Senin, 17 Maret 2014

Jangan Ada Capres Purnawirawan yang Paksa Anggota TNI Berpolitik

Kampanye terbuka partai politik sebagai tahapan pemilu legislatif sudah dimulai Minggu, 16 Maret 2014, dan berlangsung selama 21 hari sampai 5 April. Menyambut masa kampanye ini, TNI mengerahkan pasukannya untuk menjaga keamanan, dan mengingatkan seluruh anggotanya untuk tak terlibat politik praktis.


KSAD Jenderal TNI Budiman

Anggota TNI dilarang terlibat langsung atau tak langsung dalam dukung-mendukung terhadap partai politik atau calon presiden tertentu. Mereka misalnya tak boleh memberikan fasilitas untuk membantu kegiatan politisi atau partai politik dalam pemilu. Fasilitas itu bisa berupa tempat, kendaraan, atau sarana pendukung lain.

Panglima TNI bahkan mengancam akan“menebas kepala” prajurit yang bersikap tak netral dalam pemilu dengan menghancurkan kariernya. Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Budiman, juga mengingatkan pentingnya netralitas anggotanya dalam pemilu. Berikut petikan wawancara ANTV dan wartawan VIVAnews, Syahrul Ansyari, dengan KSAD:

Netralitas TNI dalam pemilu apakah bisa dipegang teguh?

Netralitas merupakan harga mati bagi TNI. Untuk kami di Angkatan Darat, aturan-aturan tentang netralitas sudah dibuat sejak awal tahun 1998. Kemudian sebelum tahun 2004 sudah dikeluarkan aturan lagi tentang netralitas. Selanjutnya sebelum tahun 2009 diperbarui lagi. Kini menjelang pemilu 2014, netralitas ini kami tekankan sekali.

Bagi mereka yang mencoba melanggar, apabila pelanggaran itu sampai pada tingkat pidana, maka kami akan memecat anggota terkait. Kami tidak main-main dengan netralitas karena kami menyadari pemilu ini adalah pesta rakyat. Kegairahan rakyat harus kita ciptakan agar mereka bebas memilih, mengapresiasi wakil-wakil atau pemimpinnya sehingga terpilih yang sesuai dengan keinginan mereka. Ini kami jaga betul.

Kami minta tidak ada pihak yang mencoba mengintimidasi atau memaksa kelompok lain dengan memanfaatkan jabatan atau kewenangannya. Kami akan terus mawas diri untuk betul-betul netral.

Ancaman bagi pelanggarnya apakah betul sampai dipecat?

Itu apabila dia sampai melakukan tindak pidana.

Kalau untuk keluarga TNI bagaimana?

Keluarga TNI mempunyai hak yang sama seperti warga negara lain, yaitu hak memilih dan dipilih. Kepada keluarga TNI yang akan memilih, kami anjurkan menggunakan hak secara benar dan baik. Silakan memilih. Mereka pandai dan cerdas untuk memilih wakil maupun pemimpin yang terbaik bagi negara dan bangsa.

Tak khawatir keluarga TNI ada kecenderungan memilih calon tertentu?

Mereka sekarang sudah lebih pandai. Rakyat sangat pandai. Kami tidak bisa lagi bermain-main. Sedikit salah bicara atau salah melakukan sesuatu saja, mereka sudah menafsirkan macam-macam dan lapor ke mana-mana. Maka tidak ada kata lain selain netral.

KPU DKI Jakarta akan membangun tempat pemungutan suara (TPS) di Kompleks TNI. Bagaimana cara mencegah agar tak terjadi intimidasi atau penekanan tertentu pada TPS-TPS di Kompleks TNI itu?

TPS kan disesuaikan dengan jumlah pemilih. Kalau di Jakarta, seperti di Perumahan Cijantung (Kompleks TNI AD), itu kan sangat luas. Mau tidak mau, dibuat TPS di sekitar perumahan tersebut. Bagi kami, sah-sah saja. Silakan buat TPS dan kami akan tetap netral. Tidak akan ada yang memaksa.

Kalau kami tidak netral, nanti rakyat tidak akan percaya lagi kepada TNI. Bila itu terjadi, terlalu sulit bagi kami untuk memperbaikinya. Jadi satu kebodohan luar biasa kalau ada yang ingin untuk tidak netral.

Bakal capres purnawirawan TNI ada 4 nama –Wiranto, Prabowo Subianto, Pramono Edhie Wibowo, dan Endriartono Sutarto. Apa secara tak langsung ada kecenderungan berpihak pada salah satu nama itu?

Kami menghargai senior-senior kami yang mencalonkan diri sebagai calon presiden. Itu adalah hak warga negara. Tapi kami juga ingin ditempatkan pada porsi kami yang sebenarnya, yaitu tetap netral, dan anggota keluarga kami agar memilih sesuai hati nurani masing-masing.

Kami tidak ingin ada senior-senior kami yang punya kesempatan, memaksa-maksa anggota kami berpolitik. Kami sudah sangat cerdas dalam hal ini. Kami percaya keluarga kami juga sangat cerdas. Sudah bukan masanya lagi kita membujuk-bujuk dan memaksa-maksa.

Tapi bukannya ada hubungan persahabatan atau bekas atasan di TNI?

Secara pribadi, saya dekat dengan beliau berempat (Wiranto, Prabowo Subianto, Pramono Edhie Wibowo, dan Endriartono Sutarto). Tapi untuk urusan politik, maaf, kami menjalankan tugas masing-masing. Kebetulan saya masih berdinas aktif. Maka saya harus melaksanakan aturan untuk seluruh prajurit TNI, yaitu bertindak netral. Percayalah pada kami.

Apa saja persiapan TNI untuk pengamanan pemilu?

Seluruh unsur komandan, mulai para pangdam (panglima daerah militer), danrem (komandan resor militer), dandim (komandan distrik militer), sampai komandan batalyon, sudah kami kumpulkan dan jelaskan soal pengamanan pemilu.

Kami juga sudah rapat bersama dengan Kepolisian, karena tugas kami adalah membantu Kepolisian mengamankan Pemilu 2014.

Satuan-satuan yang akan ditugaskan beserta peralatannya pun sudah kami persiapkan. Pemetaan daerah juga sudah kami lakukan. Jadi cukup banyak hal yang sudah kami lakukan. Kami sekarang dalam kondisi siap melaksanakan tugas pengamanan pemilu.

Berapa jumlah personel yang diturunkan untuk mengamankan pemilu?

Seluruh satuan teritorial kami kerahkan. Sebagai langkah-langkah preventif, kami turunkan sepertiga dari kekuatan TNI AD, jumlahnya nyaris 100 ribu, mulai dari babinsa (bintara pembina desa), danramil (komandan rayon militer), dandim, sampai kodam (komando daerah militer).

Semua sudah kami siapkan. Tapi yang betul-betul mendapat dukungan logistik dari Kepolisian atau pemerintah adalah mereka yang berada di bawah kendali operasi Kepolisian. Dalam hal ini, kami siapkan sekitar 35 orang atau satu peleton untuk setiap Polres nonkota. Sementara untuk Polres Kota bisa sampai satu kompi atau sekitar 130 orang.

Kemudian untuk Polda yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal, kami menyiapkan dua SSK  (satuan setingkat kompi) yang berjumlah sekitar 270 orang. Untuk yang setingkat Inspektur Jenderal, kami menyiapkan satu batalyon atau hampir 400 orang. Sementara untuk cadangan terpusat, kami siapkan satu brigade atau tiga batalyon yang berjumlah sekitar 2.500 orang.

Di Jakarta sempat digelar simulasi pengamanan pemilu dari Kepolisian. Kalau untuk di daerah, apa yang diantisipasi?

Kami mengantisipasi adanya kemungkinan satu kelompok masyarakat yang mencintai kelompoknya secara berlebihan, sehingga melakukan tindakan-tindakan tak bertanggung jawab apabila kelompoknya ini tidak berhasil unggul atau menjadi yang terbaik. Jangan sampai ada intimidasi atau tekanan dari satu kelompok ke kelompok lain. Ini yang kami cegah.

Masih soal pengamanan pemilu, daerah mana saja yang dinilai rawan?

Kami anggap semua daerah memerlukan perhatian. Kami tidak bisa mengkhususkan pada salah satu. Papua, Aceh, Jakarta, Solo, Kalimantan, Makassar, punya ciri khas sendiri. Oleh sebab itu tidak bisa kami sepelekan.

Kami sadari pemilu ini pesta milik rakyat. Kami percaya rakyat juga menyambut dengan antusias, sehingga kami mengimbau kepada orang-orang yang mencoba mengganggu atau ingin bermain, jangan. Nanti akan berhadapan dengan kami.

KPU minta bantuan kepada TNI dan Polri untuk mendistribusikan logistik pemilu. Untuk TNI AD, apa saja yang sudah dilakukan terkait hal itu?

Kami pada dasarnya membantu. Kami siapkan betul, mulai pesawat –pesawat besar, pesawat sayap cepat, helikopter, sampai mobil, motor babinsa. Hanya kami tdiak akan mengerjakan distribusi logistik pemilu sendiri. Jadi petugasnya harus ada dan permintaannya harus tertulis. Ini agar tak ada kecurigaan bahwa distribusi itu karena keinginan kami sendiri. Kami membantu dan menyediakan peralatan, tapi penanggung jawabnya harus ada.

Helikopter, pesawat CASA, kami siapkan. Kapal laut juga kami punya. Akhir Maret kami punya dua kapal laut baru berkecepatan 40 knot yang bisa menembus ombak berapapun tingginya asal nakhodanya masih kuat. Kapal ini buatan Indonesia, dalam negeri, dikerjakan oleh swasta kita. Hanya mesin dan water gate-nya yang dari luar negeri.

Apakah ada kendala distribusi logistik, misalnya di daerah konflik?

Insya allah tidak ada. Misal di Papua, kekuatan bersenjatanya kecil, hanya dia menguasai medan. Itu gerilya. Adakalanya dia menang. Tapi kalau dihitung jumlah menang-kalahnya, kami (TNI) masih menang. Yang bahaya di Papua itu politik untuk memerdekakan diri.

Tak ada rombongan pengangkut logistik yang dihadang kelompok separatis?

Jumlahnya (kelompok separatis) kecil. Tidak terlalu dihitung. Untuk Papua, kami takutnya jika sampai salah menangani, akan dimanfaatkan secara politik. Itu yang paling bahaya. Oleh sebab itu, kalau dia (separatis) mulai duluan, baru kami sikap. Atau kami intip dari jauh. Begitu dia kelihatan membawa senjata, baru kami sikat.

Di luar itu, tidak boleh. Karena prinsip kami dalam menangani Papua adalah memberi rasa keadilan. Mereka adalah sesama bangsa Indonesia. Kita harus memberi keadilan kepada mereka sehingga mereka mendapatkan kesejahteraan dan pendidikan setara dengan kita.

Kalau soal gangguan kelompok bersenjata, tunggu dulu dia kelihatan, baru kami kejar. Atau kalau dia melakukan sesuatu, baru kami kejar. Kalau kita yang mencari dia, tidak boleh. Kami tidak terlalu khawatir soal itu. (VivaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar