"Logikanya Angkatan Laut Australia sangat maju, dilengkapi dengan GPS dan radar. Kecil kemungkinannya, termasuk kapal-kapal badan imigrasi dan penjaga pantai, sampai tidak paham aturan main dalam UNCLOS 82. Tidak masuk akal," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Untung Suropati saat dihubungi VIVAnews, Senin 24 Februari 2014.
Aturan main yang dimaksud Untung adalah soal penarikan garis batas maritim antara Indonesia dan Australia. Untung mengatakan ada perbedaan garis batas maritim di antara kedua negara. "Indonesia kan negara kepulauan, sementara Australia itu negara kontinental. Sehingga kami memiliki penarikan garis batas terluar yang disebut garis pangkal teknis tersendiri," ujar Untung.
Indonesia, lanjut Untung, menarik garis pangkal lurus dari titik-titik di 92 pulau terluar. Itulah kata Untung, yang dijadikan referensi bagi TNI AL untuk menarik garis pangkal. "Sementara Australia hanya mengikuti cara penarikan garis pangkal dari pantai mereka," kata Untung.
Sebelumnya, atas kesalahan ini, Perdana Menteri Austrlia, Tony Abbott, telah meminta maaf. Dalam laporan internal badan imigrasi dan angkatan laut Australia sudah dibuat rekomendasi, salah satunya adalah pelatihan awak dan menghukum kru kapal yang bersalah.
"Tapi yang paling utama mereka kan sudah mengakui dan meminta maaf hal itu. Hal lainnya tidak terlalu menjadi masalah," kata Untung.
Jaga Perbatasan
Belajar dari kejadian itu, TNI AL pun mengerahkan beberapa kapal penjaga perbatasan. Untung mengatakan ada dua kapal cepat rudal (KCR), dua kapal cepat torpedo (KCT) dan satu fregat.
Tetapi Untung mengatakan pengerahan kapal perbatasan ini tidak semata-mata karena ada kasus penerobosan perbatasan yang dilakukan oleh AL Australia. "Yang namanya perbatasan ya tentu saja kami harus siaga, pasang mata dan telinga," ujar dia.
Terkait pengerahan pesawat sukhoi yang dilakukan oleh Angkatan Udara untuk membantu mengamankan perbatasan, Untung menyebut Angkatan Laut dan Udara selalu bekerja sama terkait hal tersebut.
"Sukhoi kan memiliki kemampuan mobilitas dan kecepatan yang tinggi, otomatis area penglihatan dan pengidentifikasian jauh lebih luas dari KRI," kata dia.
Sehingga apabila ditemukan sesuatu yang mencurigakan dari pantauan udara, maka informasi itu akan dibagi ke kapal-kapal yang ada di permukaan laut. (VivaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar