JAKARTA-(IDB) : Industri penerbangan dan kedirgantaraan di Indonesia sudah berumur lebih
dari setengah abad. Namun, kiprah dan cemerlangnya industri ini dikenal
saat era kepemimpinan Presiden Soeharto. Saat itu Indonesia punya
catatan membanggakan di bidang kedirgantaraan. Di bawah komando BJ
Habibie, putra-putri terbaik Indonesia sukses merancang dan membuat
pesawat yang kemudian dikenal dengan nama pesawat N250 Gatot Kaca.
Setelah itu ada pesawat turboprop N250 yang dirancang BJ Habibie pada akhir 1990-an. Namun gagal dikembangkan dan sampai sekarang mangkrak di PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Itu terjadi saat krisis moneter di akhir 1997-1998.
BUMN yang dulu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) gagal mendapat pendanaan dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menuntaskan pesawat turboprop N250. Padahal, jika dikembangkan, pesawat sipil berkapasitas 60-80 penumpang digadang-gadang menjadi pesaing ATR, pesawat terbang buatan Prancis-Italia.
Setelah sekian lama tertidur, ambisi untuk mengembangkan pesawat oleh anak negeri kembali menggeliat. PT Dirgantara Indonesia (DI) kembali tergugah melanjutkan kesuksesan pembuatan pesawat lokal. Kemarin, Selasa (25/2), PT DI menandatangani perjanjian kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Kerja sama ini meliputi perancangan dan pembiayaan pengembangan pesawat N219.
Penandatanganan dilakukan di Kantor Pusat LAPAN, Rawamangun, Jakarta Timur. Penandatanganan kerja sama ini dilakukan langsung oleh Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin
"Ini merupakan sejarah baru sebagai sinergi antar lembaga dalam mendukung kemajuan industri dirgantara di Indonesia," ucap Budi saat acara penandatanganan di Jakarta.
Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin mengatakan rancang bangun pembuatan N219 merupakan bagian pemersatu bangsa di bidang transportasi udara dan sebagai bukti kemampuan anak bangsa dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pesawat.
Rencananya, integrasi komponen pesawat akan dilaksanakan pada 2015 ditandai dengan roll out pesawat pertama. Bagaimana spesifikasi pesawat buatan putra putri Indonesia itu? Pesawat berkapasitas 19 tempat duduk ini cocok untuk penerbangan perintis. Pesawat ini tergolong mudah dan sederhana dalam proses perawatannya.
N219 memiliki konfigurasi yang dapat diubah dengan cepat, biaya operasi rendah, bersertifikasi dasar CASR 23 dan menggunakan sepasang mesin PT6A-42 yang masing-masing berkekuatan 850 daya kuda.
Dari keterangan yang diperoleh merdeka.com, pesawat ini dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo. Pesawat ini memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu yang fleksibel.
N219 mampu lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek atau hanya memerlukan landasan 500 hingga 600 meter. Pesawat ini juga dilengkapi dengan alat bantu navigasi sehingga mampu lepas landas dan mendarat di bandara bandara perintis dengan peralatan minimal.
Selain kelebihan-kelebihan itu, merdeka.com mencatat fakta-fakta lain seputar pesawat N219 buatan anak negeri.
Berikut paparannya :
1. Terbang Dua Tahun Lagi
Direktur Utama PT DI Budi Santoso mengatakan, saat ini pesawat N219 telah selesai tahap preliminary design/desain awal atau estimasi jenis material, mutu material, serta dimensi material yang akan digunakan untuk membentuk struktur. Setelah itu akan memasuki detail design, kemudian memasuki pembuatan komponen.
"Rencananya, integrasi pesawat akan dilaksanakan pada 2016 ditandai dengan roll out pesawat pertama. N219 akan terbang perdana pada 2016," katanya.
Direktur Komersial dan Restrukturisasi PT DI, Budiman Saleh, mengatakan, ?rentang waktu antara pengenalan prototipe dengan penerbangan perdana biasanya dalam rentang waktu maksimal satu tahun. Sehingga, diperkirakan awal 2016 pesawat N219 bisa langsung diantarkan ke maskapai pemesan.
2. Kandungan Lokal N-219 60 Persen
Direktur Pengembangan Teknologi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Andi Alisjahbana, mengakui 40 persen komponen pesawat N219 masih didatangkan dari luar negeri alias impor. Salah satu komponen yang pasti diimpor adalah bagian mesin.
Meski begitu, Andi menyebut pesawat N219 adalah pesawat buatan PT DI yang paling banyak menggunakan komponen lokal. Pihaknya terus berusaha agar rancangan dan komponen bisa dihadirkan dari dalam negeri.
"Ini komponen lokal tertinggi pesawat kita, target kita itu menuju 60 persen produk lokal," ucap Andi di kantor pusat LAPAN, Jakarta, Selasa (25/2).
Komponen pesawat lokal N219 jauh lebih besar dibandingkan pesawat CN250 yang telah dulu beroperasi. Pada CN250 komponen impor masih sangat banyak di mana mulai dari komponen mesin hingga kaca pesawat.
"Semua di CN219 kita ingin lebih, kita ingin roda mendarat buatan Indonesia, belum tentu PT DI yang buat tapi bisa saja sub kontraktor. CN 250 dulu kacanya saja kita impor," akunya.
Impor mesin pesawat CN219, lanjutnya, diimpor dari pabrikan Pratt and Whitney asal Kanada.?
3. Habiskan Rp 400 Miliar
Merdeka.com - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk pengembangan pesawat N219 bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dana ini akan digunakan untuk dua tahun yaitu 2014 dan 2015.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan S Prabowo mengatakan, tahun ini anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 310 miliar. Sedangkan sisanya atau sekitar USD 90 miliar akan digunakan untuk tahun depan.
"Komitmen kita tahun 2014 itu Rp 310 dan sisanya 2015," ucap Gunawan di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Dia menegaskan, anggaran ini diakui tidak digunakan untuk kepentingan komersil atau mengambil keuntungan.
"Kita kan pusat teknologi penerbangan, dunia penerbangan engineering kita improve kemampuan engga ada barangnya ya engga bisa. Bagi enginer Lapan jadi wahana penelitian. Ada feedback kita masuk ke pesawat terbang," tegasnya.
4. Sudah 200 pesawat dipesan
PT Dirgantara Indonesia (PT KAI) bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menargetkan pesawat N 219 mengudara pada 2016. Itu artinya, pesawat buatan anak negeri tersebut ditargetkan lolos sertifikasi paling lambat tahun tersebut.
Kepala Program N 219 Lapan Agus Aribowo mengatakan walau masih dalam tahap pengembangan, pesawat tersebut sudah banyak di pesan. Pemesannya beragam, mulai dari maskapai penerbangan, pemerintah daerah, hingga negara tetangga.
Berikut rinciannya:
1. Maskapai Lion Air 100 unit
2. Nusantara Buana Air 30 unit
3. Pemda Papua dan Papua Barat 15 unit
4. Pemda Aceh 6 unit
5. Pemda Sulawesi 6 unit
6. Pemda Riau 4 unit
7. Thailand (Nomad) pengawas pantai sebanyak 18 unit dan cadangan 2 unit
8. TNI AL (Nomad) 1 skuadron 9-15 pesawat.
5. Lebih Unggul Dari Otter Twin
Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengatakan, harga satu pesawat ini sekitar USD 4,5 juta. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan pesawat sekelasnya yaitu twin otter yang harganya mencapai USD 6-7 juta.
"Kalau di jual harganya sekitar USD 4,5 juta," ucap Andi di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Meski lebih murah, Andi mengklaim banyak kelebihan yang melekat dalam pesawat N219 dibandingkan twin otter. Salah satunya dari sisi desain. Desain pesawat twin otter sudah ketinggalan zaman.
"Twin otter itu dulu diproduksi bombardier, dan mereka tidak produksi lagi kemudian sekarang dikembangkan perusahaan kecil. Desain mereka tidak berubah dari tahun 1960. Kita desain era 2000-an," jelas Andi.
Menurutnya, kemampuan pesawat N 219 dalam mengangkut barang dan kargo juga melebihi kemampuan twin otter. Kemampuan N 219 500 Kilogram lebih besar dibandingkan twin otter.
"Kemampuan kita lebih besar karena menggunakan teknologi baru. Tapi kalau masalah fuel (bahan bakar) kira kira sama, tapi kelebihannya kita loadnya lebih besar," tutupnya.
Setelah itu ada pesawat turboprop N250 yang dirancang BJ Habibie pada akhir 1990-an. Namun gagal dikembangkan dan sampai sekarang mangkrak di PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Itu terjadi saat krisis moneter di akhir 1997-1998.
BUMN yang dulu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) gagal mendapat pendanaan dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menuntaskan pesawat turboprop N250. Padahal, jika dikembangkan, pesawat sipil berkapasitas 60-80 penumpang digadang-gadang menjadi pesaing ATR, pesawat terbang buatan Prancis-Italia.
Setelah sekian lama tertidur, ambisi untuk mengembangkan pesawat oleh anak negeri kembali menggeliat. PT Dirgantara Indonesia (DI) kembali tergugah melanjutkan kesuksesan pembuatan pesawat lokal. Kemarin, Selasa (25/2), PT DI menandatangani perjanjian kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Kerja sama ini meliputi perancangan dan pembiayaan pengembangan pesawat N219.
Penandatanganan dilakukan di Kantor Pusat LAPAN, Rawamangun, Jakarta Timur. Penandatanganan kerja sama ini dilakukan langsung oleh Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin
"Ini merupakan sejarah baru sebagai sinergi antar lembaga dalam mendukung kemajuan industri dirgantara di Indonesia," ucap Budi saat acara penandatanganan di Jakarta.
Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin mengatakan rancang bangun pembuatan N219 merupakan bagian pemersatu bangsa di bidang transportasi udara dan sebagai bukti kemampuan anak bangsa dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pesawat.
Rencananya, integrasi komponen pesawat akan dilaksanakan pada 2015 ditandai dengan roll out pesawat pertama. Bagaimana spesifikasi pesawat buatan putra putri Indonesia itu? Pesawat berkapasitas 19 tempat duduk ini cocok untuk penerbangan perintis. Pesawat ini tergolong mudah dan sederhana dalam proses perawatannya.
N219 memiliki konfigurasi yang dapat diubah dengan cepat, biaya operasi rendah, bersertifikasi dasar CASR 23 dan menggunakan sepasang mesin PT6A-42 yang masing-masing berkekuatan 850 daya kuda.
Dari keterangan yang diperoleh merdeka.com, pesawat ini dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo. Pesawat ini memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu yang fleksibel.
N219 mampu lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek atau hanya memerlukan landasan 500 hingga 600 meter. Pesawat ini juga dilengkapi dengan alat bantu navigasi sehingga mampu lepas landas dan mendarat di bandara bandara perintis dengan peralatan minimal.
Selain kelebihan-kelebihan itu, merdeka.com mencatat fakta-fakta lain seputar pesawat N219 buatan anak negeri.
Berikut paparannya :
1. Terbang Dua Tahun Lagi
Direktur Utama PT DI Budi Santoso mengatakan, saat ini pesawat N219 telah selesai tahap preliminary design/desain awal atau estimasi jenis material, mutu material, serta dimensi material yang akan digunakan untuk membentuk struktur. Setelah itu akan memasuki detail design, kemudian memasuki pembuatan komponen.
"Rencananya, integrasi pesawat akan dilaksanakan pada 2016 ditandai dengan roll out pesawat pertama. N219 akan terbang perdana pada 2016," katanya.
Direktur Komersial dan Restrukturisasi PT DI, Budiman Saleh, mengatakan, ?rentang waktu antara pengenalan prototipe dengan penerbangan perdana biasanya dalam rentang waktu maksimal satu tahun. Sehingga, diperkirakan awal 2016 pesawat N219 bisa langsung diantarkan ke maskapai pemesan.
2. Kandungan Lokal N-219 60 Persen
Direktur Pengembangan Teknologi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Andi Alisjahbana, mengakui 40 persen komponen pesawat N219 masih didatangkan dari luar negeri alias impor. Salah satu komponen yang pasti diimpor adalah bagian mesin.
Meski begitu, Andi menyebut pesawat N219 adalah pesawat buatan PT DI yang paling banyak menggunakan komponen lokal. Pihaknya terus berusaha agar rancangan dan komponen bisa dihadirkan dari dalam negeri.
"Ini komponen lokal tertinggi pesawat kita, target kita itu menuju 60 persen produk lokal," ucap Andi di kantor pusat LAPAN, Jakarta, Selasa (25/2).
Komponen pesawat lokal N219 jauh lebih besar dibandingkan pesawat CN250 yang telah dulu beroperasi. Pada CN250 komponen impor masih sangat banyak di mana mulai dari komponen mesin hingga kaca pesawat.
"Semua di CN219 kita ingin lebih, kita ingin roda mendarat buatan Indonesia, belum tentu PT DI yang buat tapi bisa saja sub kontraktor. CN 250 dulu kacanya saja kita impor," akunya.
Impor mesin pesawat CN219, lanjutnya, diimpor dari pabrikan Pratt and Whitney asal Kanada.?
3. Habiskan Rp 400 Miliar
Merdeka.com - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk pengembangan pesawat N219 bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dana ini akan digunakan untuk dua tahun yaitu 2014 dan 2015.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan S Prabowo mengatakan, tahun ini anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 310 miliar. Sedangkan sisanya atau sekitar USD 90 miliar akan digunakan untuk tahun depan.
"Komitmen kita tahun 2014 itu Rp 310 dan sisanya 2015," ucap Gunawan di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Dia menegaskan, anggaran ini diakui tidak digunakan untuk kepentingan komersil atau mengambil keuntungan.
"Kita kan pusat teknologi penerbangan, dunia penerbangan engineering kita improve kemampuan engga ada barangnya ya engga bisa. Bagi enginer Lapan jadi wahana penelitian. Ada feedback kita masuk ke pesawat terbang," tegasnya.
4. Sudah 200 pesawat dipesan
PT Dirgantara Indonesia (PT KAI) bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menargetkan pesawat N 219 mengudara pada 2016. Itu artinya, pesawat buatan anak negeri tersebut ditargetkan lolos sertifikasi paling lambat tahun tersebut.
Kepala Program N 219 Lapan Agus Aribowo mengatakan walau masih dalam tahap pengembangan, pesawat tersebut sudah banyak di pesan. Pemesannya beragam, mulai dari maskapai penerbangan, pemerintah daerah, hingga negara tetangga.
Berikut rinciannya:
1. Maskapai Lion Air 100 unit
2. Nusantara Buana Air 30 unit
3. Pemda Papua dan Papua Barat 15 unit
4. Pemda Aceh 6 unit
5. Pemda Sulawesi 6 unit
6. Pemda Riau 4 unit
7. Thailand (Nomad) pengawas pantai sebanyak 18 unit dan cadangan 2 unit
8. TNI AL (Nomad) 1 skuadron 9-15 pesawat.
5. Lebih Unggul Dari Otter Twin
Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengatakan, harga satu pesawat ini sekitar USD 4,5 juta. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan pesawat sekelasnya yaitu twin otter yang harganya mencapai USD 6-7 juta.
"Kalau di jual harganya sekitar USD 4,5 juta," ucap Andi di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Meski lebih murah, Andi mengklaim banyak kelebihan yang melekat dalam pesawat N219 dibandingkan twin otter. Salah satunya dari sisi desain. Desain pesawat twin otter sudah ketinggalan zaman.
"Twin otter itu dulu diproduksi bombardier, dan mereka tidak produksi lagi kemudian sekarang dikembangkan perusahaan kecil. Desain mereka tidak berubah dari tahun 1960. Kita desain era 2000-an," jelas Andi.
Menurutnya, kemampuan pesawat N 219 dalam mengangkut barang dan kargo juga melebihi kemampuan twin otter. Kemampuan N 219 500 Kilogram lebih besar dibandingkan twin otter.
"Kemampuan kita lebih besar karena menggunakan teknologi baru. Tapi kalau masalah fuel (bahan bakar) kira kira sama, tapi kelebihannya kita loadnya lebih besar," tutupnya.
Sumber : Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar