Rabu, 08 Oktober 2014

AH-64E Guardian, Banteng Terbang TNI AD




 

Pembangunan pertahanan yang dilakukan Pemerintahan Yudhoyono 10 tahun terakhir, secara fisik cukup memuaskan. Satu demi satu alutsista yang dibeli, berdatangan di Tanah Air. Di antara yang akan datang helikopter serang Boeing AH-64E Guardian, heli serang murni pertama yang akan dioperasikan Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad). Wartawan Angkasa Beny Adrian melaporkan kesiapan Penerbad menyongsong heli serang canggih ini.

Sejak rencana pembelian heli serang AH-64E Guardian menggelinding setelah KSAD (saat itu) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo melontarkannya di sebuah kesempatan pada 2012, khalayak di Tanah Air sejenak terkaget-kaget. Rata-rata tidak percaya saat membaca tulisan di media yang memuat pernyataan adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Namun seiring waktu, setelah tarik-ulur baik di tingkat Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, DPR-RI, bahkan di Kongres Amerika Serikat sendiri, rencana itupun akhirnya disepakati.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Agutus 2013, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan bahwa Pentagon akan menjual delapan heli serang Apache ke Indonesia seharga 500 juta dolar AS (setara Rp 5,4 triliun). Nilai kontrak ini mencakup pembelian delapan Apache, paket radar (versi Longbow) serta pelatihan dan perawatan. Bahkan selama beberapa bulan di tahun 2013, rumor yang beredar tidak hanya sebatas Apache. Diberitakan juga bahwa TNI AD akan membeli heli angkut Sikorsky UH-60 Black Hawk dan Boeing CH-47 Chinook.

Riuh rendah pemberitaan di media serta kicauan para pemerhati dan penggemar kemiliteran di media sosial, menjadi cerita tersendiri dalam proses pembelian ini. Namun tanpa perlu kehebohan layaknya selebriti yang (akan) memiliki mobil supermewah, Mako Puspenerbad langsung menyikapi positif rencana pemerintah ini. Berbagai rencana disiapkan dengan memperhatikan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki Penerbad. Baik berupa kesiapan pangkalan dan segenap material di dalamnya maupun sumber daya manusia yang kelak mengawakinya.

 Ditemui di kantornya di daerah Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Komandan Puspenerbad Brigjen TNI Benny Susianto Sip., mengatakan bahwa dengan efektifnya kontrak pembelian Apache, maka pihaknya pun semakin agresif menyongsong kedatangan tank terbang (the flying tank) ini. “Sejak tahun kemarin, sebelum saya menjadi komandan, sebenarnya sudah disiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan heli ini,” ujar alumni Akmil 1987 ini. Dengan kata lain, kata Benny menyederhanakan, ia hanya tinggal menyeleksi dan memutuskan nama-nama personel yang dipilih guna mengikuti pelatihan di AS nantinya.

Namun demikian, sebagai Danpuspenerbad, tentu persoalannya tidak sesederhana itu. Sebagai pejabat baru di lingkungan Penerbad, Benny langsung dihadapkan kepada sebuah rencana besar yaitu pembelian heli serang. Sejak menjabat, ia seperti tidak punya kemewahan waktu untuk berlama-lama mempelajari persoalan di satuan barunya, karena didesak harus segera membuat keputusan penting.

 Seperti soal anggaran pemerintah yang terbatas untuk memenuhi secara ideal alutsista Penerbad, menjadi satu hal yang membuatnya harus fleksibel. Kebijakan pemerintah pun fluktuatif, yang harus disikapi Penerbad seirama.

Pemerintah sudah menyetujui bahwa TNI AD akan menerima delapan heli Apache dari varian terbaru dan tercanggih, yang diberi nama AH-64E Guardian (disebut juga Apache Guardian). Dari delapan heli, dua di antaranya akan dilengkapi radar kontrol penembakan AN/APG-78 Longbow, yang mudah dikenali dari punuk menjulang di atas rotor utamanya. Sesuai kontrak yang dibuat kedua pemerintah, heli-heli ini rencananya akan tiba di tanah air pada tahun 2017. “Kemungkinan heli datang pada akhir 2017 atau awal 2018,” tegas Benny yang pernah menjadi Komandan Brigade Infanteri 1 Pengaman Ibukota/Jaya Sakti Kodam Jaya.

Ketika ditanyakan kenapa memilih Apache, Benny dengan tegas mengatakan bahwa pertimbangannya adalah teknis dan strategis. “Kenapa Apache, karena dari semua heli serang yang ada, Apache yang paling canggih. Jenis yang kami beli adalah pengembangan dari varian D yang kemampuannya meningkat 400 persen dari seri awal. Kami berharap semua pakai Longbow, namun (karena anggaran) akhirnya hanya dapat dua. Dengan heli ini kita akan punya posisi tawar di Regional,” beber Benny. Kehadiran Apache akan melengkapi dua heli serang yang sudah eksis di Penerbad yaitu BO-105 Bolkow dan Mil Mi-35P Hind.

10 Penerbang

Setidaknya dua hal mengemuka begitu rencana pembelian Apache bergulir. Pertama, adalah soal rencana penempatannya. Pernah KSAD (saat itu) Jenderal Budiman mengatakan bahwa Apache akan ditempatkan di Pulau Natuna di Provinsi Kepulauan Riau. Rencana yang langsung mendapat acungan jempol karena dinilai akan segera menaikkan pamor Indonesia sebagai negara kuat itu, toh tidak sepenuhnya bisa diamini Penerbad. Kedua, adalah soal kesiapan jumlah penerbang yang akan mengawaki. Dengan total 99 pesawat yang saat ini dioperasikan Penerbad, jika memakai teori satu pesawat diawaki oleh tiga penerbang, maka idealnya Penerbad mempunyai 297 penerbang operasional (aktif).

Keterbatasan sarana dan prasarana Penerbad dalam mengoperasikan belasan pesawat ini, terungkap setelah tim dari Amerika melakukan survei di lingkungan Penerbad sehubungan Apache. Menurut tim ini, Lanumad Ahmad Yani, Semarang yang menjadi main base Penerbad saja masih dinilai banyak kekurangan. Apalagi kalau dibangun pangkalan baru di luar Pulau Jawa? (www.angkasa.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar