SYDNEY-(IDB) : Australia terpaksa menerima 63 orang pencari suaka yang
diselamatkan oleh kapal SAR Australia sekitar 80 kilometer selatan Jawa,
karena Indonesia tak mau lagi menampung mereka, tulis AFP, Sabtu
(9/11/2013).
Pencari suaka itu sudah selama tiga hari
terkatung-katung di Samudra Indonesia dan baru Sabtu kemarin (9/11/2013)
mereka ditampung di Pulau Christmas yang terletak di Samudra Indonesia
namun milik Australia. Indonesia sudah ogah menampung sementara para
pencari suaka.
Ini merupakan buntut sengkarut diplomatik
Indonesia-Australia terkait dengan penyadapan di Kedutaan Besar
Australia di Jakarta. Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa sudah
mengingatkan Menlu Australia Julie Bishop Jumat dua pekan lalu, bahwa
jika Australia tak menghentikan penyadapan komunikasi di kedubesnya di
Jakarta, kerja sama RI-Australia dalam penanganan pencari suaka atau
penyelundupan manusia (human trafficking) akan dihentikan.
Jumat
kemarin Menko Polkam Djoko Suyanto sudah mewanti-wanti Australia bahwa
Indoenesia tak lagi mau menampung sementara pencari suaka yang hendak
menuju Australia. “Pemerintah Indonesia tak pernah menyetujui kebijakan
Australia (soal pencari suaka),” kata Djoko Suyanto yang pernah menjabat
sebagai Panglima TNI itu, seperti dikutip News.Com.Au, Sabtu
(9/11/2013).
“Pemerintah Indonesia mengatakan kepada para pejabat
Australia bahwa mereka kini meninjau ulang permintaan Australia,” ujar
Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison dalam sebuah pernyataan.
“Kita
menyambut baik peninjauan kembali Indonesia terhadap permintaan
Australia, namun demi keselamatan para penumpang perahu dan awak kapal
penyelamat dan kapal SAR Australia yang menunggu bantuan, pagi ini
(Sabtu) saya meminta Letnan Jenderal Campbell untuk memindahkan dari
kapal SAR (Search And Rescue) ke Pulau Christmas,” ujar Morrison lagi.
Para
pencari suaka itu akan ditransfer lagi ke tempat penampungan di Pulau
Manus yang masuk wilayah negara Papua New Guinea atau di kepulauan kecil
Nauru, selaras dengan kebijakan Australia yang kaku dalam menangani
pencari suaka yang datang dengan perahu.
Padahal sebelumnya
Indonesia senantiasa sepakat untuk menangani para pencari suaka dengan
menampung sementara di Indonesia sesuai dengan praktik “Operation Soverign Borders”
Australia yang sesuai dengan protokol SAR Internasional. Protokol ini
mewajibkan negara terdekat untuk menampung sementara pencari suaka.
Namun
anggota Partai Buruh Australia Richard Marles menganggap langkah
pemerintah Australia ini mundur dan memalukan. Katanya: “Diplomasi
pemerintahan PM Australia Tony Abbott dengan Indonesia mengenai para
pencari suaka ini aneh.”
“Abbott mendiktekan syarat-syarat kepada pemerintah Indonesia. Ini memalukan,” katanya.
“Ini
diplomasi anak sekolah didukung pemecahan setengah hati dan sungguh
memalukan,” tambahnya. Partai Hijau Australia menyebut kebijakan
pemerintah Abbott sebagai compang-camping.
Dalam dua kali
pertemuan antara Menlu Marty Natalegawa dan Menlu Australia Julie Bishop
di Perth, Australia Barat Jumat dua pekan silam dan di Forum Demokrasi
Bali Kamis pekan lalu (7/11/2013), Marty sudah mencecar soal penyadapan
dan ancaman Indonesia mengenai penanganan para pencari suaka itu.
Koran
Sydney Morning Herald (SMH) sudah menyebut kapasitas pemerintahan Tony
Abbott dan Menlu Julie Bishop dalam diplomasi dibanding kemampuan Marty
Natalegawa amat jauh berbeda. SMH menyebut Menlu Marty sebagai diplomat
karir, sementara Julie Bishop dianggap anak bawang dalam diplomasi.
Memang
sudah saatnya Indonesia bersikap tegas terhadap Australia. Tetangga
kita itu sejak dulu senantiasa merasa paranoid dan berhalusinasi akan
diserang oleh tentara Indonesia, tetapi selalu memancing ketegangan dan
mengambil keuntungan.
Kasus “Timor Gap” dalam hal minyak dan gas,
yang tahun 1990 ditandatangani Menlu Ali Alatas dan Menlu Gareth Evans
dan kini beralih ke Timor Leste, tetap menguntungkan Australia. Dan
sekarang Australia menyadap komunikasi Indonesia dari kedubesnya di
Jakarta, yang disebut Marty sebagai “tidak bisa diterima”. Kini hubungan
Indonesia-Australia menjadi masam.
Sumber : Inilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar