Rudal itu diduga dipakai untuk menembak jatuh Malaysia Airlines MH17.
(REUTERS/Maxim Zmeyev)
VIVAnews - Seorang
pemimpin kelompok pemberontak yang berkuasa di timur Ukraina, Alexander
Khodakovsky, mengakui anggotanya memiliki rudal anti pesawat jenis
SA-11 atau dikenal juga BUK. Rudal inilah yang diduga digunakan untuk
menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines MH17 pada Kamis, 17 Juli 2014.
Dalam wawancara khusus dengan kantor berita Reuters yang
diunggah Rabu 23 Juli 2014, Khodakovsky yang merupakan komandan Batalion
Vostok itu mengatakan, tidak menutup kemungkinan rudal tersebut dikirim
dari Rusia. Namun, dia tidak yakin betul, sistem rudal BUK mana yang
digunakan untuk menembak pesawat MH17 tersebut.
Sebab, kata dia, kelompok separatis juga pernah merebut tiga sistem
rudal BUK dari pasukan Ukraina di titik pemeriksaan pada April lalu.
Satu sistem rudal lainnya direbut di dekat bandara Donetsk.
"Saya tahu ada sebuah BUK datang dari arah Luhansk. Saat itu, saya
diinformasikan BUK dari Luhansk itu menggunakan bendera LNR," ungkap
Khodakovsky.
LNR yang dirujuk Khodakovsky merupakan kelompok pemberontak utama
bernama Republik Rakyat Luhansk dan beroperasi di sana. Dia menambahkan,
BUK yang dia tahu dan dengar kemungkinan dikirim kembali untuk
menghilangkan barang bukti.
"Karena saya mengetahui mengenai BUK tersebut di saat yang sama
ketika saya menyadari tragedi itu berlangsung. Mungkin mereka
mengirimkan BUK itu kembali untuk menghilangkan bukti, alutsista
tersebut pernah dikirim ke sana," papar Khodakovsky pada Selasa
kemarin.
Salahkan Ukraina
Kendati mengakui memiliki sistem rudal BUK, namun Khodakovsky tetap
menyalahkan Pemerintah Ukraina sebagai penyebab jatuhnya MAS MH17.
Khodakovsky berpendapat pesawat jenis Boeing 777-200 ER itu bisa
dijadikan sasaran tembak secara tidak sengaja, karena militer Ukraina
yang memprovokasi.
"Mereka tahu sistem rudal BUK itu ada dan menuju ke Kota Snezhnoye.
Mereka tahu BUK akan dikerahkan ke sana dan memprovokasi agar BUK
digunakan," papar Khodakovsky. Kota Snezhnoye merupakan kota yang
berjarak hanya 10 kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat.
Cara memprovokasi yang digunakan oleh Pemerintah Ukraina, menurut
Khodakovsky, yakni dengan memulai serangan udara ke target yang tidak
mereka perlukan.
"Padahal, mereka sudah tidak lagi menerbangan pesawat militer
selama satu pekan. Dan hari itu, militer Ukraina terbang secara intensif
dan tepat di saat penembakan, sebuah pesawat sipil melintas. Lalu
mereka melakukan serangan udara," imbuh Khodakovsky.
Pemerintah Ukraina, lanjut Khodakovsky, akan melakukan apapun untuk
memastikan bahwa pesawat sipil itu yang menjadi sasaran tembak.
Dalam wawancara itu, dia juga tidak membantah adanya kemungkinan
Rusia yang memberikan sistem rudal BUK yang digunakan untuk menembak
pesawat MH17.
"Saya tidak bermaksud mengatakan Rusia memberikan ini atau tidak
memberikannya sama sekali. Bisa saja mereka menawarkan BUK ini atas
inisiatif warga lokal. Saya pribadi menginginkan BUK dan jika ada
seseorang yang menawarkannya, saya tidak akan menolak," kata
Khodakovsky.
Namun, dia menegaskan, kelompoknya hanya memakai alutsista hanya
untuk situasi yang mengancam. "Saya hanya akan menggunakannya dalam
situasi di mana ada sebuah serangan udara dan posisi saya hanya ingin
melindungi rakyat kami," kata dia.
Dengan adanya pengakuan tersebut, justru membenarkan analisis
intelijen AS sebelumnya. Juru bicara Pentagon, Eileen Lainez, mengatakan
Rusia sudah sejak lama menyokong pemberian senjata dan ikut melatih
anggota kelompok separatis Ukraina.
Namun, dia membantah klaim Khodakovsky yang menyebut Pemerintah
Ukraina yang patut disalahkan atas tragedi jatuhnya MH17. Menurut
Lainez, apa yang dikatakan Khodakovsky, hanya ingin memperkeruh
suasana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar