Jumat, 08 Februari 2013

Dunia Perbatasan di Mata Kostrad



Ketika membaca buku Ancaman Di Batas Negeri: Kostrad di Perbatasan Entikong (Indonesia-Malaysia), apresiasi patut diberikan kepada sang penulis, Maria Dominique. Dalam setiap penulisan buku, tentunya ada kisah dan perjuangan dibaliknya, namun apa yang dialami oleh Maria menurut saya sungguh luar biasa. Seorang wanita mampu menaklukkan rimba Kalimantan yang tergolong lebat dan jarang terjamah. Sebuah situasi yang sudah biasa dihadapi oleh anggota satuan militer Kostrad, seperti yang diceritakannya.

Dalam membuat buku setebal 100 lembar ini, Maria tidak berada di ruang berpendingin udara lalu mewawancarai anggota Satgas Pamtas Yonif Linud 305 Kujang I, atau yang dikenal juga dengan sebutan Batalyon Tengkorak, tentang pengalaman mereka menjaga perbatasan. Alih-alih duduk santai sambil berbincang soal perbatasan negara, dia justru ikut terjun langsung bersama pasukan tersebut, menguntit keseharian salah satu pasukan tertua di satuan TNI Angkatan Darat itu. Surat ijin keberangkatannya pun diserahkan langsung oleh Kapen Kostrad, LetKol Kav Albiner Sitompul, yang langsung membuatnya tergetar sekaligus bangga.

Tidak banyak orang yang sanggup dan mau melalui tantangan seperti yang dihadapi oleh penerima juara II Wartawan Gaya Hidup terbaik versi Guiness Beer tahun 2009 itu. Perlu determinasi yang kuat untuk melintasi medan hutan Kalimantan. “Rambo pun nggak bakal kuat hidup di rimba Borneo!”, tulis Maria dalam bukunya. Namun, demi mewujudkan mimpinya untuk menyambangi pos-pos perbatasan tempat satuan Kostrad bertugas, dia memantapkan diri untuk tetap berangkat. Hasilnya, cerita-cerita seru di perbatasan serta ironi-ironi khas yang muncul di sekitar garis batas Indonesia dan Malaysia itu dapat dirangkum dalam buku ini, sebagai bentuk pelajaran untuk membuka mata pemuda dan pemudi Indonesia agar lebih mengenal wilayahnya dan perjuangan para tentara dalam mempertahankannya.

Rasanya saya bersepakat dengan tujuan Maria itu. Saat ini pamor TNI memang cenderung buram dan kurang cemerlang, terlebih lagi pada masa-masa setelah reformasi. Keran demokrasi yang semakin dibuka lebar justru membenamkan pengetahuan masyarakat terhadap kiprah positif TNI, bahkan persepsi yang terbentuk pun tidak sepenuhnya baik. Citra buruk sempat tersemat di tubuh TNI. Oleh karena itu, upaya Maria untuk mengenalkan kembali TNI kepada kaum muda melalui kiprah mereka menjaga perbatasan, patut diacungi jempol. 'Tak kenal maka tak sayang. Bagaimana mau sayang, bila tidak mengenal Kostrad?” tulisnya.

Buku ini didesain dengan gaya majalah agar bisa lebih diterima oleh anak muda ini berisi kisah-kisah heroik Batalyon Tengkorak di Entikong, teras terdepan Indonesia terhadap tetangganya Malaysia. Kemudian banyaknya foto-foto pendukung dari kisah-kisah menarik yang dia gali dari pengalaman satuan tersebut menambah daya tarik dari buku bercover merah itu. Foto memberikan visualisasi nyata sehingga pembaca tidak hanya dibawa dalam sebuah gambaran imajiner tentang perbatasan dan sepak terjang Batalyon Tengkorak, tetapi mereka bisa membayangkan kondisi nyata yang terjadi. Selain itu, sebagai obat kebosanan (penyakit yang sering muncul saat membaca buku), diselipkan humor-humor dari pengalaman pribadi anggota satuan yang darma baktinya dimulai sejak tahun 1945 itu. Trik ini bermanfaat untuk sekedar mengulas senyum dari pembaca setelah dihadapkan pada kenyataan yang ironis terhadap perbatasan Indonesia.

Terkait Kostrad yang menjadi tokoh di buku, ternyata sepak terjang mereka juga patut diapresiasi. Selain harus mampu menghadapi medan berat hutan Kalimantan setiap harinya, mereka juga berhasil menggagalkan tindak-tindak kriminal di perbatasan. Berjalan kaki selama 9 jam melewati tebing curam dengan kemiringan 90 derajat, lalu memanggul perahu selama berjam-jam melewati sungai dangkal untuk mencapai pos-pos penjagaan sudah menjadi bagian dari tugas mereka. Hal yang sama juga harus mereka lalui saat mengontrol patok-patok batas negera yang kondisinya sangat memprihatinkan.

Kisah heroik lainnya adalah keberhasilan Batalyon Tengkorak itu membongkar kasus penyelendupuan. Mulai dari kayu, minuman keras, tas wanita, hingga paku seberat 450 kg. Selain itu, perahu-perahu nakal milik Malaysia yang mondar-mandir melanggar batas negara pun tidak luput dari penjagaan mereka. Menghadapi para penyelundup dan pelanggar wilayah batas negara dari kisah yang diceritakan Maria dalam bukunya memang harus memiliki jiwa nasionalisme dan pengabdian yang tinggi, sebab praktek suap sering terjadi. Salah satunya seperti yang dialami oleh Danpos Kompi D Satgas Pamtas Yonif Linud 305 Kostrad, Letda Inf M A Maulana. Uang ratusan juta yang dikemas rapi dalam koper sebagai uang pelicin untuk melepaskan buldozer milik Malaysia ditolaknya mentah-mentah. Sebelumnya, alat berat tersebut kedapatan mendorong 200 batang kayu di wilayah Indonesia.

Tantangan dan kontribusi Kostrad di perbatasan ini memang menarik untuk diikuti. Selain sebagai pembangkit rasa nasionalisme pembaca terhadap perbatasan Indonesia dan Malaysia, tetapi juga untuk menumbuhkan apresiasi terhadap tugas berat yang diemban oleh salah satu satuan TNI itu. Sebab dalam buku ini, Maria begitu detail menggambarkan beratnya medan Kalimantan, sehingga seolah membawa pembaca untuk ikut merasakan peluh dan keringat para tentara dalam menjalankan tugasnya. Ramuan menarik dari cerita yang disuguhkan Maria diharapkan mampu mendorong pemuda untuk lebih mencintai bangsanya.  (Jurnas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar