Minggu, 02 Maret 2014

Rusia dan Ukraina di Ambang Perang

Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut dan memenangkan persetujuan parlemen negaranya pada hari Sabtu (1/3/2014) untuk menginvasi Ukraina. Sementara itu, pemerintahan baru Ukraina memperingatkan kemungkinan perang dan menempatkan pasukannya dalam siaga tinggi serta meminta bantuan NATO.


Rusia dan Ukraina di Ambang Perang
Tentara bersenjata berdiri di luar sebuah pos penjaga perbatasan Ukraina di kota Balaclava, Crimea


Pernyataan terbuka Putin tentang hak untuk mengirim pasukan ke negara berpenduduk 46 juta di Eropa Tengah itu menciptakan konfrontasi terbesar antara Rusia dan Barat sejak Perang Dingin.

Perdana Menteri Ukraina, Arseny Yatseniuk, yang memimpin pemerintahan setelah mengambil alih kekuasaan dari sekutu Moskwa, Viktor Yanukovich, yang melarikan diri minggu lalu, mengatakan, tindakan militer Rusia itu "akan menjadi awal perang dan akhir dari setiap hubungan Ukraina dan Rusia". Penjabat Presiden Ukraina, Oleksander Turchinov, memerintahkan pasukan untuk ditempatkan pada siaga tempur tinggi. Menteri Luar Negeri Andriy Deshchytsya mengatakan, ia telah bertemu dengan para pejabat Eropa dan AS, serta mengirim permintaan kepada NATO untuk "mengkaji segala kemungkinan untuk melindungi integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina".

Langkah Putin itu merupakan penolakan langsung terhadap para pemimpin Barat yang berulang kali mendesak Rusia untuk tidak melakukan intervensi, termasuk Presiden AS Barack Obama, yang sehari sebelumnya menyampaikan pidato di televisi guna memperingatkan Moskwa soal "ongkos" jika Rusia beraksi.

Pasukan tanpa lencana di seragam mereka, tetapi diyakini tentara Rusia, beberapa menggunakan kendaraan dengan nomor pelat Rusia, telah menyerbu Crimea, sebuah semenanjung terpencil di Laut Hitam di Armada Laut Hitam Rusia bermarkas. Pihak berwenang baru di Kiev tidak berdaya untuk menghentikan mereka.

Presiden Barack Obama telah menyampaikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Rusia telah melanggar hukum internasional dengan mengirimkan pasukan ke Ukraina. Dalam sebuah pembicaraan telepon selama 90 menit pada Sabtu, Gedung Putih mengatakan Obama "menyatakan keprihatinan yang mendalam terkait pelanggaran nyata Rusia terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina itu."

Gedung Putih mengatakan, AS menangguhkan persiapan bagi sebuah pertemuan negara-negara industri di Rusia pada Juni mendatang. "AS menyerukan kepada Rusia untuk meredakan ketegangan dengan menarik kembali pasukannya ke pangkalan di Crimea dan menahan diri dari campur tangan di wilayah lain di Ukraina," tegas pernyataan Gedung Putih.

Obama memperingatkan bahwa pelanggaran kedaulatan Ukraina "akan berdampak negatif pada posisi Rusia dalam komunitas internasional," dan bahwa AS "akan menangguhkan partisipasi dalam pertemuan untuk G-8 mendatang," kata pernyataan itu.

Rusia raih kontrol

Pasukan Rusia memperkuat kontrol mereka atas Crimea dan kerusuhan menyebar ke wilayah lain Ukraina, Sabtu. Para demonstran pro-Rusia bentrok dengan para pendukung pemerintah baru Ukraina dan mengibarkan bendera Rusia di atas gedung-gedung pemerintah di beberapa kota.

"Ini mungkin situasi yang paling berbahaya di Eropa sejak Soviet menginvasi Cekoslowakia tahun 1968," kata seorang pejabat Barat yang tidak mau disebut namanya. "Secara realistis, kita harus mengasumsikan Crimea berada di tangan Rusia. Tantangannya sekarang adalah untuk mencegah Rusia mengambil alih wilayah berbahasa Rusia di Ukraina timur."

Putin meminta parlemen untuk menyetujui penggunaan pasukan "terkait situasi luar biasa di Ukraina, ancaman terhadap kehidupan warga Federasi Rusia, rekan-rekan kita" dan untuk melindungi Armada Laut Hitam di Crimea.

Majelis tinggi parlemen Rusia secara cepat dan dengan suara bulat menyatakan "setuju" atas permintaan itu. Hal itu ditayangkan langsung di televisi.

Negara-negara Barat pun bergegas memberi tanggapan, tetapi hal itu sebatas pada kata-kata. Seorang pejabat AS mengatakan, Menteri Pertahanan Chuck Hagel telah berbicara dengan mitra Rusia-nya, Sergei Shoigu. Pejabat itu mengatakan, sejauh itu belum ada perubahan dalam postur militer AS.

Kepala urusan luar negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, mendesak Moskwa untuk tidak mengirim tentara. Menteri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, mengatakan, itu "jelas melanggar hukum internasional". Presiden Ceko Milos Zeman menyamakan krisis itu dengan invasi tahun 1968 ke Cekoslowakia.

"(Ada) kebutuhan mendesak untuk meredakan ketegangan di Crimea," kata Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, lewat kicauan di Twitter. "Para sekutu NATO terus berkoordinasi secara erat."

Sementara itu, Putin mengatakan, permintaannya terkait otorisasi penggunaan kekuatan di Ukraina akan berlangsung "sampai terjadi normalisasi situasi sosial-politik di negara itu".

Justifikasinya, yaitu kebutuhan untuk melindungi warga Rusia, sama seperti yang ia gunakan saat melancarkan invasi ke Georgia tahun 2008.

Sejauh ini belum ada tanda-tanda aksi militer Rusia di Ukraina di luar Crimea, satu-satunya wilayah negara itu yang berpenduduk mayoritas etnis Rusia, dan sudah sering menyuarakan niat untuk memisahkan diri.

Sementara itu di Independence Square di pusat kota Kiev, di mana para demonstran telah berkemah selama berbulan-bulan saat melawan Yanukovich, sebuah film Perang Dunia II tentang Crimea sedang ditampilkan di layar raksasa, ketika Yuri Lutsenko, mantan menteri dalam negeri, menyela untuk mengumumkan keputusan Putin. "Perang telah tiba," kata Lutsenko. Ratusan warga Ukraina di alun-alun itu pun bernyanyi, "Kemuliaan bagi para pahlawan. Kematian bagi para penjajah". (Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar