Meski kehilangan pasar utama mereka di AS sejak tahun lalu akibat
sanksi yang dilayangkan Washington pada Moskow terkait krisis Ukraina,
Kalashnikov Concern berupaya untuk tetap bertahan dengan
mendiversifikasi target pasar mereka, mengembangkan fasilitas produksi,
serta menciptakan inovasi-inovasi produk yang berbeda. Proyek terbaru
perancang senjata tersohor ini adalah pengembangan rudal jelajah untuk
menyerang helikopter.
Setelah kejadian sepanjang 2014, banyak yang berasumsi
bahwa perancang senjata legendaris Rusia Kalashnikov akan mengalami
kesulitan dalam mempertahankan pertumbuhan produksi pada kondisi ekonomi
yang sulit.
Selain kehilangan pasar senjata utama mereka di AS akibat sanksi yang dikirim Washington, Kalashnikov Concern juga menghadapi tantangan baru: mereka harus mencari pasar baru dan melakukan diversifikasi produk.
Selain kehilangan pasar senjata utama mereka di AS akibat sanksi yang dikirim Washington, Kalashnikov Concern juga menghadapi tantangan baru: mereka harus mencari pasar baru dan melakukan diversifikasi produk.
Pada Februari 2015, perusahaan mengumumkan peluncuran
dua proyek baru: produksi pesawat tanpa awak dan perahu motor untuk
keperluan militer dan sipil. Selain itu, sesuai dengan pesanan
pemerintah, Kalashnikov mengembangkan rudal jelajah Vikhr-1 untuk
Kementerian Pertahanan Rusia (pada 2013, tender produksi misil ini
dimenangkan oleh Izhmash, yang merupakan anak perusahaan dari
Kalashnikov Concern). Pengiriman tahap pertama misil yang volume
produksinya diperkirakan mencapai sekitar 12,5 miliar rubel (225 juta
dolar AS) ini akan dimulai pada 2015.
Vikhr-1: Fire and Forget
Vikhr-1 merupakan rudal jelajah dengan sayap yang
dapat dilipat dan didesain untuk menyerang kendaraan lapis baja serta
target udara pada kecepatan rendah (di bawah 800 kilometer per jam).
Misil supersonik yang dipasang pada helikopter serang sebagai bagian
dari kompleks misil Vikhr hanya membutuhkan waktu sembilan detik untuk
mencapai target sejauh empat kilometer, dan bergerak dengan kecepatan
610 meter per detik.
Karakteristik teknis dan taktis misil (yang secara
kebetulan lebih unggul dibanding misil serupa buatan AS, AGM-114R
Hellfire, yang berkecepatan lebih rendah) membuat helikopter yang
dilengkapi misil ini dapat menyerang sejumlah target secara bersamaan
dan meningkatkan kemampuan bertahan dalam pertempuran (setelah
melancarkan tembakan, helikopter segera pergi dari lokasi tersebut).
Misil ini dilengkapi dengan sistem pemandu pintar dan
sistem pelacak ‘fire and forget’. Pilot dapat melacak target di layar
thermal, kemudian mengaktifkan sistem pelacakan otomatis. Setelah target
berada dalam jangkauan, sistem ini akan meluncurkan misil.
Sistem ini memiliki akurasi tembakan yang tinggi.
Selain itu, sistem pemandu cahaya laser juga lebih hemat energi dan tak
bisa dideteksi oleh perangkat radio-elektronik musuh.
Lemahnya Rubel dan Kehadiran Pasar Baru Menguntungkan Kalashnikov
Produksi misil Vikhr untuk Kementerian Pertahanan
merupakan satu-satunya pesanan negara yang diterima oleh perusahaan ini.
Bertolak belakang dengan laporan media bahwa senapan tembak AK-12 telah
dipilih untuk menjadi bagian perangkat tempur generasi masa depan
Ratnik, senjata ini masih dalam tahap uji coba dan belum ada pengumuman
resmi terkait pesanan skala besar senjata ini dari Kementerian
Pertahanan.
Sementara, Kalashnikov Concern mengimbangi sedikitnya
pesanan dari pemerintah dengan membuat penyesuaian pada kebijakan
pemasarannya serta mengupayakan ekspansi ke pasar Asia Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin.
“Pada 2014, Kalashnikov untuk pertama kalinya setelah
tujuh tahun berhasil mencapai keuntungan bersih dan meningkatkan
produksinya hampir dua kali lipat, menjadi 120 ribu unit,” terang Direktur Pelaksana Kalashnikov Concern Alexei Krivoruchko.
Direktur Pelaksana Technodinamika Maxim Kuzyuk, yang
merupakan bagian dari perusahaan negara Rostec, menyampaikan bahwa
melemahnya nilai rubel membuat permintaan global untuk ekspor Rusia
meningkat pesat. “Depresiasi rubel membuat produk kami lebih
kompetitif. Hal itu karena rubel mengalami depresiasi hingga 80 persen
terhadap dolar,” terang Kuzyuk.
Kuzyuk menambahkan bahwa industri pertahanan Rusia
harus mengambil keuntungan dari situasi ekonomi yang sulit dengan
menekan biaya produksi dan meningkatkan jumlah ekspor.
RBTH Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar