Minggu, 10 Februari 2013

Chiron, Rudal Panggul Anti-Pesawat Paskhas AU Terkini?

Rudal Chiron AD Korea Selatan
Setelah peringatan HUT Paskhas TNI-AU beberapa hari yang lalu, semakin santer kabar rencana akuisi persenjataan baru bagi satuan Paskhas yakni meriam penangkis serangan udara Oerlikon 35 mm dan rudal panggul (MANPADS atau SHORAD) Chiron. Meriam PSU Oerlikon twin canon sudah beberapa tahun didengungkan bahkan Paskhas ingin mendapatkannya mulai dari tahun 2009. Tidak cuma Paskhas, korps marinir AL juga hendak memperolehnya dari bulan Mei tahun ini untuk memperkuat batere pertahanan udara termasuk pengamanan udara kompleks istana negara. Rencana pembelian Chiron merupakan perkembangan baru dari kedekatan kerjasama pertahanan dengan Korea Selatan. AB Indonesia tercatat memiliki sejumlah arsenal rudal panggul dari beberapa pemasok. Paskhas AU sendiri sebelumnya sangat intensif memperkuat diri dengan rudal panggul buatan RRC Qian Wei 3 bahkan dilengkapi dengan simulator. Satuan AD seperti Kostrad dilengkapi dengan rudal SHORAD buatan Polandia PZR Grom dan rudal buatan Swedia RBS-70. Sementara beberapa kapal AL dipersenjatai rudal buatan Perancis MBDA Mistral versi Simbad dan Tetral.
Misil Chiron
Rudal Chiron termasuk salah satu rudal generasi terbaru di kelasnya yang dikembangkan lembaga riset Korsel selama lebih dari delapan tahun, diproduksi oleh LIG Next1. Pengembangannya berdekatan dengan proyek rudal PZR Grom dari Polandia. Bedanya Chiron memiliki kerjasama resmi dengan Rusia sedangkan Grom diduga hasil spionase militer di perusahan LOMO Leningrad pada saat pecahnya Uni Soviet 1991. Pada awalnya Korea Selatan merintis pengembangan rudal panggul pada tahun 1995 oleh badan penelitian pertahanan pemerintah dengan anggaran 71 juta dollar dengan nama proyek KP-SAM Shingung. Pada tahun 2003 Korsel menerima pengiriman rudal panggul Igla dari Rusia sebagai bagian dari pembayaran hutang Rusia. Fase produksi rudal dimulai pada tahun 2004 dan penggelaran operasional dilakukan pada September 2005. AD Korea Selatan memesan  sebanyak dua ribu unit rudal. Sensor pengindra inframerah dipasok pabrik LOMO Rusia sedangkan sistem kendali, motor roket dan hulu ledak dikembangkan sendiri oleh Korsel sendiri.
Peluncur rudal Chiron secara visual lebih mirip dengan peluncur rudal Mistral Atlas atau meski sebenarnya tidak menjalin kerjasama. Panjang misilnya 1,68 meter dengan diameter 80 mm. Bandingkan dengan Grom dan Igla berdiameter sama 72 mm sedangkan Qian Wei berdiameter 71 mm, Stinger berdiameter 70 mm. Namun lebih ramping diameter dari RBS-70 yang 106 mm atau Mistral yang 90 mm. Misil Chiron berbobot 14,4 kg ini lebih berat dari Grom dan Qian Wei serta Igla maupun Stinger yang 10-an kilogram. Tapi masih lebih ringan dari bobot misil Mistral yang 19,5 kg apalagi misil RB-70 yang harus dioperasikan memakai tripod. Namun bobot misil plus peluncur yang mencapai 24,3 kg tampaknya harus dilayani dua orang dengan tripod meski masih bisa dioperasikan dari bahu oleh satu orang saja. Mengurangi nilai portabilitas tapi lebih tahan pengecoh inframerah (IRCM/Infra Red Countermeasures, misil dilengkapi interogator IFF (rekan atau lawan), hulu ledak yang cukup besar (2,5 kg), dan daya tempuh maksimum 7000 meter dengan elevasi maksimum 3500 meter dan kecepatan luncur 700 meter per detik (lebih dari 2 Mach). Peluncur dilengkapi dengan alat bidik siang dan malam. Sensor misil dual mode yakni IR dan UV sehingga misil lebih kebal jamming.
Pihak pabrikan mengklaim sistem Chiron cuma membutuhkan waktu penembakan kurang dari tiga detik untuk meluncur setelah dipicu, MANPADS Chiron menerima informasi dari sistem sensor dan mengirimkan informasi posisi dan status misil ke TDR (Target Data Receiver) dari piranti GPS yang ditanamkan dalam misil. Hulu ledak akan otomatis meledak jika misil mendekati 1,5 meter dari target dengan menyebarkan 720 potongan fragmen berenergi kinetik tinggi yang akan mengoyak badan maupun mesin helikopter atau pesawat yang menjadi target. Integrasi sensor misil dalam sistem C3 memperbesar daya pukul rudal dan efektivitas penggelarannya sebagai pertahanan udara titik. Misil memiliki fitur kunci aktivasi yang bisa mencegah penggunaan sistem rudal tersebut dari pengguna yang tidak berwenang seperti teroris atau pemberontak. Selama tes pengujian oleh produsennya diklaim rudal ini memiliki tingkat keberhasilan penembakan target lebih dari 90 %, lebih bagus dari Stinger dan Mistral. Namun tampaknya sistem rudal Chiron masih perlu dikembangkan lagi supaya mampu berfungsi multi platform seperti halnya Stinger yang dikembangkan ke beragam varian, Mistral juga bisa diletakkan ke berbagai platform seperti versi Mistral Atlas dan ALBI, demikian pula  maupun Strela dan Igla dari Rusia. Portabilitasnya masih kalah dengan Grom, Igla, dan Stinger karena total berat sistem yang lebih besar meski diklaim masih bisa dioperasikan dari bahu prajurit. Portabilitas lebih baik dari Mistral maupun RBS 70. Dari segi kinerja dan portabilitas secara teknis masih lebih bagus seri sistem Stinger karena dengan bobot sistem paling ringan lebih portabel namun mampu meluncurkan misil yang lebih mematikan hulu ledaknya, lebih jauh dan lebih tinggi jangkauannya, dengan ketahanan jamming yang relatif berimbang dengan dual mode seeker.
Tripod Peluncur Chiron dalam pameran
Selain dari itu seharusnya pemerintah Indonesia memberdayakan industri dalam negeri dan lembaga riset terutama dari pihak swasta supaya bisa membangu sistem rudal MANPADS secara mandiri. Mengambil hikmah dari kemandirian Polandia, RRC, Korea Selatan, dan Swedia. RBS 70 buatan Bofors Swedia pun asalnya pengembangan dari lisensi rudal Hawk AS. Polandia mencuri secara sembunyi-sembunyi dari spionase teknologi rudal Igla Uni Soviet. Pada awalnya sejumlah komponen terutama sensor inframerah diimpor dari Rusia namun kini semuanya telah berhasil dibuat di dalam negeri Polandia. RRC juga melakukan reverse engineering tidak resmi atas teknologi rudal SA-7 Grail Uni Soviet dengan semua komponen dibuat sendiri. Tingkat kemampuan rudal MANPADS buatanRRC diperbaiki secara bertahap seperti pada rudal QW. Demikian juga produksi alutsista Korea Selatan ditopang kuat oleh industri swasta dalam negeri. Meski saat ini sensor inframerah masih dipasok oleh LOMO Rusia, lambat namun pasti diperkirakan Korsel akan mampu memproduksi sensor tersebut secara mandiri. Selain Indonesia, sistem rudal Chiron juga telah ditawarkan ke AB India bersaing dengan pemasok-pemasok rudal panggul kelas dunia seperti Stinger buatan Raytheon AS dan Igla Rusia maupun Mistral Perancis. India mengadakan proyek pembelian senjata anti-pesawat portabel hingga 2014 senilai 1,2 milyar dollar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar