Rabu, 06 Agustus 2014

Krisis di Libya Memanas, KBRI Tripoli Dipindah ke Tunisia



Asap pada sebuah pertempuran di dekat bandara Tripoli, Libya
Asap pada sebuah pertempuran di dekat bandara Tripoli, Libya ( REUTERS/ Hani Amara)

Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan memindahkan sementara lokasi KBRI Tripoli ke Tunisia, Senin 4 Agustus 2014, paska peperangan di antara kelompok militan di Libya kian meningkat.


Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, kini KBRI Tripoli berada di kota Jerba, sekitar 300 kilometer dari Tripoli.

Ditemui usai menerima kunjungan Menlu Kanada, John Baird, di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri pada Selasa 5 Agustus 2014, Marty menambahkan, kendati telah direlokasi, fungsi dan fisik bangunan KBRI Tripoli masih tetap ada.

"KBRI-nya masih buka dan ada dua orang staf di sana. Mereka menunggu jika seandainya masih ada warga kita yang mengungsi,"  ujar Marty.

Sejauh ini, lanjut Marty, sudah ada 152 WNI yang berhasil dievakuasi ke luar dari Libya. Sementara, masih terdapat sekitar 39 WNI yang bertahan di Libya.

"Mereka tidak mau pulang. Entah apakah kini mereka sudah mengungsi. Ada yang sudah menikah dengan warga setempat dan ada juga yang pergi melaut. Karena dia pergi ke lautan lepas, kami kesulitan untuk menjangkau mereka," kata Marty.

Walau begitu, ujar Marty, pintu KBRI di Tripoli tetap dibuka. Hal ini dilakukan untuk menjaga kemungkinan ada WNI yang berubah pikiran dan ingin dievakuasi.

"Apabila mereka berubah pikiran, tetap akan kami bantu. Kemarin sudah ada satu orang yang datang. Jadi, KBRI tidak akan tutup," imbuh Marty.

Selain Indonesia, negara lainnya yang melakukan evakuasi besar-besaran terhadap warganya yakni Tiongkok. Data dari laman CCTV, total sudah ada 878 warga Tiongkok yang dievakuasi dari Tripoli sejak tanggal 13 Juli.

Menurut Duta Besar Tiongkok untuk Libya, Li Zhiguo, masih ada puluhan warga Negeri Tirai Bambu lainnya yang belum meninggalkan negara itu.

Mereka termasuk pegawai perusahaan telekomunikasi besar Huawei dan perusahaan pembuat peralatan telekomunikasi, ZTE.

Menurut Li, puluhan warganya itu telah memutuskan untuk tetap tinggal walau Libya dilanda peperangan sipil.

Sejak kejatuhan rezim Muammar Khadafi pada 2011 silam, Libya masih dibelit perang sipil. Bahkan dalam serangan ke gedung Konsulat Jenderal Amerika Serikat di kota Benghazi tahun 2012 lalu, menewaskan Duta Besar J. Christopher Stevens dan tiga warga AS lainnya. (ita)


© VIVA.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar