Kementerian
Pertahanan (Kemenhan) memberikan tanggapan atas pernyataan salah satu
lembaga survei internasional Transparency International (TI) yang
berpusat di Inggris.
Dalam laporan survei
tersebut dinyatakan bahwa Indonesia mendapatkan nilai jelek dalam
indeks korupsi di sektor pertahanan (Government Defense Anti Corruption
Index).
Hasil survei yang dirilis Januari 2013 lalu
dari skala A-F lembaga survei ini memberikan nilai E bagi Indonesia,
dimana A adalah nilai terbaik dan F adalah terburuk. Negara lain yang
juga mendapat nilai E, antara lain Afghanistan, Irak, Uganda, Zimbabwe,
dan Filipina. Sedangkan, negara yang mendapat F antara lain Libya,
Mesir, dan Kamerun.
Saat dikonfirmasi
kepada Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Sjafrie Sjamsoeddin
mengatakan, hasil survei tersebut tidaklah benar. Dia menjelaskan,
berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai otoritas yang
ditunjuk oleh negara sebagai lembaga audit independen menyatakan,
Kemenhan dalam status wajar dengan pengecualian.
"Seluruh aset dan anggaran dari tiap tahun, sampai lima tahun diaudit secara proporsional dan dikerjakan secara profesional," ungkap Sjafrie kepada wartawan, di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2013).
Sjafrie
melanjutkan, laporan keuangan dilaporkan kepada pemerintah dan
ditembuskan ke DPR. Sehingga, temuan-temuan yang berkaitan dengan
administrasi perlu diselesaikan secara prosedural.
Sementara itu,
berdasarkan laporan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4), pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
yang lalu Kemenhan masuk 10 besar pengguna anggaran paling maksimal.
"Tentunya
yang positif bukan negatif. Jadi, dengan data yang ada dan penjelasan
dari independen, observasi (survei) itu tidak benar, karena tak didukung
secara akurat," simpulnya.
Perlu diketahui, dalam survei TI,
hanya dua negara dari 82 negara yang disurvei yang mendapat nilai A,
yaitu Jerman dan Australia. Negara adidaya Amerika Serikat justru
mendapat nilai B.
Dalam laporan TI juga menyebutkan, sektor
pertahanan Indonesia dikuasai oleh kartel partai politik melalui anggota
dewan yang duduk di Komisi I DPR, yang mengawasi masalah pertahanan,
komunikasi, dan hubungan luar negeri.
Militer Indonesia pun
dianggap selalu membekingi industri pertambangan dan kehutanan. Bahkan
sampai terlibat dalam bisnis narkotika dan perjudian. Lalu, transparansi
dalam tubuh militer juga dikritik oleh TI. Menurut TI, tidak ada
mekanisme pengawasan yang bisa mengawasi anggaran-anggaran “siluman”. (Sindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar