Selasa, 17 Juni 2014

Bradley Manning Ungkap Kebohongan Media AS di Irak



Si pembocor dokumen rahasia Amerika Serikat ke WiliLeaks, Bradley Manning, kembali angkat bicara. Melalui kolom opini di New York Times, Sabtu 14 Juni 2014, Mannning bongkar satu lagi kebohongan AS di Irak.


Bradley Manning

Manning sendiri saat ini telah menyatakan ingin ganti kelamin menjadi wanita.
Namanya juga sudah berubah, jadi Chelsea Manning. Dia divonis 35 tahun penjara karena membocorkan 750.000 dokumen rahasia AS kepada WikiLeaks.

Manning pernah bertugas di Irak sebagai petugas intelijen. Dalam tulisannya berjudul "The Fog Machine of War" Manning mengungkapkan kendali pemerintah AS terhadap media. Pemberitaan media Amerika terhadap Irak, kata dia, sangat bias. Sama sekali tidak mewakili apa yang terjadi di lapangan.

Contohnya adalah usai pemilu tahun 2010 di Irak. Saat itu, media Amerika dibanjiri cerita soal kesuksesan pemilu dan kebanggaan warga Irak setelah mencoblos. Dikatakan di berbagai media, ini adalah bukti kesuksesan operasi militer AS dalam menciptakan Irak yang demokratis nan damai.

Manning menegaskan, pemberitaan tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang dialaminya di Irak kala itu. Salah satunya soal korupsi pemerintah pada saat pemilu yang diabaikan militer dan kekerasan terhadap aktivis anti pemerintah.

"Laporan militer dan diplomat yang datang ke meja saya berisi soal penumpasan yang brutal terhadap lawan-lawan politik oleh Kementerian Dalam Negeri Irak atas suruhan Perdana Menteri Nouri al-Maliki. Tahanan kerap disiksa atau bahkan dibunuh," tulis Manning.

Dia mengatakan, beberapa orang yang ditahan bahkan bukan teroris, hanya aktivis anti pemerintahan. Contohnya saat dia diperintahkan menyelidiki 15 orang yang diduga separatis. Padahal menurutnya, mereka hanya menerbitkan kritik terhadap pemerintahan Maliki.

Selain itu, laporan wartawan AS di Irak tidak sepenuhnya meliput kebenaran. Pasalnya menurut dia, AS punya saringan khusus untuk menentukan wartawan yang dapat izin ikut bersama rombongan tentara. Penyaringan ini dibatasi untuk wartawan-wartawan "jinak" yang biasanya menulis soal kebaikan tentara AS.

Jika sudah di Irak, wartawan ini juga tidak bebas bergerak. Ada perjanjian tertulis soal pakem-pakem yang harus ditaati. Salah satunya dilarang memberitakan kejelekan pemerintah AS. Jika tidak menurut, maka izin meliput di Irak bisa dicabut dan wartawan itu masuk daftar hitam.

"Contohnya pada 2010, reporter Rolling Stones Michael Hastings dicabut izinnya setelah memberitakan kritik Jenderal Stanley A. McChrystal dan stafnya di Afganistan terhadap kebijakan militer Barack Obama di negara itu," tulis Manning.  (VivaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar