Empat kapal SKIPI ini mampu berlayar hingga 14 hari karena memiliki ukuran tangki bahan bakar yang lebih besar. Endurance kapal jauh lebih tinggi dari 27 kapal patroli pengawas yang kini dioperasikan Ditjen PSDKP, yang hanya mampu bertahan dua hari, sebelum harus mengisi ulang bahan bakar.
Kapal Skipi yang baru ini akan difungsikan untuk memberantas praktik pencurian ikan (illegal fishing) di perairan laut Indonesia.
Dengan daya tahan yang cukup lama, empat kapal SKIPI ini diharapkan dapat melakukan patroli semaksimal mungkin dan menjaga potensi perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) daerah Timur dan Barat Indonesia. Rencananya dua ditempatkan di wilayah Timur (Stasiun Tual) dan Barat (Stasiun Batam atau Pontianak).
Kapal dengan kecepatan 26 knot ini memiliki jarak pantauan radar mencapai 120 mil laut (1 mil : 1,8 kilometer), dibandingkan kapal patroli biasa yang hanya 36 mil laut.
Posturnya pun lebih gagah dengan panjang 60 meter, dibandingkan kapal patroli biasa yang berukuran 42 meter. Terdapat ruang laboratorium yang lebih luas dan juga ruang tahanan (untuk nelayan ilegal yang ditangkap). Kapal ini mayoritas dibuat dengan bahan baku baja asli yang kuat dan tahan lama. Teknologi yang digunakan pun cukup canggih, kapal dilengkapi sonar dan penginderaan jarak jauh serta mesin handal buatan MTU Jerman.
Kapal yang mulai dirakit pada 2013 ini diproduksi oleh PT. Daya Radar Utama yang menghabiskan anggaran Rp 140 miliar untuk satu kapal atau total Rp 560 miliar.
“Spesifikasinya hebat. Bahkan banyak orang menganggap mesin yang digunakan paling hebat, kita pakai MTU Jerman ini paling hebat. Kita panggil pakar ITS. Mesin MTU itu digeber 10 jam nonstop masih meringis-ringis,” ujar Direktur Kapal Pengawas Dirjen PSDKP, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Halomuan.
Perairan Indonesia dengan tiga wilayah fokus utama yakni Perairan Natuna, Sulawesi, dan Arufuru kerap menjadi sasaran tindakan penangkapan ikan ilegal, penangkapan yang tidak dilaporkan dan penangkapan yang menyalahi aturan (IUU Perikanan).
Kegiatan perikanan ilegal tersebut mengganggu perolehan manfaat dari potensi perikanan tangkap Indonesia, yang berdasarkan data resmi di Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45/2011 berjumlah 6,5 juta ton per tahun.
Dengan adanya empat kapal SKIPI tersebut, Ditjen PSDKP akan memiliki 31 kapal patroli pengawas. Saat ini, 10 kapal beroperasi di wilayah perikanan Indonesia Barat seperti Natuna, Anambas, Karimata, dan lainnya. Sebanyak 11 lainnya di Indonesia Timur, tepatnya di perairan Sulawesi dan Arufuru. Sedangkan enam lainnya merupakan kapal kecil yang operasionalnya dibagi seimbang antara dua wilayah itu.
Wilayah operasi kapal akan mencakup spot zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia yang rawan tindakan illegal fishing. Daerah-daerah itu mencakup Laut Arafura dan Utara Laut Sulawesi (Timur Indonesia) dan Barat Natura serta Laut China Selatan terutama segitiga emas antara Indonesia, Malaysia dan Thailand.
“Intinya kita harus lebih pintar. Kalau kita lebih rapi, kecil kemungkinan terjadi pelanggaran di laut,” ujarnya.(detik.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar