Subang (MI) : Kebutuhan produk bahan baku peledak (propelan)
untuk amunisi kaliber kecil dan amunisi kaliber besar masih 100%
diimpor. Akibatnya pertahanan Indonesia masih sangat bergantung dengan
produk luar.
Kini, BUMN strategis PT Dahana (Persero) mulai membangun pabrik propelan pertama di Indonesia yang lokasinya di Subang Jawa Barat. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.
Melalui pembangunan komponen pemenuhan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dari industri dalam negeri maka Indonesia setidaknya ke depan bisa tetap punya pertahanan baik, bila ada risiko terkena embargo dari pihak asing.
"Kita Bisa hindari embargo asing, serta bisa memenuhi kebutuhan pendorong roket higga amunisi. Itu sangat dibutuhkan oleh TNI dan Polri," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat saat acara groundbreaking pabrik propelan di area Energic Material Center di PT Dahana (Persero), Subang Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).
Untuk pengembangan pabrik ini, PT Dahana menggandeng perusahaan propelan dunia asal Prancis yakni Roxel dan Eurenco.
Alasan menggandeng produsen asal Prancis, karena Indonesia belum memiliki kemampuan dan teknologi untuk memproduksi propelan, maka diperlukan mitra untuk program transfer teknologi.
"Gagasan pabrik propelan sudah cukup lama namun R&D sulit dilakukan karena bahan baku utama sulit didapatkan," sebutnya.
Sedangkan Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno mengatakan pada tahap awal akan memprioritaskan produksi propelan untuk amunisi kaliber kecil. Pembangunan pabrik propelan fase I akan tuntas dalam 3 tahun ke depan.
Kebutuhan propelan dalam negeri sebanyak 400 ton per tahun nantinya akan terpenuhi dari pabrik di Subang. Selama ini 100% propelan harus diimpor.
"Mulai produksi tahap pertama. Ini selesai selama 36 bulan. Kapasitas produksi total mencapai 800-1.000 ton per tahun," sebutnya.
Kini, BUMN strategis PT Dahana (Persero) mulai membangun pabrik propelan pertama di Indonesia yang lokasinya di Subang Jawa Barat. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.
Melalui pembangunan komponen pemenuhan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dari industri dalam negeri maka Indonesia setidaknya ke depan bisa tetap punya pertahanan baik, bila ada risiko terkena embargo dari pihak asing.
"Kita Bisa hindari embargo asing, serta bisa memenuhi kebutuhan pendorong roket higga amunisi. Itu sangat dibutuhkan oleh TNI dan Polri," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat saat acara groundbreaking pabrik propelan di area Energic Material Center di PT Dahana (Persero), Subang Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).
Untuk pengembangan pabrik ini, PT Dahana menggandeng perusahaan propelan dunia asal Prancis yakni Roxel dan Eurenco.
Alasan menggandeng produsen asal Prancis, karena Indonesia belum memiliki kemampuan dan teknologi untuk memproduksi propelan, maka diperlukan mitra untuk program transfer teknologi.
"Gagasan pabrik propelan sudah cukup lama namun R&D sulit dilakukan karena bahan baku utama sulit didapatkan," sebutnya.
Sedangkan Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno mengatakan pada tahap awal akan memprioritaskan produksi propelan untuk amunisi kaliber kecil. Pembangunan pabrik propelan fase I akan tuntas dalam 3 tahun ke depan.
Kebutuhan propelan dalam negeri sebanyak 400 ton per tahun nantinya akan terpenuhi dari pabrik di Subang. Selama ini 100% propelan harus diimpor.
"Mulai produksi tahap pertama. Ini selesai selama 36 bulan. Kapasitas produksi total mencapai 800-1.000 ton per tahun," sebutnya.
Sumber : Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar