Cermin buruk muka kita adalah, jika ada peristiwa musibah
yang mengejutkan publik bersama korban yang besar, kejadiannya dramatis dengan
frekuensi siar yang luas maka selalu ada omongan emosional yang berlebihan “kapasitas
air liurnya”. Contoh terakhir adalah musibah jatuhnya pesawat militer angkut
berat Hercules TNI AU di Medan 30 Juni 2015 lalu yang menewaskan lebih seratus
jiwa warga bangsa ini.
Belum lagi selesai evakuasi, masih mengalir deras airmata
duka keluarga korban, komentar yang dilontarkan mereka yang merasa sok tahu
menyudutkan pemilik alutsista. Yang bilang pesawat tua lah, lalu ngomong
pesawat hibah, lalu komentar kurang perawatan, dikomersialkan, kelebihan beban
dan sebagainya. Padahal musibah baru hitungan jam dimana prioritas adalah
evakuasi korban dan pemberitahuan kepada keluarga korban.
Hercules Indonesia |
Itulah kita, begitu banyak stasiun penyiaran TV, Radio
dan media cetak hanya mengejar kecepatan siar dan terbit dimana nilai kecepatan
itu mengabaikan akurasi dan kelayakan. Sodoran pertanyaan yang diajukan ke
wakil rakyat dan pengamat abal-abal, jawabannya seperti “firman tuhan” dengan
mengatakan musibah itu karena alutsista renta dan jompo. Jadi dia sudah
memastikan bahwa penyebabnya alutsista tua bangka.
Padahal penyelidikan dan penelitian belum dimulai. Lalu kecelakaan pesawat militer angkut berat Airbus A400M di Spanyol baru-baru ini, apakah karena alutsista itu sudah tua. Jelas tidak, itu pesawat baru, gress yang mau dikirim ke Turki sebagai negara pembeli. Jatuh juga.
Padahal penyelidikan dan penelitian belum dimulai. Lalu kecelakaan pesawat militer angkut berat Airbus A400M di Spanyol baru-baru ini, apakah karena alutsista itu sudah tua. Jelas tidak, itu pesawat baru, gress yang mau dikirim ke Turki sebagai negara pembeli. Jatuh juga.
Pihak media juga punya andil dalam menyodorkan rekaman
wawancaranya, mestinya jika ada berita musibah, kunjungilah pemuka agama,
apakah dia ulama, pendeta, bikshu, setidaknya komentar mereka akan memberikan
opini yang menyejukkan sebagai media muhasabah, merenungkan diri lalu bergegas
memperbaiki diri. Kalau selalu orang parlemen dan pengamat sentimen berbasis
oppsisi yang dihubungi pasti jawabannya tidak mengedepankan dukacitanya tetapi
lebih kepada selalu menyalahkan pemilik asset atau yang punya inventaris.
Setidaknya numpang populer diatas penderitaan orang lain.
Pesawat Hercules yang dimiliki TNI AU semua ada dalam
kontrol perawatan yang ketat. Meski pesawat yang jatuh itu buatan tahun 1964
tetapi hampir seluruh komponen mesin, instrumen perkabelan, avionik sudah
berganti, sudah di retrofit. Yang jelas hanya rangkanya saja yang lama, tetapi
jeroannya tidak lagi keluaran tahun 1964.
Jika kecelakaan itu disebabkan sayapnya patah atau ekornya lepas atau
yang dikenal dengan “keletihan logam” barulah bisa disebut penyebabnya karena
uzur. Tidak ada pesawat uzur karena
komponennya selalu diganti sesuai umur teknisnya.
A400M, yang sedang digadang-gadang TNI AU |
Saat ini TNI AU sedang berupaya meningkatkan jumlah
armada Herculesnya dengan mendatangkan 9 pesawat “Badak” itu dari
Australia. TNI AU saat ini memiliki 2
skuadron angkut berat Hercules yang bermarkas di Halim Jakarta dan Abdurrahman
Saleh Malang dengan kekuatan 28 pesawat. Dalam lima tahun ke depan akan
ditambah 1 skuadron lagi dan ber home base di Makassar. Hercules bagaimanapun dikenal sebagai pesawat
yang tangguh dan berjasa dalam perjalanan bangsa ini. Sebagai negara kepulauan yang besar frekuensi
jalan pesawat gagah ini cukup tinggi mengarungi berbagai pulau di tanah air.
Harapan kita, program pengadaan alutsista 9 Hercules dari
Australia ini tetaplah berlangsung. Saat
ini kita sudah menerima 4 pesawat yang sebelum dikirim diretrofit dulu disana. Pengadaan
pesawat angkut berat baru menguras duit anggaran pertahanan. Soalnya kita baru sadar diri lima tahun
belakangan ini untuk memodernisasi alutsista kita. Selama dua puluh lima tahun
sebelumnya tidak ada sama sekali pengadaan alias pembelian pesawat angkut
Hercules atau penggantinya.
Kementerian Pertahanan sudah menjajaki rencana pembelian
pesawat angkut berat Airbus A400M dari Spanyol.
Harga pesawat baru ini seperti yang dipesan Malaysia untuk 4 unit nya
mencapai US 1,1 milyar. Cukup mahal,
jadi realistis dengan anggaran pertahanan yang disedot untuk beli alutsista
lain seperti jet tempur, kapal perang, kapal selam, untuk pesawat angkut berat
kita percaya Hercules tetap masih menjadi andalan. Mudah-mudahan dalam lima tahun ke depan kita
sudah dapat memiliki 2-3 pesawat baru A400M yang secara bertahap mengantikan
peran Hercules.
Musibah adalah media muhasabah dan selayaknya kita
mendoakan para korban dan keluarganya. Kecelakaan yang dialami jelas karena
berbagai faktor. Biarlah tim yang
berwenang yang akan melakukan tugasnya untuk memastikan penyebabnya. Drama pemberitaan yang menjadi perhatian itu
semoga dapat kita saring dan filter sendiri. Kita tidak bisa menyuruh media bicara akurasi,
fakta, opini. Kita yang menjadi penentu nilai berita yang disampaikan. Kita yang
mengobyektifkaan nilai berita itu pada relung hati kita. Korban Hercules itu
adalah tentara dan keluarga tentara serta penumpang sipil. Tentara yang sedang bertugas untuk menjaga
republik itu pantas dianugerahi penghargaan.
Kepada keluarga besar TNI AU, tetaplah tegar sebagai pengawal kedaulatan
dirgantara.
****
Jagarin Pane / 02 Juli 2015 / http://analisisalutsista.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar