Urusan daya jelajah
menjadi penting bagi keberadaan jet tempur TNI AU, maklum wilayah udara
yang harus di-cover terbilang ekstra luas. Meski ada beberapa pangkalan
(Lanud) aju untuk mendukung operasi jarak jauh, tapi dalam prakteknya
menyiapkan pangkalan aju belum tentu efektif dan dibutuhkan waktu untuk
segala macam persiapan guna menerima kedatangan jet tempur dari
pangkalan utama.
Bagi jet tempur TNI
AU, seperti Sukhoi Su-30 MK2 Flanker dan Hawk 200, jangkauan jelajahnya
bisa dimaksimalkan dengan fasilitas air refuelling system. Agar
diketahui, TNI AU lewat Skadron Udara 32 sejak 1961 telah mengoperasikan
dua unit KC-130B Hercules, yakni jenis pesawat angkut berat C-130
Hercules yang punya kemampuan multi purpose, salah satunya sebagai
pesawat tanker udara. KC- 130B Hercules mampu ‘menyusui’ di udara lewat
teknik hose. Dengan teknik hose, pesawat tempur penerima harus menggapai
drogue, berupa parasut kecil untuk proses air refuelling. Dalam pola
ini, pesawat penerima yang harus aktif mencari ‘puting susu’ dari tanker
tersebut.
Aksi KC-130B Hercules TNI AU saat akan “menyusui” Sukhoi |
Sukhoi Su-30 TNI AU ‘menyusu’ dengan teknik hose. |
A-4E Skyhawk (ex-skadron 11), telah menjadi klien KC-130 sejak tahun 80-an. |
Selain Sukhoi Su-30
dan Hawk 200, ‘pelanggan’ awal KC-130 Hercules TNI AU adalah jet tempur
A-4E Skyhawk yang kini telah dipensiunkan dari kedinasan. Tentu saja,
kemampuan KC-130 Hercules yang hanya bisa menyalurkan bahan bakar dengan
teknik hose menjadi kendala bagi jet tempur TNI AU lainnya. Adalah F-16
A/B Fighting Falcon Skadron Udara 3 dan F-16 C/D Skadron Udara 16,
kedua varian jet tempur first layer TNI AU ini tak bisa maksimal untuk
urusan jelajah. Ambil contoh untuk melaksanakan operasi udara di wilayah
Indonesia Timur, F-16 dari Lanud Iswahjudi mutlak membutuhkan pangkalan
aju.
Yang jadi masalah
utama, varian F-16 Fighting Falcon menganut teknik berbeda untuk air
refuelling, yakni dengan teknik boom. Teknik boom adalah pengisian bahan
bakar di udara menggunakan tail boom, semacam tangkai sodok di ekor.
Dalam pola ini, pesawat tanker yang aktif memberi ‘asupan susu’ alias
asupan bahan bakar ke pesawat penerima. Karena tak punya tanker udara
untuk F-16, TNI AU selama ini sebatas memanfaatkan latihan bersama untuk
berlatih air refuelling menggunakan pesawat KC-135 Stratotanker milik
AU AS. Hati menjadi miris, setelah tahu bahwa AU Singapura dengan ruang
udara yang amat minim, justru memiliki 4 unit KC-135 Stratotanker.
MRTT Solusi Untuk Semua Jet Tempur
Menyadari peran
strategis dari air refuelling, mengingat jet tempur TNI AU pengganti F-5
E/F Tiger nanti juga pasti punya kemampuan air refuelling, maka mantan
KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia pernah menyampaikan bahwa TNI AU
tengah mengajukan pengadaan pesawat tanker kelas MRTT (Multi Role Tanker
Transport). Hal tesebut disampaikan Ida Bagus dalam acara Exit Briefing
sebelum mengakhiri masa tugasnya sebagai KSAU di Mabesau, Cilangkap
(8/1/2015).
F/8-18 Super Hornet AU Australia dengan A330 MRTT. |
Tail boom di Airbus A330 MRTT. |
Pod air refuelling pada hard point sayap untuk teknik pengisian hose. |
Kemudian menjadi
menarik perhatian, apa itu MRTT? Secara sederhana bisa disebut MRTT
adalah pesawat tanker yang berasal dari platform pesawat jet sipil (wide
body). Selain punya peran sebagai pesawat tanker, MRTT dapat pula
disulap untuk kebutuhan angkut personel dan Medevac (medical
evacuation). Skema multi purpose-nya tak beda dengan KC-130 Hercules TNI
AU. Tapi karena punya dimensi lebih besar, maka kapasitas bahan bakar
(avtur) yang bisa digelontorkan di udara juga lebih banyak. Dan yang
paling penting, MRTT dapat mengusung dua teknik air refuelling, baik
teknik hose dan boom. Alhasil nantinya semua jet tempur TNI AU, termasuk
F-16 pun akan punya kepak sayap lebih kuat di udara.
Airbus A330 MRTT
Dari beberapa tipe
MRTT yang ada di pasaran, besar kemungkinan yang akan diboyong TNI AU
adalah Aribus A330 MRTT. Pasalnya, Airbus Military terbilang punya
hubungan yang lekat dengan Indonesia, khususnya PT Dirgantara Indonesia
yang telah bekerjasama cukup lama dalam hal ToT (Transfer of
Technology). Arbus A330 MRTT dibangun dari platform pesawat sipil Airbus
A330-200. Pesawat tanker dengan dua mesin jet ini dapat membawa muatan
111 ton bahan bakar, tanpa fuel tank tambahan. Selain itu, masih bisa
ditambah kargo tambahan hingga kapasitas 45 ton. Muatan kargo dapat
dibawa dalam 8 military pallets.
Konfigurasi tanki bahan bakar Airbus A330 MRTT. |
Terminal pengendali air refuelling pada teknik boom di Airbus A330 MRTT AU Australia. |
Konfigurasi Medevac pada A330 MRTT. |
Bagian dalam refuelling pod untuk teknik hose. |
Bila disulap
sebagai pembawa personel, A330 MRTT dapat membawa 380 penumpang
(konfigurasi single class). Saat keadaan mendesak, Aribus A330 MRTT
dapat disulap sebagai Medical Evacuation, 130 usungan standar dapat
dibawa.
Kembali ke air
refuelling, jika Airbus A330 MRTT dapat membawa 111 ton bahan bakar,
sebagai perbandingan KC-130B Hercules TNI AU hanya mampu membawa 136,26
hecto liter bahan bakar, atau setara 13.630 liter. Sebagai pesawat
tanker, pada masing-masing sayap dilengkapi hard point untuk penempatan
refuelling pod guna menjulurkan teknik hose. Sementara untuk mendukung
teknik boom, terdapat tail boom pada sisi ekor bawah pesawat.
Selain basis A330, Airbus Military juga punya varian Airbus A310 MRTT, seperti yang dioperasikan AU Jerman. |
Airbus A330 MRT
dengan bobot kosong 125 ton dapat menjelajah hingga 14.800 km. Punya
kecepatan maksimum 880 km per jam, dan ketinggian terbang maksimum
13.000 meter. Sampai saat ini, A330 MRTT sudah digunakan oleh AU
Inggris, AU Australia, AU Emirat Arab, AU India, dan AU Arab Saudi. Bila
Indonesia baru sebatas melirik pesawat tanker ini, lain hal dengan
Singapura, negeri pulau ini malahan sudah memesan 6 unit A330 MRTT pada
Februari 2014, yang rencananya akan mulai hadir pada tahun 2018
mendatang. (Haryo Adjie|Indomiliter)
Spesifikasi Airbus A330 MRTT
Crew: 3: 2 pilots, 1 air refuelling operator
Capacity: 291 passengers, and 8 military pallets + 1LD6 container + 1 LD3 container
Length: 58.80 m
Wingspan: 60.3 m
Height: 17.4 m
Empty weight: 125,000 kg
Useful load: 45,000 kg non-fuel payload
Powerplant: 2× Rolls-Royce Trent 772B or General Electric CF6-80E1A4 or Pratt & Whitney PW 4170 turbofans
Fuel Capability: 111,000 kg
Maximum speed: 880 km/h
Cruise speed: 860 km/h
Range: 14,800 km
Service ceiling: 13,000 m
Tidak ada komentar:
Posting Komentar