Letkol Van Ohl sangat terkejut saat berhadapan langsung dengan Slamet
Riyadi. Ia sama sekali tak mengira betapa belia musuhnya itu.
Slamet Riyadi lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 26 Juli 1927. Ayahnya,
Idris Prawiropralebdo, merupakan seorang perwira prajurit Kasunanan
Surakarta dan mendidik anaknya penuh disiplin.
Ketika Jepang mendarat di Indonesia dan menggantikan Belanda, Slamet Riyadi terpanggil untuk berjuang melancarkan aksi perjuangan. Ia berhasil melarikan kapal kayu Jepang dan menggalang kekuatan dari para pemuda eks Peta/Heiho/Kaigun sehingga terbentuk pasukan setingkat batalion.
Salah satu keberhasilan pasukan yang dipimpin Slamet Riyadi adalah merebut dan melucuti senjata tentara Jepang. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Slamet dan pasukannya kembali bertempur dan karir militernya menanjak.
Tugas Slamet sebagai komandan adalah bertempur melawan sedadu Belanda di Kota Solo. Pasukan Slamet sangat terkenal ketangguhanya dan berkat taktik perang gerilya yang diterapkan, Belanda kerap dibuat kocar-kacir.
Tak hanya perang gerilya, di bawah komando Slamet Riyadi, pasukannya sukses melancarkan "Serangan Umum Kota Solo" yang berlangsung selama empat hari empat malam, 7 - 11 Agustus 1949. Serangan yang mengakibatkan kerugian besar bagi Belanda itu dilakukan secara frontal dan berlangsung siang malam. Sebanyak tujuh serdadu Beanda tewas tertembak dan tiga orang lainnya berhasil ditawan.
Akibat perlawanan gigih para pejuang, Belanda akhirnya sepakat melakukan gencatan senjata disusul penyerahan Solo ke pangkuan Indonesia. Komandan pasukan Belanda di Solo, Letkol Van Ohl, sangat terkejut saat berhadapan langsung dengan Slamet Riyadi. Ia sama sekali tak mengira jika komandan gerilyawan yang telah memorak-porandakan pasukannya itu ternyata masih sangat muda.
Pada tahun 1950, saat pemberontakan RMS meletus, Kolonel Slamet Riyadi yang kala itu memimpin Batalion 352 juga langsung dikirim ke Ambon. Tapi tugas ini merupakan tugas yang paling terakhir karena komandan muda itu gugur di benteng Victoria Ambon akibat jebakan musuh.
Kisah lebih lengkap mengenai Slamet Riyadi tertuang dalam Majalah Angkasa edisi The Great Commanders of The Battle Fields.(Agustinus Winardi. Sumber: angkasa.co.id)
Patung Slamet Riyadi (Wikimedia Commons) |
Ketika Jepang mendarat di Indonesia dan menggantikan Belanda, Slamet Riyadi terpanggil untuk berjuang melancarkan aksi perjuangan. Ia berhasil melarikan kapal kayu Jepang dan menggalang kekuatan dari para pemuda eks Peta/Heiho/Kaigun sehingga terbentuk pasukan setingkat batalion.
Salah satu keberhasilan pasukan yang dipimpin Slamet Riyadi adalah merebut dan melucuti senjata tentara Jepang. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Slamet dan pasukannya kembali bertempur dan karir militernya menanjak.
Tugas Slamet sebagai komandan adalah bertempur melawan sedadu Belanda di Kota Solo. Pasukan Slamet sangat terkenal ketangguhanya dan berkat taktik perang gerilya yang diterapkan, Belanda kerap dibuat kocar-kacir.
Tak hanya perang gerilya, di bawah komando Slamet Riyadi, pasukannya sukses melancarkan "Serangan Umum Kota Solo" yang berlangsung selama empat hari empat malam, 7 - 11 Agustus 1949. Serangan yang mengakibatkan kerugian besar bagi Belanda itu dilakukan secara frontal dan berlangsung siang malam. Sebanyak tujuh serdadu Beanda tewas tertembak dan tiga orang lainnya berhasil ditawan.
Akibat perlawanan gigih para pejuang, Belanda akhirnya sepakat melakukan gencatan senjata disusul penyerahan Solo ke pangkuan Indonesia. Komandan pasukan Belanda di Solo, Letkol Van Ohl, sangat terkejut saat berhadapan langsung dengan Slamet Riyadi. Ia sama sekali tak mengira jika komandan gerilyawan yang telah memorak-porandakan pasukannya itu ternyata masih sangat muda.
Pada tahun 1950, saat pemberontakan RMS meletus, Kolonel Slamet Riyadi yang kala itu memimpin Batalion 352 juga langsung dikirim ke Ambon. Tapi tugas ini merupakan tugas yang paling terakhir karena komandan muda itu gugur di benteng Victoria Ambon akibat jebakan musuh.
Kisah lebih lengkap mengenai Slamet Riyadi tertuang dalam Majalah Angkasa edisi The Great Commanders of The Battle Fields.(Agustinus Winardi. Sumber: angkasa.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar