Masih segar dalam ingatan kita ketika beberapa tahun lalu
Menhan Purnomo melontarkan statemen bahwa angkatan udara Indonesia akan
diperkuat dengan 10 skuadron jet tempur Sukhoi. Pernyataan itu terasa
menggentarkan dan membungakan dada sehingga direlease di beberapa media luar
negeri termasuk Malaysia. Ternyata kenyataannya tidak demikian, sampai saat ini
kita hanya punya 16 Sukhoi alias satu skuadron saja.
Akhir Desember 2013 kembali ada pernyataan yang
menggelegar dari Menhan yang sama bahwa kita akan membangun armada kapal selam
dengan membeli sampai 10 kapal selam Kilo dari Rusia. Bahkan tim kecil sudah dikirim ke Rusia untuk
melihat barang bekas yang ditawarkan itu.
Bahkan jauh-jauh hari sebelumnya sekitar tahun 2010 kita sudah
“memastikan” akan mendapatkan 2 kapal selam Kilo. TNI AL sudah mempersiapkan
awak kapal selamnya untuk mengikuti pelatihan di Rusia, sebelum kemudian di
tikungan akhir disalip Changbogo Korea.
Sehari yang lalu ada statemen KSAU bahwa kita akan
memberdayakan 5 pangkalan udara strategis di perbatasan yaitu Soewondo AFB di
Medan, Ranai AFB di Natuna, Tarakan AFB
di Kaltara, Eltari AFB di NTT dan Jayapura AFB di Papua. KSAU juga memberikan pernyataan bahwa tidak
ada penambahan skuadron tempur baru di Indonesia Timur, cukup di cover oleh
Sukhoi di Hasanuddin AFB Makassar. Dua pernyataan itu terang benderang.
Sekarang juga sedang hangat dibahas pembelian jet tempur
baru dengan kandidat utama jet tempur kelas berat Sukhoi SU35 buatan
Rusia. Tidak kurang Panglima TNI dan
KSAU berulang-ulang menyebut bahwa Sukhoi SU35
memenuhi persyaratan sebagai jet tempur jelajah jarak jauh yang
memberikan nilai getar dan gentar pengawal dirgantara. Kandidat berikutnya adalah Gripen dan
Typhoon. Menjelang keputusan akhir
bergabung pemain terakhir dalam kompetisi merebut pasar jet tempur Indonesia yakni
F16 blok 60 yang dibawa marketer dan government tangguh dari AS.
Apa kemudian yang harus kita sikapi dengan sejumlah hal
diatas. Untuk pernyataan 10 skuadron
Sukhoi yang dilontarkan Purnomo bisa jadi yang dimaksud adalah memperkuat TNI
AU dengan 10 skuadron jet tempur, salah satunya Sukhoi. Menteri kancil itu kalau ngomong memang
menggebu-gebu sehingga bisa saja terpeleset omongan. Tetapi tentu pernyataan yang lebih heboh
ketika dia mengatakan di akhir tahun 2013, bahwa TNI AL akan diperkuat dengan
armada kapal selam Kilo. Ini tentu sangat membanggakan sekaligus membanting
rasa dan asa. Karena ternyata tak satu pun kebenaran yang didapat dari
pernyataan yang dipublikasikan luas oleh media.
KRI "Sigma" Diponegoro 365 |
Bahwa kemudian banyak pernyataan tidak sesuai kenyataan. Termasuk ketika tahun 2010 kita sudah hampir pasti mendapatkan 2 kapal selam Kilo dari Rusia tetapi kemudian menjadi bertele-tele lalu hilang ditelan gelombang selat tak jelas. Mestinya hal itu menyadarkan kita bahwa statemen bukanlah firman yang harus diyakini karena bagaimanapun keluarnya statemen tergantung situasi kondisional. Apalagi jika wartawan yang meliput tidak paham seluk beluk dan anatomi alutsista. Misalnya pesawat tempur Super Tucano diberitakan sebagai Super Volcano. Atau pernyataan bias bahwa kita mengirim kapal selam ke Lebanon ditelan bulat-bulat, padahal yang dimaksud adalah kapal selam sigma Diponegoro Class.
Pernyataan bahwa tidak ada penambahan skuadron tempur di
Indonesia Timur tentu sangat mengecewakan khalayak, jika benar. Karena sesungguhnya Biak telah mempersiapkan jauh-jauh
hari untuk menampung skuadron tempur permanen. Telah tersedia disana satuan
radar modern, Paskhas, dan infrastruktur lain yang mencerminkan kesiapan itu
sejak lama. Sejatinya kita menginginkan
di Biak tersedia 1 skuadron jet tempur misalnya F16 untuk mengcover Papua. Bukankah ini juga bersinergi dengan
pembangunan 1 divisi Marinir di Sorong sekaligus sebagai payung udara.
Sementara pernyataan tentang 5 Air Force Base Strategis
(Medan, Natuna, Tarakan, Kupang dan Jayapura) kenyataan sesungguhnya adalah Lanud
yang tidak ada apa-apanya selain menyandang status strategis. Di lima Lanud itu tidak ada skuadron tempur
permanen apalagi bicara perlindungan udara semacam Oerlikon Skyshield. Demikian juga dengan
digadang-gadangkannya Sukhoi SU35
sebagai kandidat number one jet tempur pengganti F-5 Tiger belum menjadi
jaminan akan menjadi kenyataan.
Meski user sudah berulang kali melontarkan pernyataan
akan ketertarikan dengan Sukhoi SU35, bisa jadi Kemhan sebagai pintu utama
pengambil keputusan berbeda warna. Oleh
sebab itu menurut pandangan kita, tidaklah harus mempercayai secara “fanatik”
beberapa statemen yang dilontarkan.
Soalnya jika ternyata tidak sesuai dengan harapan dan dambaan, sakitnya
tuh terasa disini, betapa kecewanya kita.
Sama dulu ketika kita bermimpi tentang Kilo ternyata ketika kita bangun
hanya fatamorgana sementara Vietnam saat ini sudah punya 4 kapal selam Kilo.
Diluar pernyataan dan kenyataan itu, pesan yang ingin
disampaikan adalah berhitunglah secara jernih tentang kebutuhan alutsista untuk
negeri kepulauan terbesar di dunia ini.
Bahwa kita masih membutuhkan banyak jet tempur, pesawat angkut, radar,
kapal perang, kapal selam dan lain-lain adalah untuk memberikan kekuatan
kedaulatan negeri ini. Berhitung secara
jernih dan bening dimaksudkan pula agar tidak mudah berubah pikiran. Kehendak user adalah usulan yang paling
terhormat untuk dipenuhi, toh anggaran belanja alutsista di MEF 2 ini
diprediksi lebih banyak dari MEF1 yang lalu.
Kemhan adalah pintu strategis harapan itu.
****
Jagarin Pane / 07 Feb 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar