Kamis, 19 Juni 2014

Jepang: FREE TO ENTER

Omotesando Hills, Tokyo

Omotesando Hills, Tokyo
Cuaca ibukota Tokyo di bulan Juni sangat bersahabat. Kehangatannya mengingatkan saya pada kota Bandung. Dengan suhu terendah di kisaran 18 derajat Celcius, tidak membuat pendatang yang berasal dari negara tropis seperti saya merasa tersiksa dengan persembahan alam yang ada. Bahkan bisa dibilang, inilah saat paling romantis untuk honeymoon di negeri Matahari Terbit. Hehehe..! Tapi tentu saja bukan untuk tujuan itu, jika selama beberapa hari ini saya berada di kota megapolitan terbesar di dunia. Saya hanya seorang pekerja, dan atas sebab pekerjaan pulalah saya harus berada di sana.


Kantor pusat memanggil saya secara mendadak, ada banyak program kerja yang tiba-tiba diserahkan kepada saya untuk bisa segera dieksekusi sebelum habis tahun ini. Namun ditengah ketegangan pikiran, saya masih sempat jalan-jalan ke KBRI, menemui teman-teman lama, sekaligus silaturahim dengan Pak Dubes Yusron Ihza Mahendra. Sungguh luar biasa, ternyata KBRI adalah salah satu Kedutaan paling sibuk di Jepang, sekaligus juga sebagai kedutaan yang paling banyak dikunjungi oleh para politisi senior Jepang.

Penasaran dengan hal ini, pada hari Minggu pagi yang lalu, saya memenuhi undangan Pak Yusron untuk minum teh bareng di rumah dinasnya. Jujur, saya adalah penikmat kopi. Ketika ditawari minum teh, saya merasa kurang antusias. Tapi pada pagi itu, saya coba untuk menghanyutkan diri pada suasana teh yang ditawarkan. Pak Yusron adalah orang yang sudah lama tinggal di Jepang, dan sangat fasih berbahasa Jepang. Soal teh, jangan tanya, ternyata dia jagonya. Pagi itu saya di suguhi secawan teh hijau. Kedengarannya sangat simple, namun tidak demikian dengan lidah saya. Teh yang saya nikmati bukan sekedar teh hijau yang biasa kita temui di Indonesia. Teh ini ketika dilarutkan dengan air panas, warnanya betul-betul berwarna hijau, bukan kecokelatan. Ketika diteguk, akan tercium aroma teh yang semerbak, kemudian tercium harum melati, dan di ujung sensasinya, tiba-tiba saya merasakan aroma kacang tanah goreng, kacang mente dan snow peas. Hahaha..! Kami semua seperti sedang ngemil kacang sambil minum teh. Pak Yusron yang sedari tadi melihat tingkah kami, hanya mesam-mesem.

 Minuman Teh di Tokyo
Minuman Teh di Tokyo
Isu terbesar tentang Indonesia di Jepang saat ini adalah tentang rencana pembebasan visa wisata selama satu tahun bagi seluruh warga negara Republik Indonesia yang datang berkunjung ke Jepang. Ini adalah hadiah istimewa dari Jepang untuk Indonesia. Menanggapi hal ini, Pak Dubes Yusron, mengingatkan kita untuk senantiasa jeli menangkap setiap peluang yang ada, karena Jepang sendiri tentu bukan tanpa perhitungan menerapkan program spesial seperti ini. Bisa-bisa, inilah cara halus Jepang untuk menguasai ekonomi Indonesia. Walaupun hingga saat ini, secara formal, pemerintah Jepang menyodorkannya sebagai sebuah hadiah dan tanda terima kasih yang besar atas keteladanan yang baru saja dipertontonkan pada dunia, tentang masih adanya solusi damai dalam penyelesaian masalah-masalah perbatasan antar dua negara, khususnya yang menyangkut wilayah Zona Ekonomi Ekslusive(ZEE).

Perdana Menteri Shinzo Abe, tak habis-habisnya memuji Indonesia dan Philipines di berbagai forum internasional yang dihadirinya. Abe menyebut, dunia masih terselamatkan, selama di Selatan masih ada Indonesia. Pujian ini, seakan menjadi tamparan keras bagi negara-negara yang selama ini terlibat dalam konflik perbatasan, khususnya LCS. Hehehe..!.

Dari China, saya memperoleh kabar bahwa staf ahli kemenlu China telah diterbangkan ke Jakarta, untuk menjajaki kemungkinan kerjasama pertukaran metoda diplomasi. Selanjutnya, tidak lama berselang, pejabat kemenlu dan kemenhan China, datang mengunjungi Vietnam. Suasana tenang, akrab dan damai begitu terasa menyelimuti pertemuan tersebut. Insiden penabrakan kapal di LCS, akhirnya hanya menjadi sebuah cerita ringan.

Pun dari Singapore, dikabarkan bahwa sang Raja Agong Malaysia, melakukan pertemuan tertutup dengan beberapa pejabat Indonesia untuk membahas ketegangan di Tanjung Datuk. Tidak saya peroleh detail hasil pertemuan tersebut, namun saya mendapatkan informasi bahwa Malaysia telah mensterilkan daerah Tanjung Datuk dari setiap aktivitas militer Malaysia. Dan baginda memuji sikap Indonesia yang secara nyata dan konsisten menjaga kualitas hubungan dua negara bertetangga ini, tetap baik dan penuh harmoni. Untuk itu, Baginda pun berjanji untuk mendorong pemerintahannya agar dapat menyelesaikan setiap persengketaan yang ada, melalui proses diplomasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur persaudaraan serumpun. Hehehe..!

Nun jauh di tengah hamparan hutan, perbukitan, pantai dan laut, deru mesin-mesin perang TNI terdengar saling bersahutan. Para kesatria kita sedang sibuk mengasah doktrin tempur barunya. Doktrin inilah yang telah membetot perhatian dunia terhadap kiprah militer Indonesia saat ini. Tidak sedikit negara yang secara sengaja mengirim utusannya ke Indonesia untuk melihat langsung jalannya Latihan Gabungan TNI, bagi pihak yang kurang beruntung, mereka telah mengirimkan utusannya ke negara-negara yang terdekat dengan Indonesia. Bahkan Jepang sendiri, selain mengutus staf ahlinya ke Indonesia, para perwiranya pun di sebar ke berbagai negara di Asean. Pada saat bersamaan, mereka telah merekam reaksi masing-masing negara terhadap hajatan besar TNI ini. Hasil nyata yang bisa kita ketahui adalah, melunaknya Tony Abbot, bungkamnya Singapore, lunglainya Malaysia, tenangnya Philipines, bangganya Brunei dan Vietnam, serta hormatnya China, Inggris, USA, Russia, French, dan Jepang.

Dalam pertemuan Shangrila di Singapore yang baru lalu, dunia sepakat untuk menjadikan Indonesia-Philipines sebagai model bagi penyelesaian setiap konflik perbatasan. Hehehe..! Jangan salah, ini adalah bentuk nyata dari pengamalan konstitusi kita. Di Jepang, UUD 1945, sedang menjadi sebuah tema hangat di lingkungan Parlemennya. Mereka sedang membaca cara berpikir, arah berpikir dan tujuan pemikiran bangsa Indonesia. Tidak ada salahnya, jika kita juga melakukan hal yang sama.

Di hari terakhir penugasan saya di Tokyo, saya sempat bertemu dengan tamu reguler yang selalu menjadi titipan kantor pusat. Admiral Katsutoshi Kawano dari Japanese Maritime Self Defence Force (JMSDF). Dia bercerita, ada yang luput dari perhatian warga Asia terhadap kehadiran Inggris. Sejak tahun 1970, 1988, dan 1997, sesungguhnya Inggris telah mulai mengurangi aktivitas militernya dari Asia. Bahkan secara tidak langsung, Inggris sepertinya sudah tidak menjadi anggota aktif dari organisasi FPDA bentukannya. Ketiadaan Inggris pasca penyerahan Hongkong kepada China pada 1997, menjadi tonggak dimulainya gerilya para politisi Jepang untuk mengubah konstitusi dan meminta kelonggaran atas perjanjian dengan USA dalam penglibatan Jepang di pentas politik dan militer internasional. Hasilnya, USA telah merestui keterlibatan militer Jepang untuk lebih aktif berperan dalam mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Inggris.

F-22 Raptor USAF
F-22 Raptor USAF
Namun skenario yang diinginkan oleh USA adalah bahwa Jepang harus memiliki aliansi yang kuat dengan Australia dan Indonesia. Latihan Cope Taufan antara militer Malaysia dan Amerika, yang menghadirkan pesawat-peasawat tempur TUDM dan Raptor dari Hawaii, sejatinya hanyalah sebuah langkah introduksi bagi Indonesia. Mereka sedang melihat reaksi Indonesia. Jika kita antusias, maka langkah eksekusinya adalah latihan serupa dalam skala yang lebih besar, akan segera dilaksanakan di Indonesia. Prestasi pilot tempur kita dalam Latma Pitch Black di Australia, rupanya telah menawan hati para ahli perang mereka. Untuk menguji kemampuan tempur pilotnya saat berhadapan dengan China apabila konflik terbuka LCS meletus, maka pilot-pilot Indonesia dinilai lebih bisa memberikan tantangan dan pelajaran.

Mau lihat Raptor di angkasa Indonesia? Mungkin ini hanya soal waktu. Setelah Malaysia, USA telah menawarkan latihan bersama pada Indonesia dan India. Kabarnya, jika mau, maka US siap untuk menangggung seluruh biaya latihan di Indonesia. Hal ini tidak berlaku bagi Malaysia dan India. Hehehe..! Salam hangat Bung..! (by: yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 19 June 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar