Serangan di kota selatan, Rafah, itu menandai kali ketiga dalam 10 hari sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa ditembaki, termasuk serangan Israel empat hari lalu atas sekolah di Jabaliyah, yang menewaskan 16 orang.
Pierre Krahenbuhl, kepala badan bantuan pengungsi Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa UNRWA menyatakan peluru meledak dekat gerbang utama sekolah di Rafah itu, mengakibatkan banyak kematian dan cedera di dalam dan luar gedung tersebut.
"Akibat serangkaian kejadian itu, penembakan dalam beberapa pekan belakangan dan yang terkini adalah penembakan sekolah kami di Jabaliya, yang memicu kecaman dan jelas serta patut dikutuk secara terbuka oleh UNRWA dan saya pribadi. Kejadian itu mengguncang dan tak dapat dipercaya bahwa itu terjadi lagi," katanya di acara CBS "Face the Nation".
Krahenbuhl menyatakan sekitar 3.000 orang berlindung di sekolah tersebut.
Israel menuduh Hamas, kelompok keras penguasa Gaza, menggunakan warga sebagai perisai dengan menempatkan senjata dan pusat komando di atau di dekat bangunan warga.
Krahenbuhl mengakui bahwa pada tiga kesempatan pemeriksaan ditemukan senjata di gedung badan dunia tersebut.
"Yang jelas, tidak ada yang dapat menunjukkan bahwa karena senjata ditemukan di satu gedung lalu dibenarkan menembaki sekolah lain dan membahayakan jiwa orang terlantar di tengah daerah perang," katanya.
Setelah mengetahui jumlah kematian dan kerusakan itu, katanya, "Saya tidak ragu sama sekali bahwa langkah pencegahan, pengawasan dan perlindungan tidak cukup, termasuk oleh Angkatan Bersenjata Israel, ketika terlibat di Gaza," katanya.
antaranews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar