Pendahuluan
Tadinya saya tidak
ingin tulis komentar, akan tetapi propagandanya makin lama cenderung
menyesatkan, sehingga perlu dijawab. Sah saja seseorang mengoceh dalam
menjual produk, namun bila dalam sales talk-nya menjelekkan produk
lawan, tentu ini memancing reaksi dan perlu diluruskan. Terutama yang
mengusik penulis adalah pelibatan Su-35.
Seperti yang diklaim gripen Indonesia bahwa dia bukan salesman Gripen, penulis juga bukan salesman Su-35 ataupun setiap pesawat lainnya, akan tetapi hanya seorang fanboy yang mendambakan diskusi pencerahan yang saling menghormati dan jujur.
Seperti yang diklaim gripen Indonesia bahwa dia bukan salesman Gripen, penulis juga bukan salesman Su-35 ataupun setiap pesawat lainnya, akan tetapi hanya seorang fanboy yang mendambakan diskusi pencerahan yang saling menghormati dan jujur.
Apple to apple
Membandingkan
Gripen dengan Su-35 ibaratnya sama dengan Apple to Jeruk lokal : satu
dan dua engine, MTOW yang beda jauh, fuel fraction yang 33% lebih besar,
jumlah “hardpoints” / senjata yang dapat diusung, power aperture radar
yang jauh lebih besar dan banyak lagi lainnya. Jadi itu menurut saya
adalah nonsense. Mungkin pembaca masih ingat ketika Su-30 kita intercept
black flight Gulfstream di NTT harus dikejar dengan kecepatan
supersonik sampai dapat meskipun Su-30 kita terpaksa mendarat dulu di
Lanud El Tari untuk isi bahan bakar lagi. Meskipun tidak ada penjelasan
resmi, namun dapat diperkirakan bahwa disini kita berbicara tentang
kurun waktu ? 30 menit terbang supersonik. Sejujurnya, kalau kita kejar
dengan Gripen, apakah mungkin? Gripen yang katanya bisa supercruise
pasti akan kedodoran dan “bingo” sebelum berhasil mencegat.
Gripen NG dan Su-35 masing-masing punya tupoksinya sendiri di angkasa Indonesia.
Gripen dapat di-customize 100% menurut kebutuhan Indonesia
Gripen Indonesia
menulis : “misalnya, untuk BVR combat, versi Indonesia dapat membawa
tidak hanya Meteor, tapi juga R-77T (infra-red) dan R-77-1 buatan
Russia”. Gripen Indonesia terlalu menyederhanakan masalah dan bisa
menyesatkan. Penulis sendiri bukan ahlinya, tapi mari kita coba kita
lihat permasalahannya : (1) Adaptor (cantelan) AAKU/AKU-170 untuk R-77,
(2) integrasi adaptor ke fire control sequence dan radar, (3) interface
dengan radar dan IRST, dan masih banyak lainnya. Misalnya, yang paling
sederhana saja, apakah adaptor AAKU/AKU-170 langsung dapat dipasang di
Gripen? Dipasang tidak jatuh dulu lho, belum bicara kinerja dibawa
terbangnya. Sebaliknya, kasus yang sama dapat pula ditanyakan, apakah
Meteor dapat dibawa oleh Su-35?
Logika yang benar
adalah Gripen tetap Gripen dan Su-35 tetap Su-35. Masing-masing punya
tupoksinya sendiri. Su-35 tetap diperlukan sebagai heavy fighter
mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara yang sangat luas
serta untuk menangkal F-35 dan F-15SG. Gripen dapat diposisikan sebagai
pengganti F-16 Blok 52ID yang ompong (karena tidak punya rudal BVR
AIM-120 C7), pengganti F-5 dan Hawk, atau sebagai alternatif seandainya
proyek KFX/IFX gagal (bukan dibatalkan seperti diminta oleh Gripen
Indonesia).
Gripen Indonesia
menulis lagi : “Sebagai sarana pembantu, Gripen-E/F sudah membawa
next-generation Gallium-Nitride jammer yang lebih unggul dibanding semua
tipe lain. Keunggulan Jammer ini akan membantu menangkal kemampuan
radar kecil di AMRAAM untuk “men-lock” Gripen”. Lebih unggul dibanding
semua tipe lain? Dari mana sumbernya? Tipikal ocehan seorang salesman.
Apakah hanya Gripen yang punya kemampuan seperti ini? Apakah Su-35 juga
punya kemampuan ini? SU-35 dapat membawa perlengkapan ECM sebagai
berikut : The heavyweight high power KNIRTI SAP -14 Support Jammer ECM
pod is a Russian analogue to the US ALQ-99E pod carried on the EA-6B
Prowler and EA -18G Growl er. It was developed for Flanker family
aircraft and is carried on a large centreline pylon. To date little has
been disclosed about this design, but it has been observed on the
Su-30MK Flanker G/H and Su-34 Fullbac k . It operates between 1 GHz and 4
GHz .
The KNIRTI SAP-518
ECM pod is a new technology replacement (DRFM?) for the established L005
Sorbstiya series wingtip ECM pods. It operates between 5 GHz and 18
GHz. Sumber http://www.ausairpower.net/APA-Su-35S-Flanker.html.
100% Transfer-of-Technology, dan kesempatan untuk partnership dalam pengembangan proyek Gripen-NG
Tanpa melihat
secara utuh dokumen penawaran Gripen tentunya kita hanya dapat
meraba-raba. Misalnya, berapa minimum jumlah Gripen yang harus kita
beli? Berapa harga fly away cost, dan berapa kalau termasuk R & D?
Berapa lama sampai kita dapat merakit (bukan membuat lho) sampai
menerbangkan Gripen? Bagaimana dengan klausul embargo? Inggris saja
sudah bersuara tidak setuju dan akan mengembargo apabila Brazil akan
menjual rakitan Gripennya ke Argentina (lihat juga Gambar 1 di bawah).
SAAB itu adalah perusahaan aerospace yang kecil, tidak bisa dibandingkan
dengan EADS atau Lockheed misalnya. Kemampuan mengelola 2 proyek ToT
besar dalam waktu yang sama patut diragukan. Proyek Gripen Brazil
sendiri belum dimulai. Bagaimana dengan time frame proyek Gripen
Indonesia? Bagaimana kalau masalah Freeport mengganjal? Engine Gripen,
apalagi untuk Gripen NG, masih harus diselesaikan antara SAAB dengan
pemerintah USA.
Tentang harga :
2012 – 50-60
million USD per plane; atau 150 million USD dengan R&D costs (di
kalkulasi dari rencana pembelian Swiss sebagai partner pengembangan, dan
akan membeli 22 Gripen NG dengan harga 3,1 billion Swiss franc; namun
pada 18 Mei 2014, 53.4% dari rakyat Swiss memberikan suara tidak setuju
dalam sebuah referendum nasional)
2014 – 43 million USD unit flyaway/ 42 million USD unit flyaway
Sumber https://defenseissues.wordpress.com/tag/gripen-cost/
Tentang ongkos
operasi per jam Gripen NG: The calculation of the hourly cost of
operation determines the Switzerland a flight operating time of 180
hours per year basis. At 22 Gripen, this results in a cost of 24’242
Swiss francs (USD 27.878) per flight hour.
Sumber http://www.bernerzeitung.ch/schweiz/standard/Die-Schweiz-erhaelt-umgebaute-OccasionsGripen/story/18471087
Pada akhirnya, 100% Transfer-of-Technology ini tidak demikian sederhana seperti ditulis oleh Gripen Indonesia.
Aerial data networking
Gripen Indonesia
menulis : “Dalam keadaan sekarang, tidak mungkin F-16 Block-15/52ID dan
Sukhoi Su-27 Indonesia dapat di-network bersama. TKS-2 Network (kalau
ada) di Su-27/30, yang berbasiskan tehnologi Russia tidak akan
compatible ke semua sistem pertahananan udara Indonesia yang lain yang
rata-rata berbasis teknologi Barat”. Bagaimana dengan kenyataan bahwa
Kohanudnas hampir selalu berhasil intetcept black flight dengan Flanker?
Salah satu dalil ilmu keteknikan adalah setiap masalah teknik pasti ada
solusinya, tergantung mau bayar ongkosnya atau tidak. Misalnya,
menggunakan pihak ketiga sebagai interface. Jadi yang dipermasalahkan
Gripen Indonesia bukan masalah yang ibaratnya jadi kiamat bagi
pertahanan udara. Seperti penulis tulis di atas, masing-masing punya
tupoksinya sendiri. Coba berikan skenario dimana Su-27/30/35 akan
bekerja sama dengan F-16/ Gripen, nggak cocok heavy fighter disandingkan
dengan light fighter. Doktrin pertahanan udara kita adalah pre-emptive
strike (strategis) garis ZEE + beyond ZEE menggunakan Su-35, dan
supremasi udara di atas ALKI (taktis) menggunakan F-16. Dua teater
operasi yang berbeda orientasi misinya, meskipun bisa overlap tetapi
biasanya secara insidental.
Gripen-NG adalah proven-concept; satu-satunya tipe yang akan memenuhi kebutuhan, dan keterbatasan Anggaran Indonesia
Gripen-NG adalah
proven-concept? Dibantah sendiri oleh Gripen Indonesia “Memang Gripen-E
yang pertama baru akan terbang di tahun 2018”. Sedangkan Su-35 sudah
diproduksi dan sudah masuk jajaran AU Rusia, dan nampaknya akan dibeli
China.
Konsep untuk bisa
beroperasi dari jalan lurus sepanjang 800 meter menjadi penting bagi
negara kecil seperti Swedia ataupun Singapura akan tetapi tidak krusial
bagi Indonesia, yang mempunyai 148 airport panjang 914 – s.d. di atas
3000 m, dan 37 di bawah 914 m ; sumber
http://en.wikipedia.org/wiki/Transport_in_Indonesia.
Biaya operasional Sukhoi Flanker yang mencapai Rp 400 juta / jam
Menurut penulis ini
masuk kategori rumor/ sas-sus yang tidak jelas sumber datanya. Kabar
terakhir mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Ida
Bagus Putu Dunia di Jakarta, Rabu (11/5) berkata .”Untuk menggerakkan
pesawat tempur Sukhoi saja minimal Rp 100 juta dalam satu jam terbang.
Sementara denda yang diberikan hanya 60 juta rupiah, sehingga sangat
rugi bagi TNI AU untuk biaya operasi Sukhoi yang besar,” sumber
http://m.merdeka.com/peristiwa/tni-a…p-60-juta.html.
Penulis sendiri
bingung dngan ongkos terbang, perawatan dan spare part dari Sukhoi; bila
diambil angka yang disebut mantan KSAU mencapai angka 100 jt rph, yg
kalau dianggap 1 USD = Rp. 12600, menjadi USD 7.936 per jam. Penulis
coba menghitung dulu biaya komponen fuel yg mudah dihitung :
Max internal fuel
SU-35 adalah 11,500 kg. Asumsi tipikal training sortie diisi 50% (ini
sdh lebih dari cukup) yaitu 5750 kg JP8, atau sekitar 1897 USgallon.
Dengan harga 1 USgallon = USD 3,13 (ini harga sebelum minyak dunia
turun), maka komponen bahan bakar adalah USD 5936 atau sekitar Rph.
71.230.000,-.
Total biaya
komponen-komponen lainnya (spare part, perawatan, gaji pilot + ground
crew dll) adalah selisih USD 7936 – USD 5936 = 2.000; manhour rate pilot
+ ground crew kita sudah jelas sangat kecil. Kesimpulannya angka 400 jt
rph/ flight hour itu sangat patut diragukan, angka 100 jt rph/ flight
hour adalah lebih mendekati kenyataan. Misalnya spare part-nya mahal,
dinaikkan menjadi USD 10.000 pun (Rph 126.600.000,-) masih sesuai dengan
nalar (BTW cek lagi perhitungan saya, mungkin salah).
Gripen Indonesia
menggembargembokan cost per fight hour yang paling murah menurut Jane’s.
Data ini diunduh dari
http://www.stratpost.com/gripen-operational-cost-lowest-of-all-western-fighters-janes
berita per tanggal 4 Juli 2012. Jadi masuk akal bahwa data Gripen
diambil dari tipe JAS-39A/B/C/D, bukan Gripen NG. Untuk Gripen NG,
penulis lebih percaya kepada angka sumber yang di atas sudah disebutkan
USD 27.878. Kalau dibagi duapun masih USD 14.000, masih jauh di atas
sumber Jane’s.
SAAB/Swedia akan menjadi supplier Indonesia
Boleh saja jadi
supplier, akan tetapi berani dan sanggup-kah menjamin embargo tidak akan
terjadi? Seperti diketahui, USA menerapkan embargo senjata 1999 – 2006,
dan EU dari September 1999 – Januari 2000. Embargo ini, berbarengan
dengan krisis finansial yang menimpa Indonesia, mengakibatkan
”kesengsaraan” bagi TNI AU dan secara tidak langsung menambah jumlah
kecelakaan pesawat militer (lihat sumber
http://indomiliter.mywapblog.com/daftar-kecelakaan-pesawat-militer-tni.xhtml).
Gambar 1 JAS-39/A/B/C/D Gripen |
Gambar 1 (maaf
masih JAS-29 A/B/C/D) menunjukkan betapa gado-gadonya Gripen ini. Untuk
Gripen NG paling tidak radar + radome, dan IRST dari Italia (Selex). Dan
engine akan menggunakan General Electric F414G, sebuah variasi dari
General Electric F414. Bagaimana kalau engine diembargo lagi?
Kesimpulan si Gripen Indonesia
Kalau disimak dari
tulisannya sekarang atau sebelumnya, maka maunya dia adalah F-16 tidak
berguna, KFX/IFX dibatalkan saja, dan Flanker dipensiunkan saja karena
katanya gampang rusak. Jangan sembarang tulis, tolong diberikan
sumbernya. Pengalaman lebih dari satu dekade kita dengan Flanker, tidak
ada kecelakaan (dan mudah-mudahan jangan sampai terjadi), intercept
black flight, menelorkan lebih dari 5 pilot dengan 1000 jam terbang
- http://garudamiliter.blogspot.com/2012/10/letkol-penerbang-untung-capai-1000-jam.html
- http://garudamiliter.blogspot.com/2014/03/letkol-pnb-tony-capai-1000-jam-terbang.html
- http://infoapajah.blogspot.com/2014/10/letkol-pnb-vincentius-raih-1000-jam.html
- http://strategi-militer.blogspot.com/2013/08/rahman-fauzi-pilot-pertama-yang-ke.html
- https://twitter.com/tni_au/status/542666449420943360
- http://www.kaskus.co.id/thread/5422cffbc0cb17d9028b4569/mayor-pnb-i-gusti-ngurah-sorga-capai-1000-jam-terbang-dengan-sukhoi/
meskipun kesulitan
dengan pengadaan BBM. Ini membuktikan bahwa Flanker kita bukanlah
”hangar queen”, yang nongkrong saja di hangar karena sering rusak.
Penutup
Penulis ingin
bertanya : apakah ada pesawat tempur lain yang bisa mengalahkan F-35 dan
F-15SG selain Su-35? Kalau ada silahkan buat artikel pendukungnya untuk
dibahas di sini, dan bukan melontarkan kata-kata enteng saja.
(by Antonov|JKGR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar