Kesepakatan akhir yang akan menyelesaikan sengketa nuklir Tehran justru akan berpotensi mempertajam ketegangan politik
antara dua kelompok seteru di Iran menjelang pemilihan umum parlemen
dan anggota dewan ulama, demikian sejumlah analis dan pejabat
menyatakan.
Pencabutan
sanksi-sanksi ekonomi yang akan didapatkan Iran jika kesepakatan nuklir
tercapai, di satu sisi akan memperkuat posisi Presiden Hassan Rouhani
dan para kandidat anggota parlemen liberal menjelang pemilu 2016.
Selain itu, Rouhani juga masih mendapat dukungan penuh dari pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Tetapi
disi lain, Khamenei juga merupakan pemimpin yang tidak ingin semua
kekuatan politik lain menyaingi dirinya, termasuk Rouhani. Menurut
sejumlah sumber pejabat di Iran, Khamenei tidak ingin Rouhani
mendapatkan terlalu banyak kekuasaan dan pengaruh menjelang pemilu.
"Pemimpin
tertinggi selalu memastikan untuk tidak memberi terlalu banyak
kewenangan untuk setiap pejabat karena hal tersebut akan mengganggu
kestabilan politik," kata seorang pejabat Iran yang meminta namanya
dirahasiakan.
Dalam kancah internasional Iran saat ini tengah
merundingkan kesepakatan nuklir final di Wina dengan Amerika Serikat,
Rusia, Tiongkok, Prancis, Inggris, dan Jerman. Jika kesepakatan
tercapai, program nuklir dari Tehran akan dikurangi dengan imbalan
pencabutan sanksi ekonomi.
Perundingan itu harus mencapai kata sepakat sebelum 30 Juni waktu setempat.
Menurut
sejumlah sumber, Rouhani akan terus mendapatkan dukungan Khamenei
selama popularitasnya di dunia internasional maupun lokal tidak
mengancam otoritas pemimpin tertinggi.
Keuntungan ekonomi dari
kesepakatan nuklir tentu saja diperkirakan akan menjadikan posisi
Rouhani semakin kuat dan berpotensi membuat calon anggota parlemen yang
sepaham dengannya mendapatkan suara signifikan.
Tetapi di sisi
lain, kekuatan Rouhani itu memunculkan korban, yaitu kelompok garis
keras yang menguasai sektor keamanan di Iran dan dikenal dekat dengan
Khamenei.
"Kesepakatan nuklir akan memicu ketegangan politik di
dalam negeri. Parlemen selanjutnya akan diisi oleh dua kelompok kecil
berpengaruh, yaitu kubu reformis dan kubu konservatif. Tidak ada yang
dalat menguasai kursi mayoritas," kata analis Iran, Saeed Leylaz.
Dukungan Khamenei Berbalik
Seorang
diplomat Iran, yang meminta identitasnya dirahasikan, mengatakan bahwa
kesuksesan kubu Rouhani dalam pemilu parlemen akan membuat dukungan
Khamenei berbalik arah.
"Untuk memotong pengaruh Rouhani,
Khamenei akan menekan pemerintahan di bidang lain seperti penegakan hak
asasi manusia, mendikualifikasi kandidat anggota parlemen pro-reformasi,
dan sebagainya," kata diplomat itu.
Khamenei memang memiliki kekuasaan yang sangat besar, termasuk mengontrol sektor kehakiman dan menyeleksi calon wakil rakyat.
Tanda pembalikan arah tersebut sudah mulai terlihat dan pendulum dukungan kini berayun ke arah lawan politik Rouhani.
Sejak
Februari lalu, pihak kehakiman melarang media menyiarkan gambar mantan
presiden reformis Mohammad Khatami, yang dikenal sebagai pendukung utama
Rouhani.
Khatami sempat menantang pemimpin tertinggi Iran saat
mendukung dua pemimpin oposisi Mirhossein Moussavi dan Mehdi Karoubi,
dua tokoh dibalik demonstrasi besar tahun 2009 yang saat ini mendekam
dalam tahanan rumah.
Dalam bidang hak asasi manusia, reformasi
yang digadang oleh Rouhani juga jalan di tempat. Laporan dari Amerika
Serikat baru-baru ini menunjukkan bahwa negara tersebut terus membatasi
kebebasan berpendapat, beragama, dan media.
"Popularitas Rouhani
di kancah internasional hanya berarti satu hal, yaitu tekanan yang lebih
besar di dalam negeri," kata seorang pelarian Iran yang kini tinggal di
Eropa, Reza.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar