Minggu, 08 September 2013

Pesawat Rusia dan Amerika, Indonesia Pilih Mana?



F-16

AS menjual delapan helikopter serang Apache AH-64 beserta semua kelengkapannya (pelatihan, suku cadang, dan pemeliharaan) dengan total biaya AS$ 500 juta. Ini menjadi penjualan senjata terbesar AS kepada Indonesia.


Sudah belasan tahun AS menolak menjual senjata ke Indonesia karena tuduhan pelanggaran HAM, hingga pembelian Apache ini. Sebenarnya saat ini AS masih menilai Indonesia memiliki beberapa masalah terkait HAM (terutama di Papua), tetapi tampaknya "masalah" ini tidak menghentikan penjualan Apache kepada Indonesia.
Bertolak ke Rusia, produsen-produsen senjata Rusia memiliki masa-masa yang sulit pada 1990-an, karena setelah Perang Dingin berakhir pada tahun 1991 (sebelumnya masih Uni Soviet), ada banyak calon pembeli senjata Rusia yang batal. Salah satu alasannya adalah karena selama Perang Dingin alutsista-alutsista Rusia mereka nilai kurang bisa menunjukkan giginya.
Era orde baru sudah berakhir dan dilanjutkan dengan era reformasi, disini "salesman" Rusia berdatangan menawarkan senjatanya kepada Indonesia -mumpung Indonesia juga lagi diembargo AS. Rusia kini melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan penjualan alutsista mereka. Alutsista Rusia terkenal murah, proses beli mudah, pengiriman cepat dan juga bisa "ngutang." Akhirnya kerja keras Rusia berhasil, terbukti dengan Sukhoi yang dimiliki TNI AU.

Kontrak terakhir Indonesia dengan Rusia untuk pembelian Sukhoi terjadi pada tahun lalu. Indonesia menandatangai kontrak untuk pembelian 6 pesawat tempur Sukhoi Su-30 dengan harga masing-masing sekitar AS$ 78 juta. Indonesia kini memiliki 1 skadron Sukhoi yang terdiri dari 5 Sukhoi Su-27 dan 11 Sukhoi Su-30. Sukhoi, pesawat tempur canggih dari Rusia yang terlihat hebat dalam aksi-aksi manuvernya plus harganya "pas di kantong."

Tidak hanya itu, Sukhoi-Sukhoi ini juga relatif murah untuk dirawat. Tampaknya seperti memang ada rencana Indonesia untuk beralih dari pesawat tempur Amerika (10 F-16 dan 16 F-5) ke pesawat Rusia (Su-27 dan Su-30). Tetapi kini F-16 bekas pakai dan upgrade jauh lebih murah daripada Sukhoi dan Indonesia lebih memilih ini.

Kini Amerika telah "kembali" ke Indonesia dengan F-16 dan Apache-nya, dan analis menilai kembalinya AS ini menjadi awal krisis penjualan pesawat Rusia ke Indonesia. Meskipun para petinggi TNI AU tampaknya lebih ingin membeli Sukhoi dalam jumlah banyak, namun sekarang ternyata TNI AU akan diperkuat dengan F-16 bekas pakai dan upgrade tapi bukan berarti pesawat ini tidak andal.

F-16 bekas pakai dan upgrade sejumlah 24 unit yang harganya masing-masing sekitar -kabarnya- AS$ 31 juta untuk TNI AU kini tinggal menunggu pengiriman . Tidak hanya sampai disini, Indonesia kembali ditawari AS dengan pesawat sejenis yang juga bekas pakai, entah bakal jadi atau tidak, tapi yang jelas ini sudah mengindikasikan penghentian (sementara?) pembelian Sukhoi dari Rusia. Beberapa politisi juga ada yang menentang akuisisi F-16 ini karena dinilai melanggar rencana strategis dan mengakibatkan menurun/terhentinya pengadaan pesawat tempur baru dari Rusia.
Para pengamat dirgantara memang percaya bahwa Su-27 dan variannya lebih baik dari F-18 AS dan variannya. Namun F-16 -yang lebih tua- memang memiliki bukti catatan tempurnya ketimbang Su-27 dan SU-30, inilah fakta yang memang tidak bisa dipungkiri "salesman" Rusia. Mungkin saja pembelian Apache ini juga terkait dengan catatan tempurnya yang bagus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar