Minggu, 01 Desember 2013

Jepang dan Korsel Juga ”Tantang” China





Jet tempur AS FA-18 Hornets tampak di atas dek Kapal Induk USS George Washington dalam latihan militer gabungan dengan Jepang di Samudra Pasifik, dekat Pulau Okinawa, Kamis (28/11). Latihan ini berlangsung dalam tensi yang meninggi di Laut China Timur. | AP Photo/Kyodo News
 
BEIJING:(DM) - Setelah dua pesawat pengebom Amerika Serikat ”menantang” China dengan masuk zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) China di Laut China Timur tanpa terlebih dahulu memberi tahu otoritas China, kali ini Jepang dan Korea Selatan melakukan hal serupa.

ADIZ diberlakukan secara sepihak oleh China sejak akhir pekan lalu. ADIZ menuai masalah karena mencakup wilayah yang juga diklaim Jepang, Korsel, dan Taiwan. Dengan berlakunya ADIZ itu, China mengharuskan setiap pesawat yang akan melintas di ADIZ melaporkan rencana penerbangan, menyebutkan asal negara, dan mempertahankan komunikasi radio.


”Kami tetap beroperasi dan patroli di Laut China Timur seperti biasanya. Tidak ada rencana kami untuk mengubahnya,” kata Ketua Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga, Kamis (28/11).

Pesawat Angkatan Udara Jepang terbang melintas di ADIZ, dan juga patroli penjaga pantai masuk ke ADIZ, tanpa mengikuti aturan yang dikeluarkan China.

Militer Korsel juga mengatakan pesawatnya telah masuk ke ADIZ, Selasa (26/11), tanpa melapor terlebih dahulu ke China. Pesawat itu tidak mendapat perlawanan saat masuk ADIZ.

Ditanyakan terkait hal ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Qin Gang, berkata, ”China mengidentifikasi setiap pesawat yang masuk wilayah ADIZ dan sudah pasti mencatat situasi yang telah terjadi.”

Otoritas China sendiri terus memperoleh tekanan dari dalam negeri untuk lebih mempertegas responsnya atas serangan-serangan terhadap ADIZ China.

Media Global Times yang dekat dengan partai berkuasa, Partai Komunis China, dalam editorialnya, Kamis, mengkritik reaksi otoritas yang terlalu lambat.

”Kita gagal merespons tepat waktu dan ideal,” kata editorial itu seraya menambahkan, pejabat China seharusnya bereaksi atas ”perang psikologi” yang dilancarkan AS yang mengirim dua pesawat pengebom B-52 masuk ke ADIZ tanpa melapor dahulu kepada China, Senin (25/11).

Padahal, sebelumnya China mengancam akan mengambil ”langkah defensif darurat” terhadap pesawat apa pun yang terbang di ADIZ tanpa melapor.

Tidak hanya media, tindakan AS itu telah membangunkan rasa nasionalisme sejumlah warga. Mereka banyak mengungkapkannya di media sosial sambil mendesak China membalas tindakan AS tersebut.

Kekhawatiran AS

Tegangnya situasi di Asia Timur sebagai dampak dari pemberlakuan ADIZ oleh China mendorong Wakil Presiden AS Joe Biden berkunjung ke China, 2 Desember mendatang.

Pejabat Senior AS mengatakan, Rabu, Biden akan mengungkapkan kekhawatiran AS atas ADIZ. Lebih jauh Biden akan mendiskusikan, ”Tindakan China yang telah mengganggu negara tetangganya, dan memunculkan pertanyaan bagaimana China bertindak di dunia internasional, dan bagaimana China menghadapi sejumlah isu yang menimbulkan ketidaksepakatan.”

Kunjungan ke China menciptakan peluang bagi Wakil Presiden AS untuk bisa mendiskusikan masalah yang ada dengan para pengambil kebijakan China, untuk menyampaikan kekhawatiran kita secara langsung, dan memperoleh penjelasan terkait tujuan China memberlakukan kebijakannya saat ini,” kata pejabat itu. Kebijakan merujuk pada deklarasi China atas ADIZ.

Selain AS, negara Jepang, Korsel, dan Australia telah memprotes pemberlakuan ADIZ dan meminta China mencabutnya.

Pada Kamis, Filipina juga memprotes ADIZ. Filipina pun mengungkapkan kekhawatirannya kalau China akan memperluas kontrol atas wilayah udaranya pada wilayah yang masih disengketakan oleh Filipina dan China di Laut China Selatan.

Sementara China menuding AS dan Jepang berstandar ganda karena kedua negara itu pun memiliki ADIZ. China juga menyebut Jepang sebagai provokator.

Sengketa China dan Jepang atas kepulauan di Laut China Timur yang oleh Jepang dinamakan Senkaku, dan Diaoyu oleh China, sudah berlangsung lama. Masalah ini kembali memicu ketegangan saat Tokyo membeli tiga pulau tidak berpenghuni dari swasta, September 2012.

China menuding Jepang telah mengubah status quo. Sejak itu, China mengirim kapal-kapal pengawas ke daerah itu, mendorong Jepang bertindak sama. (AFP/REUTERS/BBC/APA)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar