JKGR-(IDB) : China seakan ingin membangkitkan kembali kegemilangan kekaisaran Tiongkok dengan terus memperbesar diri dalam segala aspek. Menampilkan RRC sebagai kekuatan besar baru dalam peta dunia dan turut andil dalam percaturan politik global. Sebagai bagian dari “blok timur” RRC secara langsung menjadi penyeimbang kekuatan bagi Amerika di pasifik. Kekuatan ekonomi serta status RRC sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB serta kapabilitas nuklirnya telah memberikannya daya tawar yang kuat baik itu dalam ekonomi, politik maupun militer.
Banyak negara tunduk dengan khidmat serta merasa sangat perlu untuk
mendengarkan bagaimana pendapat Amerika. Demikian karena negara – negara
tersebut masih memiliki ketergantungan dalam ekonomi, namun terutama
karena Amerika memiliki pentungan besar – besar dan sama sekali tidak
merasa segan menggunakannya (seperti dalam kasus Irak dll). Dengan
hadirnya RRC sebagai kekuatan penyeimbang memberikan opsi tambahan bagi
negara – negara pasifik untuk memilih kutub, serta memberi ruang bagi
tawar menawar dengan sang pemain lama, Amerika. Bisa dikatakan pula
kehadiran RRC adalah ancaman di luar prediksi dan antisipasi, yang
kemudian mengacaukan skenario lama yang telah lama dipupuk oleh Barat.
Namun kehadiran RRC sebagai artis utama di kawasan tidak serta merta
menjadi kabar baik. Sebab dengan semakin membesarnya postur RRC
menyebapkan kebutuhannya atas ruang gerak pun ikut membesar, termasuk
kebutuhannya akan energi dan sumber daya alam. Dan badan yang besar
untuk dapat berdiri kokoh haruslah ditopang kaki – kaki yang besar pula.
Permasalahannya kaki yang besar akan cenderung menginjak kaki orang
lain, sengaja atau tidak disengaja. Didukung kekuatan militer yang besar
dan diimbuhi gaya politik ala Tun Tzu menjadikan disaat yang bersamaan
wajah China terlihat manis dan menakutkan.
Klaim RRC atas Taiwan, 90% area LCS dan kepulauan Senkaku tentu saja
didasari atas motif politik dan ekonomi serta sebentuk upaya untuk
“mengembalikan dan mengangkat harga diri nasional. Disinyalir baik LCS
maupun Senkaku menyimpan cadangan energi potensial yang akan sangat
berguna sebagai cadangan energi masa depan negara manapun yang
menguasainya. Dan mengamankan masa depan energi nasional menjadi
prioritas RRC bila melihat tingkat pertumbuhan postur negaranya.
Sedangkan dengan Taiwan, selain dilatari faktor sejarah juga karena
potensi Taiwan untuk menyumbang porsi ekonomi RRC melalui industrinya.
Namun RRC tidak dapat begitu saja mengeksekusi rencananya. Berkaca
pada Jerman, sekuat apapun kekuatan militer Hitler jika dikeroyok banyak
negara tetap akan keok juga. Mengetahui itu RRC kemudian memainkan
kartunya dengan ikut mencelupkan tangannya pada konflik di berbagai
belahan dunia, terutama pada konflik semenanjung Korea dan Suriah. Kedua
konflik tersebut adalah kartu dagang RRC untuk bernegosiasi dengan
Barat perihal Taiwan, Senkaku dan LCS. Selain itu RRC juga terus
berusaha merangkul dan menguatkan hubungannya dengan Rusia dengan
menawarkan gulali manis yang bernama ASEAN sebagai hadiah ucapan selamat
datang. Yaitu sepetak pasar malam bagi bagi gelar dagangan negara
“sahabat”.
Klaim RRC atas wilayah yang dipersengketakan bersandar pada alibi
sepihak berupa catatan sejarah dari masa kerajaan ribuan tahun yang
lalu. Ini tentu saja bertentangan dengan tata aturan hukum internasional
yang berlaku saat ini dan tidak dapat diterima ataupun diakui.
Sebab
dalam perjalanan sejarahnya penguasaan atas suatu wilayah terus berganti
tangan. Khususnya LCS, dengan mengandalkan aura kekuatan militernya RRC
datang mengusik LCS dan kemudian menciptakan situasi tegang dan cemas
diantara negara kawasan. Mengetahui bahwa alibinya tidak akan pernah
diterima oleh dunia internasional, sedari awal RRC tidak secara serius
menempatkan keberadaannya LCS sebab itu akan sama saja dengan mengundang
konfrontasi dunia, sangat tidak menguntungkan.
Yang perlu dilakukan hanyalah secara rutin membuat insiden – insiden
kecil di permukaan sekedar untuk menunjukkan klaimnya atas wilayah
tersebut, dengan tujuan untuk terus memupuk rasa kehawatiran dan
ketegangan di kawasan. Negara yang khawatir dan resah akan cenderung
mempersenjatai dirinya dan mudah “diarahkan”, keadaan inilah yang
kemungkinan menjadi hadiah persahabatan RRC bagi Rusia, yang pada
praktiknya ternyata juga ikut ditumpangi oleh Barat.
Hasilnya belanja
militer di kawasan meningkat pesat diiringi gejala meningkatknya
ketidakstabilan politik pada kawasan. Di sisi lain olah pergerakan RRC
di LCS secara sistematis telah menggerus perlahan status yuridiksinya,
menggeser penguasaan wilayah ke arah Tiongkok dengan terus menjauhkan
tangan – tangan pesaing. Istilahnya sekali tepuk dua lalat kena.
Tawaran China untuk bernegoisasi tertutup dan bersikeras menolak meja
perundingan internasional menyiratkan dengan jelas niat RRC untuk
menghindari intervensi asing dan mengamankan alibi klaimnya. Intervensi
pihak ketiga akan menyebapkan posisi RRC lemah dan berpotensi keluar
tanpa mendapat apa – apa, dan ini akan mendorong China untuk beralih
pada opsi militer. Bila ada opsi yang lebih murah dan mudah mengapa
harus mengambil yang sulit.
Dengan hanya mengandalkan aura kekuatan
militernya, dalam sebuah perundingan tertutup, RRC dapat menekan lawan
dan meminta “previlege” atau imbal tukar guling atas kawasan.
Perumpamaannya seperti berkata “Saya tidak akan mengusik LCS dan LCS
akan tetap menjadi bagian dari wilayah anda, TAPI sebagai gantinya mari
kita bicara tentang bagaimana kita mengolah SDA yang ada di dalamnya”.
Taktik ini menawarkan solusi pencapaian tujuan yang jauh lebih efektif
dan efisien dari pada model invasi Barat, menaklukkan tanpa berperang.
Melihat gerak gerak itu Barat pun lagi – lagi ikut menumpanginya
dengan menawarkan “jasa perlindungan” yang ujung – ujungnya pasti juga
sama, imbal hasil pengelolaan SDA yang terkandung di LCS. Oleh karena
itulah bisa dikatakan saat ini ASEAN menjadi ajang permainan busuk
negara – negara besar. Jika saja PBB dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, aksi – aksi premanisme multinasional ini tidak akan terjadi.
Melemahnya peran PBB sendiri karena negara – negara besar menjauhkan
diri dan cenderung memilih aksi hakim sendiri. Aksi yang dipelopori oleh
Amerika dan Eropa ini telah menggerus kepercayaan dunia internasional
pada PBB. Menjadikan negara – negara kecil bak anak ayam kehilangan
induknya, sebab yang diharapkan PBB dapat menjadi tempat mengadu dan
menuntut keadilan. Namun pada praktiknya hanya menjadi alat kepentingan
negara – negara tertentu saja.
Di luar urusan sengketa wilayah, RRC menyadari betul rencana Amerika
untuk mengepung China secara geografis. Apabila RRC tersudutkan maka RRC
akan kehilangan kekuatan strategis militernya atas negara – negara
kawasan, dan tentunya akan kehilangan “previlege untuk memeras” yang
telah dirintisnya.
Dan dari sinilah potensi perang yang sesungguhnya
dapat timbul. Mengetahui itu RRC merasa perlu menempatkan kekuatan
militernya di suatu lokasi strategis di luar teritorinya sendiri. Dimana
lokasi tersebut dapat berfungsi sebagai pivot point bagi garis depan
untuk membuka jalan, menjaga halaman pertahanan, memecah kebuntuan
pergerakan dan disaat yang sama lokasi tersebut tidak memiliki
kapabilitas untuk memberikan perlawanan atau menjadi ancaman balik
dikemudian hari.
Dan tempat yang memenuhi segala kriteria tersebut adalah Timor Leste. Jika RRC berhasil menempatkan sebagian kekuatannya di Timor maka RRC akan memiliki kemampuan untuk melakukan manuver – manuver strategis di front selatan dengan mencegat Autralia secara langsung, mengontrol pergerakan “kuda hitam” Indonesia sekaligus antisipasi atas pangkalan sementara Amerika di Filipina.
Manuver tiga kapal perang RRC yang beberapa waktu lalu menuju selatan
melewati Indonesia dan menyusuri bagian utara Australia lalu kembali
lagi. Secara tidak langsung menyatakan bahwa mata perhatian China juga
tertuju keselatan dan mereka memilliki kemampuan untuk mencapainya.
Disatu sisi kejadian ini juga menunjukkan dimana posisi Indonesia dengan
RRC, dimana jika situasi LCS memburuk maka Australi-lah yang pantas
merasa khawatir, sebab Indonesia mungkin tidak akan berbaik hati menjadi
pagar bagi Australia di utara.
Alasan mengapa RRC belum melakukan pergerakan militer nyata terutama
atas Taiwan dan Senkaku kemungkinan karena China masih belum memiliki
teknologi kunci dan faktor – faktor pendukung untuk melakukan itu.
Seperti misalnya teknologi pertahanan udara hypersonic dan teknologi
hulu ledak nuklir berkecepatan tinggi seperti Bulava. Namun RRC telah
mulai membangun teknologi pendukungnya seperti jaringan satelit
nasional, sistem pertahanan pantai terpadu anti kapal induk, rudal anti
satelit dan jaringan bungker rudal nuklir bawah tanah yang ditempatkan
secara rahasia di utara.
Sedangkan faktor pendukungnya adalah dari segi
ekonomi, indikatornya adalah apabila GDP RRC telah melampaui Amerika
dimana secara teoritis berarti perekonomian China telah berada diatas
Amerika, yang juga dapat berarti RRC telah memiliki cukup dana untuk
membiayai perang besar. Satu diantara kedua syarat tersebut dapat
menjadi titik awal pergerakan RRC dikemudian hari.
Secara militer RRC terus membangun kekuatan otot – ototnya, bermula
dari mengejar kuantitas lalu kemudian meningkatkan kualitasnya, sehingga
kini Pai Tsu Chen telah berevolusi menjadi naga. Dalam pepatah Cina
dikatakan, “dua harimau tidak bisa hidup di satu gunung yang sama”.
Artinya baik RRC ataupun Barat salah satunya harus ada pihak yang kalah
dan menang.
China memiliki ambisi yang sangat besar namun ia sabar dan
cerdik serta pandai berhitung. Saat ini dimana Barat sedang mengalami
kelesuan ekonomi akan menjadi peluang bagi RRC untuk mendesak tujuannya
selangkah lebih maju. Sementara itu Amerika akan bertindak lebih “low
profile” mengingat kondisi perekonomian dalam negerinya yang belum
pulih, ditambahi banyak proyek dalam negeri yang menyerap banyak biaya
dan beban fiskal peninggalan petualangan perang Bush ikut menjadi
pekerjaan rumah tersendiri.
Bagaimana sepak terjang kedua negara ini
akan menentukan seperti apa wajah masa depan dunia ini kedepannya. Dan
nampaknya dunia di masa mendatang akan sekali lagi kembali diwarnai
dengan cerita persaingan antara blok besar Barat dan Timur.
Bersambung….
Sumber : JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar