JAKARTA-(IDB) : Angkatan Udara Indonesia sempat menjadi anak emas Presiden Sukarno
karena memiliki pesawat tempur tercanggih di zamannya. Sehingga muncul
ungkapan 'AURI, anak lanang Bung Karno'.
Kurun waktu 1960-an kekuatan Angkatan Udara Indonesia sempat membuat gentar negara tetangga di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Saat itu kesatuan dengan semboyan 'Swa Bhuwana Paksa', atau sayap pelindung angkasa nusantara itu telah memiliki pesawat jet pembom stategis Tu-16 dan Tu-16 KS.
Pesawat Tu-16 memiliki jangkauan terbang hingga 7200 kilo meter, kecepatan mencapai 1050 kilometer per jam, dengan ketinggian terbang hingga 39400 kaki. Pesawat ini mampu membawa muatan bom seberat 9 ton.
Tak hanya pesawat pembom, Indonesia juga memiliki pesawat sergap tempur. Padahal saat itu negara-negara besar seperti Cina, India, dan Australia saja belum memiliki pesawat pembom strategis atau jet tempur.
Kurun waktu 1960-an kekuatan Angkatan Udara Indonesia sempat membuat gentar negara tetangga di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Saat itu kesatuan dengan semboyan 'Swa Bhuwana Paksa', atau sayap pelindung angkasa nusantara itu telah memiliki pesawat jet pembom stategis Tu-16 dan Tu-16 KS.
Pesawat Tu-16 memiliki jangkauan terbang hingga 7200 kilo meter, kecepatan mencapai 1050 kilometer per jam, dengan ketinggian terbang hingga 39400 kaki. Pesawat ini mampu membawa muatan bom seberat 9 ton.
Tak hanya pesawat pembom, Indonesia juga memiliki pesawat sergap tempur. Padahal saat itu negara-negara besar seperti Cina, India, dan Australia saja belum memiliki pesawat pembom strategis atau jet tempur.
Seolah ingin mengulangi kejayaan itu, kini pemerintah memprioritaskan
belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Udara.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Sisriadi Iskandar mengatakan, alutsista TNI AU diprioritaskan mengingat posisi Indonesia yang merupakan Negara kepulauan.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Sisriadi Iskandar mengatakan, alutsista TNI AU diprioritaskan mengingat posisi Indonesia yang merupakan Negara kepulauan.
“Dalam perang modern penggunaan wahana udara semakin tinggi. Orang bebas
bergerak dan bertempur di udara. Sehingga sebagai Negara kepulauan yang
luasnya begini, kekuatan udara dan laut kita harus dibangun kuat,” kata
Sisriadi kepada detikcom, Selasa (8/10) lalu.
Sebagai Negara kepulauan menurut dia kekuatan maritim Indonesia harus kuat. Penopangnya adalah Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Alutsista TNI AU yang sudah didatangkan antara lain unit pesawat temput Sukhoi 27 MK-2 di Makassar, skuadron F16 di Madiun.
Bentuk modernisasi lainnya antara lain pesawat angku CN 295, dan pesawat angkut Hercules C-130 H. “Pesawat angkut Herculesnya akan nambah lagi, sebagian sudah datang dan sebagian masih ada yang dalam proses produksi,” tambah Sisriadi.
Kini sejak modernisasi alutsista TNI mulai dilaksanakan, gangguan keamanan oleh pihak asing terhadap Indonesia hampir tidak ada.
“Sekarang tak banyak lagi (gangguan), tidak ada mungkin. Dulu pas zaman tidak enak, antara 2002-2003 itu (ada gangguan),” kata Sisriadi.
Tak hanya alutsista, kemampuan prajurit kini juga terus ditingkatkan. Hasilnya dalam ajang Pitch Black di Darwin, Australia tahun lalu misalnya.
Pilot-pilot Sukhoi Indonesia mampu mengimbangi kemampuan armada pesawat tempur negara maju, seperti Amerika, Singapura, dan tuan rumah Australia.
Kekuatan TNI AU kini telah kembali diperhitungkan oleh negara-negara tetangga. Si 'anak lanang Bung Karno' itu kini mulai kembali.
Sebagai Negara kepulauan menurut dia kekuatan maritim Indonesia harus kuat. Penopangnya adalah Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Alutsista TNI AU yang sudah didatangkan antara lain unit pesawat temput Sukhoi 27 MK-2 di Makassar, skuadron F16 di Madiun.
Bentuk modernisasi lainnya antara lain pesawat angku CN 295, dan pesawat angkut Hercules C-130 H. “Pesawat angkut Herculesnya akan nambah lagi, sebagian sudah datang dan sebagian masih ada yang dalam proses produksi,” tambah Sisriadi.
Kini sejak modernisasi alutsista TNI mulai dilaksanakan, gangguan keamanan oleh pihak asing terhadap Indonesia hampir tidak ada.
“Sekarang tak banyak lagi (gangguan), tidak ada mungkin. Dulu pas zaman tidak enak, antara 2002-2003 itu (ada gangguan),” kata Sisriadi.
Tak hanya alutsista, kemampuan prajurit kini juga terus ditingkatkan. Hasilnya dalam ajang Pitch Black di Darwin, Australia tahun lalu misalnya.
Pilot-pilot Sukhoi Indonesia mampu mengimbangi kemampuan armada pesawat tempur negara maju, seperti Amerika, Singapura, dan tuan rumah Australia.
Kekuatan TNI AU kini telah kembali diperhitungkan oleh negara-negara tetangga. Si 'anak lanang Bung Karno' itu kini mulai kembali.
TNI Angkatan Udara Tak Mau Dipermainkan Lagi
Pengalaman menjadi guru yang paling berharga. Luasnya wilayah Nusantara
yang tidak diimbangi dengan kekuatan peralatan tempur udara yang memadai
menjadi salah satu faktor munculnya kasus Ambalat.
Guna mencegah terjadinya kasus serupa, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara berencana menambah skuadron di Pekanbaru, Riau, dan Biak, Papua, untuk melengkapi kekuatan pengawasan wilayah teritorial Indonesia.
Hal ini seiring bertambahnya jumlah pesawat tempur F-16 dalam program Minimum Essential Force (MEF). Kepala Pusat Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Suyadi Bambang Supriyadi mengatakan rencana penambahan skuadron ini untuk memperkuat pengawasan di wilayah barat dan timur Indonesia dari ancaman luar.
Penambahan skuadron ini dinilai cukup penting mengingat luas wilayah Tanah Air dan banyaknya daerah perbatasan dengan negara lain. Sistem pengawasan wilayah teritorial Indonesia beda dengan negara lain karena merupakan negara kepulauan.
Guna mencegah terjadinya kasus serupa, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara berencana menambah skuadron di Pekanbaru, Riau, dan Biak, Papua, untuk melengkapi kekuatan pengawasan wilayah teritorial Indonesia.
Hal ini seiring bertambahnya jumlah pesawat tempur F-16 dalam program Minimum Essential Force (MEF). Kepala Pusat Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Suyadi Bambang Supriyadi mengatakan rencana penambahan skuadron ini untuk memperkuat pengawasan di wilayah barat dan timur Indonesia dari ancaman luar.
Penambahan skuadron ini dinilai cukup penting mengingat luas wilayah Tanah Air dan banyaknya daerah perbatasan dengan negara lain. Sistem pengawasan wilayah teritorial Indonesia beda dengan negara lain karena merupakan negara kepulauan.
“Ini kan soal perbandingan dengan luas wilayah. Itu tidak boleh dikurangi. Kalau begitu, nanti negara lain akan main-main dengan kita. Kayak kasus Ambalat karena dia tahu dulu kita masih minim kekuatan alutsista pesawat tempur,” katanya menegaskan.
Pengamat militer dari Universitas Indonesia Andi Wijayanto menilai upaya modernisasi alutsista TNI sudah terbilang baik. Mengacu pada target pencapaian kekuatan pokok minimum MEF 2024, modernisasi yang sudah dilakukan pemerintah sudah di atas target. "Hal ini karena penambahan anggaran pengadaan alutsista Rp 149 triliun untuk 2010-2014," ujar Andi kepada detikcom kemarin.
Sumber : Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar