Dalam pernyataan di Markas PBB, New York, DK menyatakan FDLR "bukan hanya menolak untuk menyerah sepenuhnya tanpa syarat serta membubarkan diri, tapi juga telah terus merekrut petempur baru ke jajarannya".
Sebanyak 300 anggota FDLR yang telah menyerahkan diri dan terdiri atas petempur tak penting, kata pernyataan itu. Mereka yang menyerah juga tak memenuhi syarat pembubaran penuh kelompok bersenjata itu sebagaimana ditetapkan.
Sebagai sisa utama kelompok pemberontak Hutu Rwanda yang berperang di bagian timur DRC, FDLR dikenal oleh Dewan Keamanan sebagai kelompok yang anggota dan pemimpinnya termasuk di antara pelaku pemusnahan suku pada 1994 di Rwanda.
Tenggat bagi FDLR untuk melucuti senjata anggotanya secara sukarela atau menghadapi aksi militer, yang ditetapkan oleh Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan (SADC) dan Konferensi Internasional mengenai Wilayah Danau Raya (ICGLR), berakhir pada 2 Januari 2015.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pada Rabu (7/1) berbicara dengan Presiden DRC Joseph Kabila melalui telepon, dan mendesak dilakukannya tindakan tegas terhadap FDLR.
Pertemuan Puncak Gabungan Kepala Negara dan Pemerintah SADC dan ICGLR dijadwakan berlangsung pada 15-16 Januari di Luanda, Angola, guna mengkaji situasi yang berkaitan dengan perlucutan senjata secara sukarela anggota FDLR dan memutuskan tindakan yang layak yang akan diambil setelah berakhirnya tenggat yang telah ditetapkan.
antaranews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar