Kairo (ANTARA News) - Pemerintah Palestina pimpinan Presiden
Mahmoud Abbas menolak tuntutan Israel untuk melucuti senjata Gerakan
Hamas sebagai salah satu syarat gencatan senjata.
"Palestina tetap akan bertahan dan menolak tuntutan Israel melucuti senjata pejuang-pejuang kemerdekaan hingga berdirinya negara Palestina berdaulat dengan perbatasan 1967," kata Juru Bicara Gerakan Fatah, Ahmad Assaf, dalam wawancara dengan koran Mesir Al Ahram di Ramallah, Tepi Barat, Palestina, Selasa.
Assaf merujuk pada seruan yang telah berulang kali dilontarkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan tekanan dari juru runding Israel untuk melucuti senjata Hamas sebagai syarat mutlak gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.
Hamas yang menguasai Jalur Gaza tidak dilibatkan langsung dalam perundingan gencatan senjata di Kairo yang dimediasi Mesir.
Israel sejauh ini menolak berunding langsung dengan Hamas karena menganggap Hamas -- faksi Palestina yang menguasai Jalur Gaza itu -- sebagai "kelompok teroris".
Perundingan tidak langsung untuk gencatan senjata tersebut hanya melibatkan Israel dan delegasi dari Tepi Barat yang dikuasai faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.
Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah dua kantong Palestina yang dipisahkan oleh wilayah Israel.
Sejak agresi militer Israel ke Gaza pada 8 Juli silam telah digelar empat kali perundingan gencatan senjata di Kairo, namun selalu mengalami jalan buntu.
Israel terus melancarkan serangan udara, darat dan laut ke Gaza dengan dalih sebagai balasan atas tembakan roket rakitan ke wilayah Israel oleh Brigade Ezzeddin Al Qassam, sayap militer Hamas.
Kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan, sedikitnya 13 warga sipil Palestina tewas, enam di antaranya anak-anak dan tiga wanita, dalam serangan militer Israel pada Selasa pagi (26/8).
Tercatat lebih dari 2.357 orang Palestina tewas sejak serangan Israel pada 8 Juli lalu.
Di pihak Israel sedikitnya 67 warga Yahudi tewas, 64 di antaranya adalah tentara Israel.
Disebutkan, sebagian besar tentara Yahudi yang tewas itu akibat baku tembak dengan pejuang Hamas saat Israel secara sporadis melancarkan serangan darat.
"Palestina tetap akan bertahan dan menolak tuntutan Israel melucuti senjata pejuang-pejuang kemerdekaan hingga berdirinya negara Palestina berdaulat dengan perbatasan 1967," kata Juru Bicara Gerakan Fatah, Ahmad Assaf, dalam wawancara dengan koran Mesir Al Ahram di Ramallah, Tepi Barat, Palestina, Selasa.
Assaf merujuk pada seruan yang telah berulang kali dilontarkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan tekanan dari juru runding Israel untuk melucuti senjata Hamas sebagai syarat mutlak gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.
Hamas yang menguasai Jalur Gaza tidak dilibatkan langsung dalam perundingan gencatan senjata di Kairo yang dimediasi Mesir.
Israel sejauh ini menolak berunding langsung dengan Hamas karena menganggap Hamas -- faksi Palestina yang menguasai Jalur Gaza itu -- sebagai "kelompok teroris".
Perundingan tidak langsung untuk gencatan senjata tersebut hanya melibatkan Israel dan delegasi dari Tepi Barat yang dikuasai faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.
Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah dua kantong Palestina yang dipisahkan oleh wilayah Israel.
Sejak agresi militer Israel ke Gaza pada 8 Juli silam telah digelar empat kali perundingan gencatan senjata di Kairo, namun selalu mengalami jalan buntu.
Israel terus melancarkan serangan udara, darat dan laut ke Gaza dengan dalih sebagai balasan atas tembakan roket rakitan ke wilayah Israel oleh Brigade Ezzeddin Al Qassam, sayap militer Hamas.
Kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan, sedikitnya 13 warga sipil Palestina tewas, enam di antaranya anak-anak dan tiga wanita, dalam serangan militer Israel pada Selasa pagi (26/8).
Tercatat lebih dari 2.357 orang Palestina tewas sejak serangan Israel pada 8 Juli lalu.
Di pihak Israel sedikitnya 67 warga Yahudi tewas, 64 di antaranya adalah tentara Israel.
Disebutkan, sebagian besar tentara Yahudi yang tewas itu akibat baku tembak dengan pejuang Hamas saat Israel secara sporadis melancarkan serangan darat.
REUTERS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar