Naga atau Dragon dalam dunia metafisik diidentikkan dengan ular besar
dan penguasa laut/air seperti halnya legenda Dragon/Naga di negeri
Cina, Timur Tengah dan bahkan Indonesia sendiri mengenal sosok ular
berbadan dan berkepala manusia Nyai Roro Kidul sebagai penguasa laut
jawa. Pemerintahan Jokowi berkeinginan mewujudkan Indonesia Sebagai
Poros Maritim Dunia yang Maju dan Mandiri.
Konsep keunggulan geo
strategis berbasis kekayaan bahari, yang meliputi eksploitasi Sumber
daya alam dan hasil laut termasuk biota laut dan ikan. Sebagai negara
Archipelago ternyata Indonesia telah lama terlena dengan kekayaan bahari
yang dimilikinya dimana seharusnya dikelola dengan konsep maritim namun
malah dikelola dengan konsep kontinen. Ketertinggalan ini dipengaruhi
salah satunya dengan gaya penjajahan Belanda yang lebih menekankan
perdagangan rempah-rempah dan hasil tambang daratan.
Tersadar dengan terbatasnya sumber daya penunjang kehidupan yang
terbatas di daratan maka negara seperti Cina segera memperkuat
militernya bahkan diproyeksikan memiliki 2 kapal induk hingga 2024 untuk
merebut sumber daya yang melimpah di laut dan di dasar laut. Kekayaan
laut yang paling besar terletak di laut seperti tambang minyak dan
pasokan ikan. Negeri tetangga Australia boleh saja memiliki luas daratan
dalam satu bagian yang lebih besar dari Indonesia namun tidak kaya akan
sumber energi dan sumber alam. Negeri Kangguru itu kini diproyeksikan
akan memiliki 4 Amphibious Assault Ship (LHD) Canberra Class hingga 2024
yang akan diperlengkapi dengan helikopter serbu Super Cobra dan pesawat
F35 versi maritim.
Sadar akan armadanya yang menua dan rumor perebutan laut Cina selatan
yang diambang pintu maka tidaklah mungkin melakukan peremajaan
alutsista baru semuanya untuk meng-counter gerakan militer negara yang
terlibat sengketa. Disamping pembelian/pembuatan kapal baru juga
diiringi dengan retrofit kapal lama dan kapal hibah dari negara sahabat.
Kapal-kapal produksi galangan dalam negeri sebenarnya cukup mumpuni
membuat kapal perang, sebut saja jenis KCR, LST, LPD, FPB, namun tetap
saja diperlukan kapal tempur besar yang berkualitas mematikan. Sebagai
negara kepulauan Indonesia memiliki wilayah dengan strata yang berbeda
berdasar kedangkalan maka tentunya dipilah menjadi Brown Water Navey,
Green Water Navy, dan Blue Water Navy. Penyediaan alutsista untuk ketiga
kategori wilayah air/laut yang berbeda tersebut tentunya disesuaikan
dengan fungsi dan beban berat kapal.
Peristiwa kecelakaan Air Asia QZ8501 yang melibatkan peralatan SAR
dari negara sahabat rupanya secara tidak langsung merupakan ajang
promosi dari peralatan yang dipakai. Demikian juga dengan peristiwa
krisis Ukraina secara tidak langsung juga mempengaruhi belanja alutsista
dari produsen Ukraina. Diantara alutsista produk Ukraina yang dimiliki
Marinir adalah BTR 4 yang hanya berjumlah 4 unit sementara produk
sejenis yang buatan Rusia adalah BTR 82AM.
Pengembangan struktur organisasi TNI khususnya TNI AL yang didalamnya
mencakup pembentukan Divisi Marinir di Sorong, pembentukan Armada Timur
di Sorong, Armada Tengah di Surabaya, Armada Barat di Jakarta/Teluk
Ratai (Lampung) juga menjadi faktor pertimbangan tersendiri dimana
diperlukan penambahan jumlah dan jenis alutsista untuk mendukungnya.
Kecepatan proses pencarian dan evakuasi korban kecelakaan di laut
khususnya Air Asia QZ8501 dan MH 370 yang belum diketahui keberadaannya
hingga saat ini menjadi pertimbangan khusus untuk pengadaan alutsista
yang diperlukan untuk operasi SAR di laut dan juga untuk Operasi
perburuan kapal selam. Di masa pemerintahan Presiden Jokowi memang belum
diproyeksikan Indonesia memiliki Kapal Induk namun untuk menjawab
tantangan serangan amfibi dari pihak tetangga selatan melalui pengiriman
LHD Canberra Class maka dipandang perlu sebagai efek deteren dan cikal
bakal dibentuknya armada kapal induk Indonesia maka dilakukan pembelian
Sukhoi SU 33 versi maritim secara terbatas.
Sebagaimana awal pembentukan skadron Sukhoi family yang dimulai
dibeli dengan cara pembayaran barter hasil CPO dan karet alam Indonesia
maka kali ini pembayaran bisa jadi dengan cara serupa atau pemberian
investasi Aluminium, hasil tambang atau pembangunan jalur kereta api.
Untuk tetap menjamin hidupnya perusahaan strategis negara maka
pembelian alutsista tetap diutamakan berasal dari produsen dalam negeri.
Thousand Friends Limited Enemy, kalau mau berteman jangan cuma satu,
kalau mau berkawan harus saling mau menghargai. Akhir kata semoga clue
yang ditampilkan dalam seri visualisasi Jokowi’s Shopping List for TNI
dapat merupakan prediksi yang paling mendekati selama masa kepemimpinan
Presiden Jokowi. Kami persilahkan untuk memberikan tanggapan yang sopan,
santun dan membangun.
Diposkan : Ayoeng – Biro Jambi/JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar