan simulasi saling
menembak tapi juga berlatih menenggelamkan kapal permukaan dari kelompok
lain. Salah seorang pilot yang ikut latihan mengatakan dia menghabiskan
waktu 10 jam bersama pesawat J-10 dan begitu juga pilot-pilot lainnya,
untuk hal melihat kesiapan para pilot tempur dan kru di darat serta
kapal permukaan. Latihan dilakukan untuk menghadapi konflik dengan
Jepang di laut China Timur, sehingga para pilot sudah terbiasa dengan
medan yang sesungguhnya.
Di bagian lain Kapal induk Liaoning beserta kapal pengawalnya terus
belayar menuju Laut China Selatan, menuju wilayah yang disengketakan. Di
LCS ini kapal induk Liaoning berlatih perang, termasuk menyesuaikan
diri dengan kondisi laut yang berbeda.
Kementerian Pertahanan China menegaskan, untuk pertama kalinya
Angkatan Laut China memiliki kemampuan dermaga dan layanan kapal induk
di Pelabuhan Sanya, Provinsi Hainan Cina Selatan. “Dengan dibangunnya
pelabuhan kapal induk di Sanya, China telah memperluas jangkauan
operator di Laut Cina Selatan”, ujar Wakil Direktur Naval Military
Studies Research Institute, Zhang Junshe. Pelabuhan asal kapal induk
Lioning adalah Qingdao, di Provinsi Shandong, China Utara. Ke depannya
China akan menempatkan kapal induknya di Laut China Selatan secara
permanen di dukung logistik dari Pelabuhan Sanya Provinsi Hainan.
Ketergantungann China yang semakin meningkat terhadap energi yang
dimpor menciptakan kepentingan strategis yang global dari China.
Ketergantungan itu pada gilirannya memerlukan pengembangan kapasitas
dari profil Angkatan Laut China. Untuk merespon kebutuhan yang mendesak
itu, PLA Navy mulai membangun kapal tambahan untuk proyeksi ‘laut biru’
yang dapat mendukung operasi Angkatan Laut meski jauh dari daratan
China. Hal ini termasuk pengadaan Kapal Rumah Sakit Anwei Class serta
Kapal pengisian ulang bahan bakar Fuchi Class.
Liaoning merupakan kapal induk untuk latihan. China menargetkan kapal
induk buatan mereka selesai pada tahun 2015. Pemerintah Cina pun mulai
mengajukan pembelian Su-33 Rusia carrier-borne fighter, untuk memulai
program penerbangan kapal induk. China membutuhkan kapal induk dan
armada pendukungnya untuk menerapkan proyeksi angkatan laut dan kontrol
terhadap “second island chain”.
Saat ini Angkatan laut China mulai menunjukkan perkembangan yang
nyata dan bergerak dari segi kuantiti ke kualiti dengan cara membangun
struktur C4ISR dan pasukan profesional, untuk mendukung efektifnya
peluncuran joint operation. Operasi kapal-kapal selam China pun mulai
meluas layaknya operasi kapal kapal besar.
Fatalnya negara-negara ASEAN tidak bisa menemukan kata sepakat atas
sikap mereka terhadap konflik Laut China Selatan. Bahkan joint public
statement pun tidak dilakukan usai pertemuan tahunan ASEAN 2013. Code of
Conduct tahun 2002 yang ditandatangani anggota ASEAN untuk
menyelesaikan sengketa di LCS dengan cara damai, terus menerus diabaikan
oleh beberapa negara yang bersaing atas kayanya sumber daya alam di
LCS.
Kekosongan kekuatan di LCS pasca AS menutup pangkalan militernya di
Filiphina, mulai dimanfaatkan dan diisi oleh China. Kini China mengklaim
hampir seluruh Laut China Selatan, menabrak batas-batas laut negara
tetangganya dan mengangkangi norma-norma internasional.
Berbeda dengan di Laut China Timur, langkah Amerika Serikat di LCS
lebih hati-hati dan tidak mengarah kepada konfrontasi militer dengan
China. Hal ini dimanfaatkan oleh China, untuk terus memperkuat
cengkeramannya di LCS.
Bulan Juni 2013, Presiden Filiphina Aquino meminta jaminan dari AS
bahwa jika Filiphina diserang, AS akan terlibat dalam peperangan. Namun
permintaan itu ditolak. AS menolak untuk berpihak dalam sengketa wilayah
namun hanya menawarkan bilateral Mutual Defense Treaty, yang berarti
tidak otomatis terlibat dalam aksi militer.
Sikap yang berbeda ditunjukkan AS saat China memberlakukan Zona
Identifikasi Pertahanan Udara di Laut China Timur yang membuat Jepang
meradang. Dengan gamblang AS mengatakan akan berada di pihak Jepang jika
terjadi konlik militer dengan China. Di mata AS, ASEAN belum sepenting
Jepang, sehingga sikap AS pun berbeda. Negara-negara ASEAN harus tahu
diri.
Namun
menyatukan sikap ASEAN terlihat masih susah. Vietnam meski
bersengketa wilayah dengan China, tetap menjaga hubungan baik dengan
China karena tingginya ketergantungan ekonomi. Sementara negara-negara
yang tidak terlibat sengketa wilayah seperti Thailand, Singapura,
Kamboja, Indonesia dan Laos, juga tidak berani bersikap keras menentang
tindakan China yang mengklaim hampir seluruh laut China Selatan. Bahkan
ketika Filipina bersitegang dengan China soal kepulauan Scarborough,
Malaysia mengatakan, jika negara tetangganya berperang, tidak otomastis
mereka ikut berperang.
Negara negara Asia Tenggara jangan berpikir jika konflik dengan China
meletus, Amerika Serikat dengan serta merta melindungi mereka. Negara
Asean harus membangun kekuatannya sendiri sambil menjalin kerjasama
militer regional yang lebih besar. Jika hal ini tidak terjadi maka, masa
depan Asean tinggalah sejarah, terpecah dan terkoyak-koyak kekuatan
besar. Kehadiran kapal induk China di Laut China Selatan, tinggal
menunggu waktu.
Sumber : JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar