Satelit Lapan itu akan memiliki berat 1 ton, melibatkan berbagai pihak dan jauh lebih baik dari satelit-satelit Lapan saat ini. Untuk itu dananya pun mencapai Rp 2 triliun, sementara satelit yang ada saat ini berbiaya Rp 500 miliar.
“Nanti yang memproduksi adalah industri, yang potensial adalah PT LEN,” ujar Bambang.
Pengembangan satelit saat ini masih pada tahap sangat awal, yakni mission requirement. Direncanakan, satelit mampu mendukung program ketahanan pangan, energi, serta dampak perubahan iklim. Lapan nantinya akan berperan dalam memberikan dasar pengetahuan pengembangan satelit.
Pengembangan satelit ini juga dimaksudkan untuk menguatkan peran serta Indonesia dalam keanggotaan Global Earth Observation System of Systems. Saat ini hanya ada beberapa negara yang memiliki satelit canggih pemantau perubahan iklim, antara lain Amerika Serikat, Jepang, Cina, India, Brasil, dan Korea Selatan.
Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim, termasuk pengembangan satelit penginderaan jarak jauh.
Deputi Penginderaan Jauh LAPAN Taufik Maulana mengatakan, Indonesia tengah mengembangkan satelit LAPAN A-2 dan LAPAN A-3. Untuk satelit LAPAN A-2 sudah selesai dibuat dan akan segera diluncurkan tahun depan. Peluncurannya akan bekerja sama dengan India karena roket yang dimiliki Indonesia belum sanggup meluncur jarak jauh.
“Ini kan jaraknya 600 kilometer. Diluncurkan sekitar Januari-Juni tahun depan,” kata Taufik. Satelit LAPAN A-2 berbobot 75-100 kilogram.
Sementara itu, satelit LAPAN A-3 sedang dirancang oleh LAPAN bersama IPB. Sama seperti pendahulunya, satelit LAPAN A-3 juga akan diluncurkan dengan menumpang roket peluncuran satelit lain milik negara lain yang lebih besar. (JKGR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar