- Rudal Chiron AD Korea Selatan
Setelah peringatan HUT Paskhas TNI-AU beberapa hari yang lalu,
semakin santer kabar rencana akuisi persenjataan baru bagi satuan
Paskhas yakni meriam penangkis serangan udara Oerlikon 35 mm dan rudal
panggul (MANPADS atau SHORAD) Chiron. Meriam PSU Oerlikon twin canon
sudah beberapa tahun didengungkan bahkan Paskhas ingin mendapatkannya
mulai dari tahun 2009. Tidak cuma Paskhas, korps marinir AL juga hendak
memperolehnya dari bulan Mei tahun ini untuk memperkuat batere
pertahanan udara termasuk pengamanan udara kompleks istana negara.
Rencana pembelian Chiron merupakan perkembangan baru dari kedekatan
kerjasama pertahanan dengan Korea Selatan. AB Indonesia tercatat
memiliki sejumlah arsenal rudal panggul dari beberapa pemasok. Paskhas
AU sendiri sebelumnya sangat intensif memperkuat diri dengan rudal
panggul buatan RRC Qian Wei 3 bahkan dilengkapi dengan simulator. Satuan
AD seperti Kostrad dilengkapi dengan rudal SHORAD buatan Polandia PZR
Grom dan rudal buatan Swedia RBS-70. Sementara beberapa kapal AL
dipersenjatai rudal buatan Perancis MBDA Mistral versi Simbad dan
Tetral.
- Misil Chiron
Rudal Chiron termasuk salah satu rudal generasi terbaru di kelasnya
yang dikembangkan lembaga riset Korsel selama lebih dari delapan tahun,
diproduksi oleh LIG Next1. Pengembangannya berdekatan dengan proyek
rudal PZR Grom dari Polandia. Bedanya Chiron memiliki kerjasama resmi
dengan Rusia sedangkan Grom diduga hasil spionase militer di perusahan
LOMO Leningrad pada saat pecahnya Uni Soviet 1991. Pada awalnya Korea
Selatan merintis pengembangan rudal panggul pada tahun 1995 oleh badan
penelitian pertahanan pemerintah dengan anggaran 71 juta dollar dengan
nama proyek KP-SAM Shingung. Pada tahun 2003 Korsel menerima pengiriman
rudal panggul Igla dari Rusia sebagai bagian dari pembayaran hutang
Rusia. Fase produksi rudal dimulai pada tahun 2004 dan penggelaran
operasional dilakukan pada September 2005. AD Korea Selatan memesan
sebanyak dua ribu unit rudal. Sensor pengindra inframerah dipasok pabrik
LOMO Rusia sedangkan sistem kendali, motor roket dan hulu ledak
dikembangkan sendiri oleh Korsel sendiri.
Peluncur rudal Chiron secara visual lebih
mirip dengan peluncur rudal Mistral Atlas atau meski sebenarnya tidak
menjalin kerjasama. Panjang misilnya 1,68 meter dengan diameter 80 mm.
Bandingkan dengan Grom dan Igla berdiameter sama 72 mm sedangkan Qian
Wei berdiameter 71 mm, Stinger berdiameter 70 mm. Namun lebih ramping
diameter dari RBS-70 yang 106 mm atau Mistral yang 90 mm. Misil Chiron
berbobot 14,4 kg ini lebih berat dari Grom dan Qian Wei serta Igla
maupun Stinger yang 10-an kilogram. Tapi masih lebih ringan dari bobot
misil Mistral yang 19,5 kg apalagi misil RB-70 yang harus dioperasikan
memakai tripod. Namun bobot misil plus peluncur yang mencapai 24,3 kg
tampaknya harus dilayani dua orang dengan tripod meski masih bisa
dioperasikan dari bahu oleh satu orang saja. Mengurangi nilai
portabilitas tapi lebih tahan pengecoh inframerah (IRCM/Infra Red
Countermeasures, misil dilengkapi interogator IFF (rekan atau lawan),
hulu ledak yang cukup besar (2,5 kg), dan daya tempuh maksimum 7000
meter dengan elevasi maksimum 3500 meter dan kecepatan luncur 700 meter
per detik (lebih dari 2 Mach). Peluncur dilengkapi dengan alat bidik
siang dan malam. Sensor misil dual mode yakni IR dan UV sehingga misil
lebih kebal jamming.
Pihak pabrikan mengklaim sistem Chiron cuma membutuhkan waktu
penembakan kurang dari tiga detik untuk meluncur setelah dipicu, MANPADS
Chiron menerima informasi dari sistem sensor dan mengirimkan informasi
posisi dan status misil ke TDR (Target Data Receiver) dari piranti GPS
yang ditanamkan dalam misil. Hulu ledak akan otomatis meledak jika misil
mendekati 1,5 meter dari target dengan menyebarkan 720 potongan fragmen
berenergi kinetik tinggi yang akan mengoyak badan maupun mesin
helikopter atau pesawat yang menjadi target. Integrasi sensor misil
dalam sistem C3 memperbesar daya pukul rudal dan efektivitas
penggelarannya sebagai pertahanan udara titik. Misil memiliki fitur
kunci aktivasi yang bisa mencegah penggunaan sistem rudal tersebut dari
pengguna yang tidak berwenang seperti teroris atau pemberontak. Selama
tes pengujian oleh produsennya diklaim rudal ini memiliki tingkat
keberhasilan penembakan target lebih dari 90 %, lebih bagus dari Stinger
dan Mistral. Namun tampaknya sistem rudal Chiron masih perlu
dikembangkan lagi supaya mampu berfungsi multi platform seperti halnya
Stinger yang dikembangkan ke beragam varian, Mistral juga bisa
diletakkan ke berbagai platform seperti versi Mistral Atlas dan ALBI,
demikian pula maupun Strela dan Igla dari Rusia. Portabilitasnya masih
kalah dengan Grom, Igla, dan Stinger karena total berat sistem yang
lebih besar meski diklaim masih bisa dioperasikan dari bahu prajurit.
Portabilitas lebih baik dari Mistral maupun RBS 70. Dari segi kinerja
dan portabilitas secara teknis masih lebih bagus seri sistem Stinger
karena dengan bobot sistem paling ringan lebih portabel namun mampu
meluncurkan misil yang lebih mematikan hulu ledaknya, lebih jauh dan
lebih tinggi jangkauannya, dengan ketahanan jamming yang relatif
berimbang dengan dual mode seeker.
- Tripod Peluncur Chiron dalam pameran
Selain dari itu seharusnya pemerintah Indonesia memberdayakan
industri dalam negeri dan lembaga riset terutama dari pihak swasta
supaya bisa membangu sistem rudal MANPADS secara mandiri. Mengambil
hikmah dari kemandirian Polandia, RRC, Korea Selatan, dan Swedia. RBS 70
buatan Bofors Swedia pun asalnya pengembangan dari lisensi rudal Hawk
AS. Polandia mencuri secara sembunyi-sembunyi dari spionase teknologi
rudal Igla Uni Soviet. Pada awalnya sejumlah komponen terutama sensor
inframerah diimpor dari Rusia namun kini semuanya telah berhasil dibuat
di dalam negeri Polandia. RRC juga melakukan reverse engineering tidak
resmi atas teknologi rudal SA-7 Grail Uni Soviet dengan semua komponen
dibuat sendiri. Tingkat kemampuan rudal MANPADS buatanRRC diperbaiki
secara bertahap seperti pada rudal QW. Demikian juga produksi alutsista
Korea Selatan ditopang kuat oleh industri swasta dalam negeri. Meski
saat ini sensor inframerah masih dipasok oleh LOMO Rusia, lambat namun
pasti diperkirakan Korsel akan mampu memproduksi sensor tersebut secara
mandiri. Selain Indonesia, sistem rudal Chiron juga telah ditawarkan ke
AB India bersaing dengan pemasok-pemasok rudal panggul kelas dunia
seperti Stinger buatan Raytheon AS dan Igla Rusia maupun Mistral
Perancis. India mengadakan proyek pembelian senjata anti-pesawat
portabel hingga 2014 senilai 1,2 milyar dollar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar