Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kelemahan anggaran pada sistem pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) oleh pemerintah.
Sehingga kualitas alutsista yang dibeli kurang mutakhir, dan belum sepenuhnya mengikuti perkembangan teknologi.
Padahal, anggaran pertahanan tahun lalu sudah meningkat tiga kali lipat sejak 2007 yang hanya Rp 30,7 triliun. Pada 2013 anggaran alutsista mencapai Rp 92,1 triliun. Pada 2013 anggaran pertahanan itu direalisasikan hanya kurang lebih Rp 27,8 triliun.
"Kualitas alutsista yang dibeli menjadi kurang mutakhir dan belum sepenuhnya mengikuti perkembangan teknologi," kata Ketua BPK Rizal Djalil dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/6/2014)
Pengadaan alusista bersumber dari pinjaman luar negeri Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/Bappenas. Kegiataan pengadaan inipun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk direalisasikan.
"Hal tersebut mengakibatkan sulitnya pencapaian target pemenuhan kebijakan Minimum Essential Force (MEF) secara tepat waktu dan biaya pengadaan meningkat karena cost of borrowing, termasuk fee," jelasnya.
Lewat temuan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013 ini, Rizal mendesak pemerintah membenahi pola pengadaan alutsista.
"Pemerintah juga hendaknya melakukan evaluasi dan kajian terkait komposisi alokasi anggaran belanja kementerian pertahanan," imbuhnya.
Sumber : Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar