Eurofighter Typhoon adalah pesawat tempur multirole dengan sayap
delta, memakai mesin ganda yang dibangun oleh gabungan perusahaan
senjata terkemuka di Eropa. BAE systems Inggris, CASA spanyol, Alenia
Aeronautika Italia dan EADS Deutschland Jerman.
Spesifikasi Teknis :
Harga : Rp 1.26 Triliun
Panjang : 15.96 m
Lebar sayap : 10.95 m
Tinggi : 5.28 m
Berat kosong : 11.150 kg
Mesin : 2 × Eurojet EJ200 afterburning turbofan
Daya Jelajah : 2.900 km
Kecepatan maksimum : Mach 2
Dalam banyak latihan tempur udara bersama, Typhoon mempunyai prestasi
yang cukup baik, kelincahan Typhoon diharapkan mampu dipakai untuk
menghadapi semua pesawat tempur lawan. Dalam simulasi tempur udara
dengan Singapura, Typhoon mampu mengalahkan F-16 dan F-15 Singapura.
Pada latihan Indra-Dhanush tahun 2007, disebutkan bahwa Angkatan
udara India memakai Sukhoi 30MKI untuk menghadapi Angkatan udara Inggris
yang memakai Typhoon. Hasilnya adalah pilot SU-30MKI mengakui bahwa
pesawat tempur Typhoon adalah pesawat tempur yang lincah. Walaupun
terkesan dengan kelincahan Jet Typhoon, India tidak memilih Typhoon
sebagai pesawat tempur Medium Multi-Role Combat Aircraft (MMRCA). India
memilih Dasault Rafale sebagai penyedia 126 jet MMRCA.
Konsorsium Eropa berharap Typhoon mampu menjadi kekuatan inti
pertahanan udara Eropa, oleh karena itu, selain lincah, Typhoon juga
dibuat dari material semi stealth, memiliki kemampuan STOL dan BVR.
Dalam pengembangan Typhoon, diberitakan banyak sekali pertentangan di
antara anggota konsorsium, yang meliputi pemilihan radar, pembagian
pekerjaan, spesifikasi pesawat, dan partisipasi tiap negara dalam
produksi.
Walaupun didominasi oleh negara-negara pembuatnya, penjualan Typhoon
bisa dibilang cukup sukses, ini bisa dilihat populasi Typhoon yang cukup
banyak dimiliki oleh beberapa negara, misalnya : Inggris 232 unit,
Jerman 180 unit, Italia 121 unit, Spanyol 87 unit, Austria 18 unit.
Operator di luar eropa, di beritakan bahwa Arab Saudi membeli 72 unit
Typhoon dengan nilai pembelian US$ 8 Miliar atau Rp 104 triliun selain
itu disebutkan bahwa Oman juga telah memesan 12 unit.
Riwayat Tempur
Eurofighter Typhoon terlibat dalam operasi militer NATO di Libya dan dipakai oleh Arab Saudi untuk menyerang pemberontak Houti Yaman. Di Libya, Typhoon menghadapi negara yang terletak di benua Afrika yang kondisinya terpecah dan di keroyok oleh 5 negara besar sedangkan di Yaman, Typhoon menghadapi sekelompok pemberontak bersenjatakan AK-47 dan RPG. Dalam dua operasi militer tersebut, walaupun sukses, Typhoon belum menemukan lawan yang seimbang.
Eurofighter Typhoon dan Tender Pengganti F-5 Tiger
Pemerintah Indonesia mengumumkan tender pengantian F-5 Tiger yang di
ikuti oleh beberapa produsen pesawat tempur, salah satunya adalah
Eurofighter Typhoon. Untuk memenangkan tender tersebut, Eurofighter
melalui CASA & Airbus Industrie menjanjikan bahwa
jika Indonesia memilih Typhoon, Indonesia akan menjadi salah satu basis
perakitan Typhoon di luar Eropa, akan ada transfer teknologi, kerjasama
dengan PT. DI untuk memperoduksi tanki bahan bakar tambahan (conformal
tank) dan sayap canard yang berbahan titanium.
Tawaran dari CASA & Airbus Industrie sunguh sangat menarik karena
tawaran semacam itu sangat jarang diberikan, entah dengan alasan apa,
tiba-tiba saja banyak produsen senjata eropa berjanji bersedia berbagi
teknologi jika Indonesia membeli produk mereka. Perlu diketahui bahwa
Typhoon adalah produksi bersama konsorsium beberapa perusahaan Eropa dan
CASA & Airbus Industrie hanya memegang 14 %, bandingkan dengan BAE
systems Inggris 37 %, Alenia Aeronautika Italia 20 % dan EADS
Deutschland Jerman 29 %.
Apa yang akan terjadi jika CASA bersedia berbagi sedangkan yang lainnya tidak bersedia ?
Jerman pernah membatalkan pesanan Typhoon dikarenakan ada masalah
teknis yang menyebabkan lambung pesawat menjadi tidak stabil,
memperpendek jam terbang pesawat dan mungkin membahayakan pilot. Untuk
mengurangi dampak masalah tersebut, Angkatan udara Jerman dan Inggris
menurunkan jam terbang Typhoon dari 3.000 jam menjadi 1.500 jam per
tahun.
Potensi Embargo
Pada Tahun 1999, pasca referendum Timor Timur, Inggris mengirim 2 kapal perang canggihnya untuk membantu Australia guna menghadapi kemungkinan pecah perang melawan militer Indonesia. Selain itu, Inggris juga membantu Australia dengan mengirim pasukan SAS, Gurkha, SBS di luar struktur INTERFET.
Pada Tahun 2004, Inggris melarang Indonesia memakai produk militer
buatan Inggris dalam OPERASI TERPADU di Aceh. Inggris melarang pesawat
tempur Hawk dan Tank Scorpion dipakai oleh TNI dalam operasi tersebut.
Padahal Hawk dan Scorpion itu sudah lama dibeli dan dimiliki oleh
Indonesia. Senjata milik Indonesia, sudah lama dibeli tapi dilarang
dipakai oleh negara pembuatnya. Aneh ???
Jika melihat potensi konflik dimasa depan, Indonesia masih sangat
berpeluang diembargo oleh negara lain. Persoalan perbatasan dengan
Malaysia dan Timor Leste yang masih belum selesai, Persoalan Papua,
perebutan kekayaan alam Indonesia oleh perusahaan internasional,
pembatasan pasar bebas, ilegal fishing dan hukuman mati bagi pengedar
Narkotika.
Potensi Indonesia terlibat konflik perbatasan dengan Malaysia dan
Australia sangat besar, sebagai sesama negara commonwealth, sudah pasti
Inggris akan membantu Malaysia dan Australia. Embargo di depan mata.
Inggris memegang peran dominan dalam kepemilikan teknologi
Eurofighter Typhoon, bahkan semua pesanan Arab Saudi dan Oman, semua
dirakit di Inggris.
TNI AU saat ini mempunyai F-16 dan SU-27/30. Pesawat tempur F-16
Indonesia, kemampuannya jauh dibawah F-16 yang dimiliki negara tetangga.
secara tidak langsung, saat ini hanya SU-27/30 lah yang menjadi Inti
kekuatan udara TNI AU digaris depan.
Untuk pengganti F-5 Tiger, Jika TNI AU ingin kualitas jawabanya
adalah SU-35 dan jika TNI AU ingin kuantitas, tentunya F-16 adalah
pilihan paling rasional. SU-27/30 dan F-16 sudah lama dipakai oleh TNI
AU, logistik yang efisien dan kecekatan operasional bisa tetap dijaga
bila pilihannya di persempit diantara 2 pesawat itu.
Hanya saja perlu diketahui bahwa setelah SU-27/30 diikutsertakan di
pitch black 2012, kawasan udara Indonesia terjadi semacam pergeseran
superioritas udara. SU-27/30 Indonesia benar-benar membuat banyak negara
tetangga mengevalusi kembali kekuatan udara mereka. Bahkan untuk tetap
menjaga superioritas udara di kawasan bumi selatan, Australia dan
Singapura akhirnya membeli F-35. Australia memutuskan untuk membeli 72 –
100 unit F-35A dan Singapura sedikitnya 16 Unit F-35B. (Opini Mbah Moel)
Sumber: JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar