Untuk menjaga wilayah Indonesia dari semua aspek, tiga matra TNI harus
menambah persenjataan, hal ini diungkapkan oleh Mahfudz Siddiq, ketua
Komisi I DPR RI.
"Minimal kita harus punya tiga kapal selam dan kapal patroli cepat terutama untuk wilayah-wilayah perbatasan, di jalur perdagangan yang sibuk," katanya Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 24 Juni 2014. Sebenarnya Indonesia sudah menambah kapal perang tetapi belum dilengkapi persenjataan dan alat pendukung, Siddiq menambahkan.
Bicara soal TNI AL, dia menguraikan, TNI AL masih harus diperkuat wahana pengintai maritim, karena untuk saat ini pesawat intai maritim TNI AL jumlah dan jangkauannya masih terbatas. Sinergi antara pesawat maritim dengan kapal perang permukaan dan bawah permukaan (kapal selam) akan menjadi prioritas ke depan.
Tantangan terbesar di kelautan dari sisi ekomomi adalah menyelamatkan potensi ekonomi nasional dari kejahatan-kejahatan yang masih terjadi, di antaranya pencurian ikan. "Ke depan, rencana strategis yang harus diprioritaskan adalah memperbesar postur anggaran pertahanan untuk wilayah laut," katanya.
Menurutnya, DPR mendukung rencana induk TNI AL yang akan membangun tiga komando armada Indonesia, yaitu di wilayah barat, tengah, dan timur. Antisipasi dinamika Laut China Selatan juga harus dilakukan secara baik.
Pada sisi lain, buku Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat terbitan Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Komunkasi Sosial, disebutkan anggaran pertahanan Indonesia meningkat 400 persen, dari Rp21,42 triliun pada 2004 menjadi Rp84,47 triliun pada 2013. Ini peningkatan terbesar sepanjang sejarah APBN untuk sektor pertahanan sejak 10 tahun terakhir. Pada 1980-an, postur TNI pernah menjadi paling menonjol di ASEAN namun kini tidak lagi dari beberapa sisi. Akan tetapi, secara akumulatif, dana negara di sektor pertahanan ini telah Rp440,94 triliun pada 2004 sampai 2013.
Dalam buku yang disunting Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, Sardan Marbun, itu disebutkan, modernisasi arsenal TNI semata-mata untuk menjaga kedaulatan Indonesia serta menjaga keamanan regional maupun kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.
ANTARA Gambar: Heli Bell 412 EP milik Skuadron Udara 400 Wing Udara 1 Puspenerbal bermanuver di atas Kapal Selam KRI Nanggala-402, saat Latihan Kerja Sama Taktis KRI dan Pesawat Udara 2014 di Laut Jawa di utara Tuban, Jatim, Selasa (6/5/2014). (Antara/Eric Ireng)
"Minimal kita harus punya tiga kapal selam dan kapal patroli cepat terutama untuk wilayah-wilayah perbatasan, di jalur perdagangan yang sibuk," katanya Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 24 Juni 2014. Sebenarnya Indonesia sudah menambah kapal perang tetapi belum dilengkapi persenjataan dan alat pendukung, Siddiq menambahkan.
Bicara soal TNI AL, dia menguraikan, TNI AL masih harus diperkuat wahana pengintai maritim, karena untuk saat ini pesawat intai maritim TNI AL jumlah dan jangkauannya masih terbatas. Sinergi antara pesawat maritim dengan kapal perang permukaan dan bawah permukaan (kapal selam) akan menjadi prioritas ke depan.
Tantangan terbesar di kelautan dari sisi ekomomi adalah menyelamatkan potensi ekonomi nasional dari kejahatan-kejahatan yang masih terjadi, di antaranya pencurian ikan. "Ke depan, rencana strategis yang harus diprioritaskan adalah memperbesar postur anggaran pertahanan untuk wilayah laut," katanya.
Menurutnya, DPR mendukung rencana induk TNI AL yang akan membangun tiga komando armada Indonesia, yaitu di wilayah barat, tengah, dan timur. Antisipasi dinamika Laut China Selatan juga harus dilakukan secara baik.
Pada sisi lain, buku Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat terbitan Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Komunkasi Sosial, disebutkan anggaran pertahanan Indonesia meningkat 400 persen, dari Rp21,42 triliun pada 2004 menjadi Rp84,47 triliun pada 2013. Ini peningkatan terbesar sepanjang sejarah APBN untuk sektor pertahanan sejak 10 tahun terakhir. Pada 1980-an, postur TNI pernah menjadi paling menonjol di ASEAN namun kini tidak lagi dari beberapa sisi. Akan tetapi, secara akumulatif, dana negara di sektor pertahanan ini telah Rp440,94 triliun pada 2004 sampai 2013.
Dalam buku yang disunting Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, Sardan Marbun, itu disebutkan, modernisasi arsenal TNI semata-mata untuk menjaga kedaulatan Indonesia serta menjaga keamanan regional maupun kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.
ANTARA Gambar: Heli Bell 412 EP milik Skuadron Udara 400 Wing Udara 1 Puspenerbal bermanuver di atas Kapal Selam KRI Nanggala-402, saat Latihan Kerja Sama Taktis KRI dan Pesawat Udara 2014 di Laut Jawa di utara Tuban, Jatim, Selasa (6/5/2014). (Antara/Eric Ireng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar