Tidak ada korban akibat pemboman tersebut, demikian seperti dikutip dari AFP.
Perdana Menteri Abdullah al-Thani dan pemerintah sementaranya bertemu dengan Utusan PBB Bernardino Leon ketika ledakan kecil terjadi di dekat gedung, kata Hassan al-Sghaier, menteri urusan luar negeri, kepada kantor berita resmi LANA.
Sghaier menjelaskan ledakan itu sebagai "insiden teroris". Dia mengatakan tidak ada seorang pun yang terluka dalam ledakan di kota timur jauh Shahat itu.
Tiga tahun setelah diktator Moamer Gaddafi digulingkan dan dibunuh dalam pemberontakan yang didukung NATO, Libya kini dibanjiri dengan senjata dan milisi, dan menjalankan pemerintah dan parlemen saingan.
Perebutan kekuasaan memburuk pada Kamis, ketika pengadilan tertinggi mengeluarkan putusan membatalkan parlemen yang diakui secara internasional yang terpilih pada 25 Juni.
Parlemen baru menolak keputusan tersebut, mengatakan hal itu telah dilakukan "di bawah ancaman senjata".
Misi PBB di Libya, yang telah mencoba untuk menengahi kesepakatan politik untuk mengakhiri kekerasan di negara kaya minyak itu, mengatakan pada Kamis akan mempelajari keputusan pengadilan secara cermat.
Dalam satu pernyataan, ia mendesak semua pihak "untuk bertindak secara bertanggung jawab dan menghentikan mengambil tindakan apapun yang akan meningkatkan polarisasi yang ada atau menyebabkan makin memburuknya situasi keamanan".
Parlemen baru dan pemerintah Thani keduanya memiliki dukungan internasional dan telah memusatkan diri di timur terpencil di negara Afrika Utara itu untuk alasan keamanan.
Pada Agustus, legislatif dan pemerintah mendirikan markas sementara di Tobruk setelah milisi Islam, yang menguasai sebagian besar kota kedua Benghazi, menyerbu ibu kota Tripoli.
Pemerintah sejak itu pindah dari Tobruk ke kota terdekat Shahat.
antaranews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar