Kepala Perunding Palestina Saeb Erekat dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry di London, Inggris, Selasa, atas permintaan Kerry untuk melihat apa yang direncanakan Palestina dalam waktu 48 jam ke depan, saat yang menentukan bagi rakyat Palestina.
Setelah pertemuan dengan Erekat tersebut, Kerry direncanakan bertemu di Prancis dengan delegasi pejabat senior Liga Arab yang meliputi sejumlah menteri luar negeri dari negara Arab. Pertemuan itu dirancang untuk membahas tindakan Palestina ke Dewan Keamanan PBB.
Sebelum pertemuan tersebut, Kerry bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (15/12) di Roma guna membahas keinginan Palestina untuk menuntut pengakhiran pendudukan Israel dan pendirian Negara Palestina.
Radio Israel, yang mengutip beberapa sumber yang dekat dengan Netanyahu, melaporkan Amerika Serikat menentang tindakan Palestina dan menganggapnya sebagai "tindakan sepihak yang mungkin memaksa Israel menerima Negara Palestina".
Menurut siaran radio itu, "Amerika Serikat belum mengubah posisi mengenai penolakannya terhadap tindakan sepihak."
Pada Minggu malam (14/12), pemimpin Palestina --yang bertemu di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan-- mengumumkan mereka memutuskan untuk mengajukan permohonan ke Dewan Keamanan PBB pada Rabu bagi penghentian pendudukan Wilayah Palestina oleh Israel sejak 1967.
Pada 2011, Palestina gagal meraih konsensus penuh di Dewan Keamanan PBB. Namun, sekali ini, mereka percaya usaha lain "mungkin berhasil", dan jika itu tak berhasil, mereka akan bergabung dengan kesepakatan dan lembaga internasional.
Tindakan yang didukung oleh Liga Arab itu dilakukan setelah pembicaraan perdamaian dengan Israel macet sejak Maret. Sementara ketegangan antara kedua pihak telah meningkat setelah Israel memperketat tindakan dan memperluas permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur.
Ketegangan antara kedua pihak mencapai puncaknya ketika Israel melancarkan agresi militer berskala besar melalui udara dan darat terhadap Jalur Gaza selama 50 hari dan berakhir pada 26 Agustus. Agresi militer Yahudi itu menewaskan 2.200 orang Palestina dan melukai lebih dari 11.000 orang lagi.
Tekanan terhadap pemimpin Palestina meningkat, dan desakan disampaikan untuk menuntut pemimpin politik dan militer Israel ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) serta membekukan kerja sama keamanan dengan Israel, setelah serangan Israel terhadap tanah Palestina di Tepi Barat dan Jerusalem Timur meningkat.
Namun pemimpin Palestina mengaitkan semua tindakan itu dengan keputusan Dewan Keamanan PBB setelah rancangan resolusi dukungan Arab diajukan untuk pemungutan suara.
Pemimpin Palestina mengancam jika upaya tersebut gagal, ada tindakan lain yang akan dilancarkan, demikian seperti dilansir kantor berita Xinhua.
antaranews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar