Sabtu, 18 April 2015

Turki dukung embargo senjata terhadap Houthi



Turki dukung embargo senjata terhadap Houthi
Milisi Houthi (REUTERS/Khaled Abdullah)
Ankara (ANTARA News) - Turki menyambut baik resolusi Dewan Keamanan PBB yang menjatuhkan embargo senjata kepada milisi Houthi di Yaman, kata Kementerian Luar Negeri Turki seperti dikutip Xinhua.

Resolusi PBB tersebut adalah "pesan jelas dan peringatan terhadap milisi Houthi dari masyarakat internasional karena mereka tidak mundur dari wilayah yang telah mereka rebut termasuk Sanaa dan karena mengancam negara tetangga", kata Kemenlu Turki.



Guna memelihara kondisi damai yang akan mewujudkan penyelesaian politik, Houthi mesti mundur dari tempat yang telah mereka rebut "melalui aksi sepihak dan dengan menggunakan kekerasan," sambung Kemenlu Turki.

Pernyataan itu menekankan perlunya milis Houthi menyingkirkan senjata berat, memperlihatkan penghormatan kepada presiden yang sah dan menghentikan tindakan yang mengancam tetangga mereka.

Pernyataan itu menekankan kesediaan Turki memberikan "segala jenis sumbangan" bagi tercapainya perdamaian dan kestabilan di Yaman.

Situasi keamanan memburuk di Yaman pada Januari, ketika milisi Syiah Houthi merebut Istana Presiden di Sanaa setelah bentrokan mematikan dengan pengawal presiden. Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan Perdana Menteri Khaled Bahah mundur pada 22 Januari.

Pada 6 Februari, Houthi mengumumkan aksi sepihak membubarkan parlemen Yaman dan membentuk dewan presiden untuk mengambilalih kekuasaan yang ditolak semua partai politik Yaman dan dicela negara-negara Teluk.

Pada hari yang sama, Pakistan juga menyambut baik resolusi DK PBB yang disahkan Selasa tersebut.

"Pakistan dengan senang menyatakan bahwa gagasan pimpinan GCC (Dewan Kerja Sama Teluk) di Dewan Keamanan tersebut sejalan dengan posisi yang telah disampaikan Pakistan mengenai situasi di Yaman, terutama dukungan kuat kami bagi persatuan, kedaulatan, kemerdekaan dan keutuhan wilayah Yaman dan Pemerintah Presiden Hadi, yang sah," kata Kementerian Luar Negeri di Islamabad. REUTERS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar