Jumat, 29 November 2013

UNDANG-UNDANG ANTARIKSA, HADIAH TERBAIK 50 TAHUN LAPAN





Jakarta (MI) : Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan merupakan kado istimewa bagi ulang tahun Lapan ke-50. Dengan adanya UU ini, kegiatan keantariksaan di Indonesia memiliki dasar yang legal. Hal ini disampaikan oleh Kepala Lapan, Bambang S. Tejasukmana, saat talkshow UU Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan dengan tema 50 Tahun Sukses Membangun Landasan Kemandirian Kedirgantaraan Nasional. Talkshow yang merupakan rangkaian peringatan HUT Lapan ke-50 tersebut berlangsung di Sasono Langen Budoyo, TMII, Jakarta, Rabu (27/11).
Kepala Lapan memaparkan bahwa saat ini Indonesia memiliki dasar yang legal dalam kegiatan keantariksaan.
Kepala Lapan mengatakan, terdapat dua hal yang menjadi dasar penyusunan undang-undang tersebut. Pertama, UU ini sebagai landasan hukum untuk setiap langkah pengembangan dan operasional di bidang keantariksaan. Kedua, UU ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan teknologi.

Indonesia sebenarnya telah aktif dalam kegiatan keantariksaan. Kepala Lapan menjelaskan, ini terlihat ketika satelit Palapa diluncurkan pada 1976. "Saat itu, Indonesia merupakan negara ke-3 yang meluncurkan satelit telekomunikasi. Satelit tersebut sangat diperlukan karena negara ini memerlukan alat untuk mengintegrasikan pulau-pulau di wilayahnya serta untuk mempermudah komunikasi," ia berujar.

Undang-undang Keantariksaan bermula dari sekretariat Dewan Penerbangan RI (Depanri). Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi, Guru Besar Universitas Kristen Indonesia, dalam talkshow tersebut mengatakan bahwa awalnya Depanri ingin membuat UU Kedirgantaraan. Kedirgantaraan mencakup penerbangan dan antariksa. Namun, karena Indonesia sudah memiliki UU Penerbangan, maka diganti menjadi UU Keantariksaan.

Rahmadi mengatakan bahwa undang-undang ini mengakomodasi kepentingan nasional. Hal ini disebabkan, aturan-aturan dalam undang-undang tersebut akan memberikan perlindungan bagi bangsa Indonesia terkait kegiatan keantariksaan. Selain sebagai perlindungan, negara ini membuat landasan hukum tersebut juga karena Indonesia dikenal sebagai negara rawan bencana. Untuk itu, diperlukan teknologi guna meminimalisasi dampak bencana tersebut.

Dampak positif adanya undang-undang ini yaitu meningkatnya national pride (kebanggaan nasional). Atib Muhayat, dosen Universitas Padjajaran, undang-undang ini merupakan proklamasi bagi bangsa Indonesia bahwa negara ini akan menguasai teknologi antariksa. Hal yang sama juga dikatakan oleh Bambang Triyanto, dosen Fakultas Teknik Elektro ITB. Ia beranggapan bahwa kelahiran undang-undang ini dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk akselerasi riset keantariksaan.

Dalam talkshow ini juga dilaksanakan penandatanganan naskah kerja sama antara Lapan dengan BMKG. Naskah ditandatangani oleh Kepala Lapan dan Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya. Kedua lembaga sepakat bekerja sama dalam pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan perekayasaan iptek serta sarana prasarana di bidang meteorologi, geofisika, dan kedirgantaraan.

Andi mengatakan, selama ini BMKG kesulitan dalam mencari rumusan di bidang cuaca, iklim, dan kaitannya dengan laut serta atmosfer. Ternyata, penelitian-penelitian tersebut ada di Lapan. Dengan demikian, kerja sama ini akan mendukung tugas BMKG dalam memberikan informasi cuaca, iklim, dan geofisika, serta peluang bagi bangsa ini untuk menyelesaikan persoalan di bidang tersebut.





Sumber : LAPAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar